Keberadaan Hantu Menurut Pandangan Sains

Tiara Purnama
Mahasiswa dari kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Pendidikan Fisika
Konten dari Pengguna
29 November 2021 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Alam gaib (hantu). Foto:Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Alam gaib (hantu). Foto:Freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hantu dianggap momok bagi banyak orang yang menakutkan dan bikin merinding, sekaligus juga penasaran. Di Amerika sebanyak 43% orang percaya akan keberadaan hantu, sementara di Inggris dipercaya mencapai 34%. Hantu termasuk ke dalam fenomena dalam kehidupan manusia yang sangat unik, yakni tidak pernah dibuktikan tetapi dipercaya oleh orang banyak. Percaya atau tidak akan keberadaannya, di kebudayaan eksistensi hantu sangatlah kuat. Hantu dianggap berkaitan dengan roh atau arwah yang lepas dari tubuh atau raga manusia setelah kematian.
ADVERTISEMENT
Beberapa film dan produk budaya populer seperti lagu, buku, film maupun cerita rakyat menggambarkan bahwa hantu adalah makhluk yang memiliki dimensi berbeda dari manusia. Istilah makhluk halus merujuk pada konsepsi hantu sebagai sesuatu yang tidak kasat. Saking halusnya, hantu dianggap mampu menembus material misalnya menembus tembok atau dinding tebal. Sudah lama ilmu pengetahuan dipakai untuk menjawab pertanyaan apakah hantu itu ada atau sekedar dari imajinasi manusia saja. Bahkan pemburu hantu dunia sudah menggunakan alat canggih untuk mendeteksi akan keberadaan hantu. Para ghost hunter tersebut memakai peralatan berteknologi tinggi seperti digital audio recorder, pendeteksi gerak, detector medan elektromagnetik, detector ion, kamera infrared dan mikrofon super sensitive. Namun, penggunaan alat-alat modern itu tidak dapat membuktikan akan keberadaan hantu.
Bentuk konservasi energi. Foto:Freepik
Salah satu teori dasar yang dipakai untuk menjelaskan keberadaan hantu atau sebaliknya adalah Hukum Kekekalan Energi / Hukum Termodinamika Pertama, yang berbunyi “energy tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya bisa diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”. Atau hukum ini biasa dikenal dengan konversi energy.
Jasad terurai dalam tanah menjadi unsur hara. Foto:Freepik
Energy dari orang hidup tidak akan kemana-mana dan berubah menjadi sosok yang kita kenal sebagai hantu. Maka, berargumen bahwa ketika kita hidup, memiliki energy listrik dalam tubuh yang menyebabkan jantung berdetak dan membuat kita bisa bernafas. Namun argument ini mudah dibantah. Memang benar bahwa dalam tubuh kita mengandung energy, namun bukan berarti energy ini akan berubah menjadi hantu pada saat kita mati. Energy yang tersimpan ini sebagaimana dalam Hukum Termodinamika Pertama akan dikonversi atau ditransfer ke lingkungan. Energy kita akan dilepaskan dalam bentuk panas dan berpindah ke cacing-cacing, bakteri atau hewan yang memakan tubuh kita. Juga tumbuhan yang menyerap jasad kita sebagai unsur hara.
ADVERTISEMENT
Fenomena keberadaan hantu telah lama dikaji oleh banyak orang dengan pendekatan ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa kesimpulan tentang hantu menurut sudut pandang sains.
1. Epilepsy temporal
Orang-orang yang bisa melihat hantu disebabkan oleh kesalahan otak yang dipicu oleh berbagai penyebab, seperti gangguan pikiran, kelelahan, dan epilepsy temporal pada bagian otak terkait dengan penglihatan. Otak manusia memiliki kapasitas, terutama karena kondisi tubuh dan asupan oksigen. Bila otak sering lelah dan tidak fokus, maka penglihatan kita akan mengirimkan informasi parsial yang akan diterjemahkan oleh otak secara tidak sempurna. Karena biasanya situasi ini terjadi dalam waktu yang singkat, tidak sempat lagi untuk menganalisis dan cenderung mengaitkannya dengan hal gaib.
2. Temporo parietal junction (Left TPJ)
Ilusi-ilusi tercipta saat ketakutan. Foto:Freepik
Bagian otak temporoparietal junction kiri atau biasa disebut Left TPJ, yakni bagian otak yang berfungsi dalam membedakan diri sendiri dengan orang lain, berpengaruh dalam membentuk ilusi-ilusi hantu. Gangguan pada bagian otak tersebut menciptakan persepsi dan keyakinan orang akan adanya sesuatu bayangan atau hal-hal yang identik dengan gambaran hantu.
ADVERTISEMENT
3. Perubahan suhu
Banyak orang mengaku bahwa pengalaman aneh dan gaib sering disertai dengan adanya perubahan suhu yang tiba-tiba, atau berada di tempat yang menjadi semakin dingin. Hal ini dianggap bahwa hantu lah yang menyerap panas dan menyebabkan beberapa titik menjadi lebih dingin. Padahal dalam fisika sudah dijelaskan bahwa perbedaan suhu yang drastis ini adalah hal yang biasa. Fenomena ini biasanya disebut dengan konveksi yang disebabkan oleh perbedaan tegangan yang berbanding terbalik dengan suhu atau temperatur. Udara yang panas akan naik ke tempat yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya dingin ke tempat yang rendah.
Selain hal tersebut, para peneliti juga mengkaji hubungan antara saraf manusia dengan medan elektromagnetik. Ternyata menurut ahli bedah saraf, Michael Persinger yang berasal dari Kanada menyatakan bahwa, “medan magnet yang tidak kentara yang berada di bawah kesadaran manusia dapat menciptakan persepsi akan kehadiran makhluk gaib”.
Gelombang infrasonik antara 20 Hz - 20.000 Hz. Foto:Freepik
Gelombang suara dengan frekuensi 20 Hz atau gelombang infrasonic juga berpengaruh dalam hal ini. Sebagaimana diketahui bahwa manusia normal hanya bisa mendengar suara antara 20 Hz – 20.000 Hz. Bila manusia menerima frekuensi dibawah 20 Hz, matanya akan bergetar dan menyebabkan distorsi penglihatan dna penerjemahan di otak yang mereka sebut sebagai hantu. Kadang-kadang sampai mual, paranoid, gelisah bahkan merinding. Selain fenomena alam seperti angin, suara frekuensi rendah juga berasal dari alat-alat rumah tangga seperti kipas angin.
ADVERTISEMENT
Fenomena mengalami ketindihan saat tidur, seolah-olah melihat bayangan atau perasaan dikejar tapi tidak bisa bergerak, berjalan, dan berbuat apa-apa. Peristiwa ini sama sekali bukan karena hantu, melainkan kondisi yang dinamakan sleep paralysis atau kelumpuhan tidur. Dalam kondisi ini, adanya ketidak sinkronan antara pikiran yang sadar dengan tubuh yang rileks, terutama pada fase rapid eye movement (REM).