Resimen Van Heutsz: Partisipasi Belanda dalam Perang Korea 1950-1953

Tirwid
Pecinta hal-hal random kekinian
Konten dari Pengguna
21 Maret 2022 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tirwid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 25 Juni 1950, Korea Utara melakukan invasi militer terhadap Korea Selatan karena disebabkan keputusan dari Majelis Umum PBB yang hanya mengakui Korea Selatan adalah satu-satunya pemerintahan yang sah di Korea sehingga Korea Utara pun berusaha untuk mendapatkan hak-haknya sebagai negara dan ingin menyatukan Semenanjung Korea di bawah paham Komunis. Selain itu, dengan keadaan ekonomi Korea Selatan yang stabil, Korea Utara secara tidak langsung melakukan pemerasan dengan dalih melakukan serangan militer (Myers 2001, 141).
ADVERTISEMENT
Atas invasi Korea Utara tersebut, pemerintah Korea Selatan meminta bantuan pada Amerika Serikat dan sebagai responnya Amerika Serikat pun mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB untuk membicarakan permasalahan Korea. Dewan Keamanan PBB menerima usulan tersebut karena menilai bahwa invasi Korea Utara merupakan pelanggaran perdamaian. Oleh karena itu, ditanggal 27 Juni 1950, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang intinya memerintahkan pihak Korea Utara untuk menarik pasukannya hingga garis lintang 38° dan meminta para anggota PBB, salah satunya Belanda untuk memberikan bantuan kepada Republik Korea sebagai bentuk kontribusi pada pemulihan ketertiban dan keamanan di daerah yang bersangkutan.
Ilustrasi Bendera Belanda. (Sumber: Pixabay)
Ketika PBB meminta bantuan militer kepada Belanda untuk Korea Selatan ternyata itu bukanlah sesuatu yang mudah diputuskan dan permintaan tersebut pun juga datang disaat yang tidak tepat karena mengingat bahwa Belanda baru saja bangkit dari Perang Dunia II, telah melewati masa untuk menghadapi perjuangan kemerdekaan Indonesia dan sedang terlibat pula dalam penggalangan kekuatan darat untuk NATO. “Tetapi kami memutuskan untuk berkontribusi dalam membantu pertahanan Korea Selatan dan memanggil para sukarelawan. Ternyata ada lebih banyak sukarelawan dan tentara yang mendaftar.” kata Joanne Doornewaard, duta besar Belanda untuk Korea dalam sebuah wawancara dengan Korea JoongAng Daily pada 3 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk bantuan militernya, dikutip dari Inventarisasi Arsip Belanda Detasemen PBB di Korea, 1950-1954. Pada tahun 1950 didirikanlah Nederlands Detachement Verenigde Naties (NDVN) atau Detasemen Belanda PBB di Korea yang ditugaskan ke Infanteri Amerika Serikat. Di dalam bagian angkatan bersenjata ini juga dibentuk Regiment Van Heutsz atau Resimen Van Heutsz sebagai barisan Infanteri Serangan Udara. Pasukan Resimen Van Heutsz sendiri memiliki personel dari beragam latar belakang, seperti beberapa sukarelawan yang pernah bertugas di pasukan resistansi (perlawanan), veteran pertempuran sengit pasca perang di Indonesia, dan mantan pasukan elit Nazi- Waffen-SS yang dibebaskan hukuman penjaranya karena ikut menjadi sukarelawan. Resimen Van Heutsz mengerahkan kekuatannya untuk dua tahun pertempuran di Korea.
Pada bulan Juli 1950, Kapal Angkatan Laut Kerajaan Belanda HNLMS Evertsen dan perwiranya telah diberangkatkan, yang kemudian mereka bergabung dengan Angkatan Laut Inggris untuk operasi di perairan barat Korea dengan memblokade jalur suplai pihak musuh di Laut Kuning dan memberikan sokongan salvo dari laut ke pasukan darat PBB. Selanjutnya pada tanggal 26 Oktober 1950, Batalyon NVDN dan Resimen Van Heutsz yang berjumlah 5.322 tentara berangkat bersama ke Korea Selatan dan baru dapat mendarat di kota pelabuhan Busan pada tanggal 23 November 1950. Batalyon tersebut ditugaskan ke Resimen Infanteri AS ke-38 dari Divisi Infanteri AS ke-2 dan segera bergerak ke garis depan untuk melakukan banyak pertempuran tanpa ada waktu latihan pendahuluan.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk menghadapi Korea Utara, pasukan KATUSA (Korean Augmentation To the United States Army) berkontribusi untuk memberikan kekuatan militer berupa pengetahuan tentang geografis Korea sebagai lokasi pertempuran, menjadi pengarah untuk membedakan pasukan sekutu (Korea Selatan) dengan pasukan musuh dan sebagai media komunikasi antara pasukan anggota PBB dan tentara Korea Selatan. Semua bantuan itu ditujukan untuk memaksimalkan fungsionalitas militer di seluruh Semenanjung Korea.
Pertempuran besar yang dilakukan oleh pasukan Belanda selama perang Korea antara lain Pertempuran Wonju, Hoengseong, pertempuran Inje, dan Iron Triangle (Kumhwa- Cheorwon-Pyongyang) antara tahun 1951 dan 1953. Pada awal Februari 1951, setelah menyelesaikan pertempuran sebanyak dua kali untuk merebut kembali Wonju, ditanggal 11-13 Februari 1951, pasukan PBB dan Korea Selatan bergerak menyerang Hoengseong. Namun, ternyata daerah tersebut benar-benar dikepung oleh musuh yang jumlahnya lebih banyak karena Tentara Sukarelawan Rakyat Tiongkok atau PVA (People's Volunteer Army) menyamar sebagai tentara reguler Korea Selatan. Selama pertempuran, PVA berhasil merebut kembali kota Hoengseong dan menewaskan hampir 14 ribu orang pasukan PBB, dengan sebagian besar korban yang jatuh berasal dari pasukan Korea Selatan, tulis Michael Wicaksono dalam buku Perang Korea: Pertikaian Terpanjang Dua Saudara. "Pertempuran di Hoengseong sangat sengit, Tentara Belanda harus menutupi mundurnya pasukan AS dan Korea ketika mereka diserang oleh Cina.” kata Duta Besar Doornewaard.
ADVERTISEMENT
Pasukan Belanda yang masih bertahan juga tidak memiliki cadangan sehingga mereka tidak dapat memberitahukan kondisi pertempuran pada rekan lainnya. Selain itu, hal yang cukup menyulitkan bagi pasukan PBB, termasuk Belanda adalah belum mengenal dengan baik topografi dan iklim di Semenanjung Korea, bahkan mereka tidak bisa membedakan antara kekuatan Korea Selatan dan Komunis. Namun, kondisi tersebut dapat dicegah oleh pasukan PBB dan Korea Selatan ketika pasukan PVA dan Korea Utara tengah mengalami kendala pengangkutan suplai bahan makanan dan persenjataan untuk persediaan pertempuran merebut Chipyon-ni dan Wonju.
Selanjutnya pada sekitar Musim Semi dibulan April–Mei 1951, Batalyon Belanda di bawah pimpinan Kolonel John Garnett Coughlin berusaha menyusul operasi serangan balik total pasukan PBB beserta pasukan Korea Selatan (ROK) Korps I dan III di sungai Soyang, Inje. Walaupun sempat mengalami kesulitan karena jumlah PVA/KPA (Tentara Rakyat Korea) terus bertambah. Namun, kemenangan dapat diraih oleh pasukan PBB dan Korea Selatan pada tanggal 22 Mei 1951.
ADVERTISEMENT
Partisipasi Belanda yang selanjutnya adalah pertempuran Punggungan Patah Hati yang dimulai pada tanggal 13 September – 15 Oktober 1951 (Bahasa Inggris: Battle of Heartbreak Ridge), sebuah punggung bukit yang terletak di Provinsi Gangwon. Selama berjalannya pertempuran ini pasukan Korea Utara dan Cina telah mengorganisir posisi pertahanan yang kuat secara mendalam dan memiliki keuntungan dari rute yang dapat menghadirkan dukungan logistik dan bala bantuan. Karena hal tersebut, pasukan PBB harus maju melewati rute-rute yang ditutupi oleh artileri dan tembakan mortir KPA. Namun, kemenangan masih berpihak pada pasukan PBB dan Korea Selatan
Partisipasi Belanda yang selanjutnya adalah membantu memadamkan pemberontakan Kamp POW Geoje-do di Gyeongsangnam-do selatan. Pemberontakan ini terjadi karena kurangnya jumlah personel keamanan ketika terjadi kesitegangan antara penjaga dan tahanan kamp dari pihak musuh. Kemudian tindakan militer yang terakhir dilakukan oleh pasukan Belanda adalah mempertahankan Bukit 340, di dekat Kumhwa selama negosiasi gencatan senjata yang berusaha untuk mengakhiri Perang Korea pada sekitar pertengahan bulan Juli 1953.
ADVERTISEMENT
Akhirnya pada tanggal 27 Juli 1953, di bawah komando PBB, pasukan Korea Selatan (ROK), Tentara Sukarelawan Rakyat Tiongkok (PVA) dan Tentara Rakyat Korea (KPA) menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata pada 27 Juli 1953 untuk mengakhiri pertempuran dan pihak yang berperang membentuk Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) meskipun sebenarnya tidak ada perjanjian damai yang disepakati. Lalu setelahnya pasukan Belanda tetap berada di Korea sampai pada tahun 1954 untuk operasi penjaga perdamaian.
Selama Perang Korea tercatat 768 korban secara total. Dari 768 korban tersebut, 120 orang—termasuk dua tentara angkatan laut—tewas, 381 orang terluka, 3 orang hilang, dan 264 orang terluka dalam misi non-tempur. Dengan melihat pengorbanan pasukan Belanda selama Perang Korea, maka NDVN dianugerahi Distinguished Unit Citation oleh Presiden AS Harry S. Truman atas tindakan mereka di Lembah Hoengseong dan 43 penghargaan Korea. Kemudian di Belanda sendiri tepatnya di Rotterdam, didirikan monumen Perang Korea untuk memperingati partisipasi pasukan Belanda di Korea.
ADVERTISEMENT
Salah satu karakteristik yang khas dari Resimen Van Heutsz adalah semangat personelnya yang kuat. Meskipun mereka memiliki latar belakang yang berbeda namun hal tersebut dapat dikesampingkan dengan baik sehingga mereka berhasil untuk menjalankan komitmen bertempur hingga akhir.