Food Fingerprint untuk Memastikan Keaslian Produk Pangan

Tiara Anjarsari Nurul Utami
Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pangan, IPB
Konten dari Pengguna
12 Mei 2022 16:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Anjarsari Nurul Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keaslian pangan merupakan sebuah hal yang penting bagi konsumen. Ketika Anda melihat harga secangkir kopi luwak senilai lima ratus ribu rupiah, apakah akan terbesit pertanyaan, “ini kopi luwak asli atau tidak, ya?”. Atau ketika berbelanja minyak zaitun untuk keperluan dapur, apakah benar asli 100% minyak zaitun? Kopi luwak, karena harganya yang tinggi diminati oleh penjual yang berbuat curang sehingga mereka membuat kopi luwak palsu dari kopi yang dicampur pisang hingga kotoran sapi. Minyak zaitun juga merupakan salah satu komoditas yang rawan pemalsuan. Biasanya pemalsuan ini dilakukan dengan memasarkan produk minyak zaitun biasa sebagai extra virgin olive oil, atau berlabel 100% minyak zaitun namun dicampur dengan minyak nabati lainnya yang lebih murah seperti minyak biji bunga matahari, minyak jagung, dan minyak kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana cara memastikan keaslian produk pangan yang kita konsumsi?
Layaknya manusia, makanan juga memiliki “sidik jari” atau juga disebut food fingerprint yang dapat menjadi identitas atau karakter bahan pangan tersebut. Menurut Medina dkk. (2019), sidik jari ini berupa penanda molekuler yang unik pada sebuah bahan pangan yang membuat bahan tersebut dapat dikenali dan dibedakan dengan bahan lainnya. Penanda ini dapat menjawab pertanyaan kita terkait keaslian pangan yang kita konsumsi dikarenakan absennya senyawa penanda atau munculnya senyawa asing yang seharusnya tidak ada dalam suatu pangan berkaitan erat dengan keaslian pangan tersebut. Dalam beberapa kasus, 1 senyawa spesifik tidak cukup untuk dijadikan sebagai penanda sehingga terbentuk sekelompok senyawa sebagai profil identitas sebuah bahan pangan.
ADVERTISEMENT
Food fingerprint menjadi penting seiring dengan meningkatnya kasus pemalsuan pangan. Dilansir dari Eurofins, sebuah produk pangan dapat dibilang asli/authentic apabila produk atau isinya sesuai dengan kondisi asli dan informasi pada labelnya. Produk yang asli harus bebas dari adulterasi, terutama yang berkaitan dengan komposisi, sifat dan kemurnian varietas, serta wilayah geografis asal pangan tersebut dan proses produksinya. Pemalsuan pangan sifatnya disengaja, yang biasanya bertujuan demi keuntungan ekonomi pelaku dan tentunya merugikan konsumen.
Keaslian pangan dapat mempengaruhi kualitas, misalnya kopi Arabika yang dicampur dengan kopi Robusta kemudian diklaim 100% Arabika atau sayuran segar yang diklaim organik padahal masih menggunakan pestisida di kebunnya. Juga kasus madu palsu yang ternyata dicampur dengan sirup gula serta susu yang dicampur air untuk meningkatkan volumenya.
ADVERTISEMENT
Keaslian juga dapat berpengaruh terhadap keamanan pangan dan kesehatan kita sebagai konsumen. Salah satu kasus pemalsuan pangan yang fatal dan menjadi perhatian global adalah kasus susu yang dicampur dengan melamin di Tiongkok pada tahun 2008 (Pei dkk., 2011) untuk menaikkan total nitrogen sehingga kandungan proteinnya menjadi lebih tinggi ketika dianalisa di laboratorium. Pemalsuan ini mengakibatkan 6 orang bayi meninggal, 52.000 masuk rumah sakit, dan 250.000 anak diestimasikan memiliki permasalahan ginjal. Biaya yang ditanggung sistem kesehatan karena permasalahan ini mencapai 58 juta Euro, atau lebih dari 1.3 triliun Rupiah saat ini.
Selain itu, keaslian pangan dapat menjadi penentu kehalalan sebuah produk pangan. Di Indonesia sendiri pernah terjadi beberapa kasus terkait hal ini, seperti daging babi yang dijual sebagai daging sapi, di mana daging babi diolah dengan boraks hingga ketampakannya menyerupai daging sapi dan kasus bakso sapi yang setelah ditelusuri ternyata berasal dari daging celeng.
ADVERTISEMENT
Salah satu penggunaan food fingerprint dalam mengetahui keaslian sebuah produk pangan adalah dengan membedakan spesies dan varian. Ada berbagai alasan perlunya kita dapat memastikan keaslian spesies atau varian pangan, salah satunya yaitu karena pada beberapa spesies tertentu meskipun masih sejenis tapi memiliki keunggulan dari segi ekonomi dan kualitas dibandingkan jenis lainnya. Misalnya pada kopi Robusta dan Arabika. Kopi Arabika memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan kopi Robusta karena memerlukan perhatian khusus untuk penanamannya. Arabika memerlukan kondisi udara yang lembab dan temperatur konstan yang berkisar antara 15-25 °C, serta ditanam di dataran tinggi yang dekat dengan khatulistiwa. Sementara kopi Robusta, seperti namanya, bersifat robust yang berarti kokoh/kuat, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit sehingga perawatannya lebih mudah. Meskipun kopi Arabika dan Robusta juga dapat dibedakan dari bentuk (apabila masih dalam bentuk biji) dan rasanya, penelitian Monakhova dkk., (2015) terkait senyawa penanda yang membedakan kopi Arabika dan Robusta mendapati bahwa senyawa 16-O-methylcafestol (16-OMC) hanya ditemukan pada kopi Robusta dan senyawa kahweol hanya ditemukan pada kopi Arabika.
ADVERTISEMENT
Menjawab pertanyaan tentang kopi luwak di awal, seorang peneliti dari Indonesia tahun 2013, Jumhawan dan timnya telah dapat membedakan kopi luwak yang merupakan kopi termahal di dunia dengan kopi luwak palsu melalui kandungan asam sitrat, asam malat, dan rasio inositol dengan asam piroglutamat. Hal ini tentunya menjadi salah satu terobosan dalam menilai keaslian kopi luwak, mengingat harga secangkir kopi luwak mencapai 500.000 hingga 1.500.000 rupiah.
Selain itu, food fingerprinting juga dapat digunakan untuk mencari tahu asal suatu produk pangan serta bagaimana produk pangan tersebut diproduksi. Beberapa produk pangan dispesifikasikan berdasarkan daerah ia berasal, seperti misalnya Parmigiano Reggiano, keju yang hanya menggunakan susu dari sapi yang diternakkan di provinsi Palma, Reggio Emilia, Modena, Mantua, dan Bologna di Italia. Keju yang dibuat di luar provinsi tersebut tidak boleh menggunakan nama Parmigiano Reggiano. Uni Eropa mengeluarkan peraturan yang digunakan untuk menilai keaslian Parmigiano Reggiano, di mana keju ini harus mengandung asam lemak cyclopropane kurang dari 22 mg per 100 g lemak dan melakukan analisa profil mineral serta isotop. Asam lemak ini berasal dari mikroba yang ditemukan pada produk susu dari sapi yang diberi pakan ternak hasil fermentasi jagung (silase), sementara sapi penghasil susu untuk membuat Parmigiano Reggiano harus diberi pakan ternak dari 6 Provinsi tersebut dan tidak boleh diberi silase. Sedangkan analisa profil isotop dapat menunjukkan apakah keju ini berasal dari area tersebut, karena profil susu yang dibuat keju menunjukkan profil pakan yang dikonsumsi serta area geografis asalnya.
ADVERTISEMENT
Ada juga Madu Manuka dari Selandia Baru yang saat ini banyak diminati karena terkenal akan khasiatnya. Madu Manuka didapat dari tanaman Manuka (Leptospermum scoparium) yang banyak tumbuh di Selandia Baru dan Australia Timur. Madu Manuka ini juga banyak dipalsukan, untuk itu Ministry for Primary Industries Selandia Baru mengeluarkan peraturan untuk pengujian keaslian Madu Manuka ini menggunakan food fingerprint, yaitu bahwa Madu Manuka harus mengandung senyawa berikut dengan kandungan tertentu: 3-Phenyllactic acid, 2’-Methoxyacetophenone, 2-Methoxybenzoic acid, 2-Methoxybenzoic acid, serta DNA Manuka pollen. Apabila suatu madu yang diklaim Madu Manuka tapi tidak mengandung salah satu senyawa tersebut, maka madu tersebut bukan Madu Manuka.
Dengan food fingerprinting, menganalisa keaslian sebuah produk juga berarti menghormati keunikan dari produk tersebut. Bagi sebagian orang, mengonsumsi ikan yang ditangkap dari laut lepas mungkin memberikan pengalaman yang lebih sentimental dibandingkan dengan ikan yang dipelihara di tambak. Seperti juga meminum susu dari sapi yang hidup di padang rumput, atau susu dari sapi yang hidup mengonsumsi pakan konsentrat di sebuah peternakan modern. Dengan eksplorasi senyawa-senyawa penanda pada berbagai jenis makanan dan dibakukan sebagai peraturan, maka analisa keaslian produk akan menjadi lebih mudah dan terstandarisasi, seperti pada kasus Parmigiano Reggiano dan Madu Manuka. Di masa yang akan datang, produk-produk yang khas tersebut akhirnya akan lebih terjaga dan keamanan pangan pun lebih terjamin.
ADVERTISEMENT
Infografis dibuat menggunakan Canva. Sumber gambar: canva.com