Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Seni Arsitektur pada Candi Borobudur Menunjukkan Adanya Budaya Bahari
5 Oktober 2022 21:23 WIB
Tulisan dari Tiara Putri Novianty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Maritime berasal dari bahasa latin mare dan bahari berasal dari bahasa arab bahrum. Keduanya memiliki tempat pertemuan dalam ranah makna, yakni di segala bidang yang berhubungan dengan laut. Memang benar bahwa laut sangat rumit. Lingkungan laut memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan di darat. Laut kaya akan flora dan fauna akuatik. Melimpahnya sumber daya alam di laut menimbulkan berbagai macam kegiatan di laut. Laut berperan sebagai jalur transportasi antar pulau. Laut juga merupakan tempat bermain dan beristirahat.
ADVERTISEMENT
Mangunwijaya berpendapat bahwa arsitektur Barat bukanlah satu-satunya kebenaran arsitektur dan berpendapat bahwa arsitektur Barat berbeda dengan arsitektur Nusantara. Jika arsitektur berarti bahasa dengan ruang dan gatra, garis dan bidang, material dan suasana tempat, maka sudah sewajarnya kita memiliki budaya arsitektur dengan hati nurani dan tanggung jawab untuk menggunakan bahasa arsitektur yang baik.
Perkembangan seni budaya bahari dapat dilihat dari zaman Hindu Budha di Indonesia. Berbagai jenis kapal yang digunakan untuk dekorasi juga dikenal pada periode ini. Kesenian pada dinding candi ini menggambarkan aktivitas kehidupan bahari masyarakat. Misalnya, Borobudur memiliki lebih dari 10 relief yang menggambarkan perahu dan kapal, termasuk perahu lesung, dan kapal cadik.
Kapal terbesar memiliki dua tiang dan meruncing ke atas di haluan dan buritan. Layar besar yang digunakan pada saat itu jelas persegi panjang, hanya layar belakang yang berbentuk segitiga. Meskipun dinasti Syailendra berfokus pada sistem pertanian, keberadaan relief tersebut menunjukkan bahwa baik penguasa maupun masyarakat juga terlibat dalam kegiatan maritim.
ADVERTISEMENT
Kunjungan pertama Philip Beale, Candi Borobudur 1982 langsung terkesan melihat relief kapal bercadik Candi Borobudur. Relief tersebut menginspirasi dan membangkitkan rasa ingin tahu Philip, pada tahun 2003 Philip mewujudkan mimpinya dengan melaksanakan rekonstruksi budaya bahari dengan perahu cadik menuju Afrika.
Dapat dipahami kajian tentang Candi Borobudur ini dilakukan sejak zaman Belanda, akan tetapi kurangnya perhatian pada 15 relief kapal. Candi ini sendiri tidak lepas dalam pengaruh aktivitas perdagangan dan pelayaran pada waktu itu. A.B. Lapian berpendapat jika sejarah Maritim itu sama saja dengan sejarah Nusantara. Jadi perjalanan sejarah dan perkembangan budaya dalam Nusantara itu tidak lepas kaitannya dengan keberadaan laut, sungai yang mengaitkan antar wilayah pedalaman.
Beberapa Pakar pelayaran dan perdagangan kuno seperti halnya Y.P. Maguin, Knaap atau Lapian, menyebutkan gambar kapal bercadik Relief candi Borobudur mungkin cikal bakal kun lun po, atau junk java yang di masa awal pelayaran antar samudera digunakan untuk menjelajah ke berbagai benua. Dengan kata lain, Kemungkinan kapal cadik ada jauh sebelum Candi Borobudur dibangun dan telah menginspirasi berbagai bentuk kapal di belahan dunia lain.
ADVERTISEMENT
Kapal cadik bisa menjadi kapal pelopor pelayaran antar samudera pelaut Nusantara, dan hal ini kemudian kembali dibuka kan dalam ekspedisi jalur cinnamon. Implikasi pelayaran kapal Samudera Raksa dan ini bukan sekedar rekonstruksi Budaya pelayaran dan romansa masa lalu yang gemilang, Tapi yang paling penting adalah perjalanan Sebagai inisiatif untuk melindungi lingkungan budaya laut yang mulai menghilang dari lingkup budaya masyarakat pulau. Nama Samudra Raksa sendiri yaitu sebagai penjaga laut.
Dari pembahasan ini dapat diketahui jika seni budaya yang ada dalam masyarakat maritim yang ada pada zaman Kerajaan Hindu-Budha. Bisa dilihat dari gaya arsitektur bangunan pada candi Borobudur misalnya, Borobudur memiliki lebih dari 10 relief yang menggambarkan perahu dan kapal, termasuk perahu lesung, dan kapal cadik. Hal ini menggambarkan keterkaitan dengan kelautan atau maritimnya dan menunjukkan adanya aktivitas budaya bahari di dalamnya dengan adanya relief kapal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Batubara A.M. 2013. “Museum Kapal Samudraraksa Sebagai Ruang Konservasi Kreatif Budaya Maritim”. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 7(2) 82-88.
Burhanuddin Safri, dkk. 2003. Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa (Sejak zaman Prasejarah hingga Abad XVII). Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro Semarang.
Mangunwijaya, 2012, Wastu Citra: Pengantar ke ilmu budaya bentuk arsitektur sendi-sendi filsafatnya beserta contoh-contoh praktis. Pt Gramedia: Jakarta.
Oktavianus. 2019. “Bahasa Dan Budaya Maritim: Identitas dan Pemerkaya Budaya Bangsa”. Pustaka. 19 (1) 17-22.