Duka Mendalam bagi Seorang Ibu

Tiara Salwa Assyifa
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
26 Mei 2022 14:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Salwa Assyifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebuah makam (Sumber foto: Ika Aprilia)
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah makam (Sumber foto: Ika Aprilia)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perjuangan seorang ibu tidak berhenti saat mengandung dan melahirkan buah hatinya dengan mempertaruhkan nyawa. Merawat tumbuh kembang anak pun menjadi hal yang paling sulit untuk dilakukan sebagian ibu. Namun, tidak semua ibu beruntung bisa selalu bersama dengan anaknya.
ADVERTISEMENT
Ika Aprilia atau biasa dipanggil dengan Lia harus menerima kenyataan buruk yang tidak pernah dibayangkan sekali pun. Buah hati yang selama ini ia rawat dengan penuh kasih sayang harus pergi untuk selama-lamanya.
Lia tak kuasa menahan tangis saat melihat tumpukan tanah menutupi tubuh mungil buah hatinya. Kepergian anaknya menimbulkan perasaan mati rasa serta tidak dapat merasakan apa-apa yang terjadi di dalam tubuh.
Ia bahkan tak pernah tahu kalau anak bungsunya itu mengidap leukemia akut, pernyataan itu ia dapat ketika suaminya memeriksa kondisi si bungsu ke rumah sakit. Untuk pertama kalinya ia merasakan seluruh tenaga dari tubuhnya menghilang.
Ucapan duka serta doa yang dikirimkan oleh keluarga dan kerabatnya hanya mampu dibalas dengan tangis yang tak kunjung henti.
ADVERTISEMENT
Kesedihan yang berlarut-larut itu membuat dunianya seakan terhenti, bahkan ia melupakan orang-orang terkasihnya. Suami serta kedua anaknya yang senantiasa menguatkan dirinya hampir ia lupakan.
Lia tidak mau terbuai dalam kesedihan, ia sadar dan mencoba untuk menerima semua kenyataan yang menimpa dirinya. Melihat kedua putra putrinya yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Ia tersenyum seraya mengucap syukur kepada Tuhan karena masih dititipkan dua orang anak yang manis-manis siap menemaninya di kehidupan berkelanjutan ini.
Bagi Lia, kehilangan seorang anak bukan hal yang mudah untuk dilalui baginya. Ia tidak mau kejadian pahit itu menimpa dirinya lagi. Terlebih lagi, ia menjadi memiliki traumatis yang besar kepada kondisi kesehatan kedua anaknya. Ia bahkan tidak mau meninggalkan kedua anaknya tanpa pengawasan langsung dirinya.
ADVERTISEMENT
Suami serta kedua anaknya menjadi sumber kekuatan terbesar baginya untuk menerima dan memaknai kepergian anaknya. Lia mengetahui bahwa kehilangan merupakan sesuatu yang tidak dapat terelakkan, sehingga yang menjadi penting adalah ikhlas dan menerima takdir. Ia mengatakan bahwa kalau memang kehilangan anak adalah kehendak Tuhan, maka ia tidak bisa menolak.
(Tiara Salwa Assyifa/Politeknik Negeri Jakarta)