Menanti “Kenormalan Baru” Iklim Komunikasi Pasca Penyederhanaan Birokrasi

Tiara Kharisma
Ibu dari dua anak. Menempuh pendidikan sarjana di Prodi Ilmu Komunikasi Unpad dan magister di Departemen Ilmu Komunikasi UI.
Konten dari Pengguna
14 Januari 2021 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Kharisma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Program penyederhanaan birokrasi menjadi salah satu perhatian kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin. Hal ini secara tegas disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019 silam. Saat itu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa jajarannya akan melaksanakan penyederhanaan eselonisasi di instansi pemerintah yang hanya menjadi 2 level. Eselon III dan IV (bahkan di beberapa instansi terdapat eselon V) akan disetarakan dan diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan kompetensi.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum ditegaskan kembali dalam pidato Pelantikan Presiden Jokowi, banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak sejalan dengan wacana tersebut. Seperti halnya yang dikemukakan Sekretaris Utama Badan Kepegawaian Negara, Eko Sujitno (JPNN, 10/1/2012) bahwa banyak pegawai yang menolak dipindahkan ke jabatan fungsional, karena umumnya PNS menilai jabatan struktural sama dengan golongan priyai.
Kendati demikian, memasuki tahun 2020, wacana penyederhanaan birokrasi tidak dapat ditawar kembali. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di bawah komando Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan rekomendasi bagi beberapa instansi pemerintah terkait penyederhanaan birokrasi. Bahkan terhitung sampai dengan 22 Juni 2020, penyederhanaan struktur birokrasi telah mendekati angka 60 persen di seluruh instansi pemerintah tingkat pusat maupun daerah (kabar24.bisnis.com, 22/6/2020).
ADVERTISEMENT
Ketika penyederhanaan birokrasi dilakukan, tananan struktur organisasi baru akan terbentuk. Hanya sedikit sekali pejabat struktural eselon III dan IV yang masih menjabat, selebihnya disetarakan menjadi jabatan fungsional. Menyikapi kondisi ini, penulis memandang seharusnya perubahan ini turut berimplikasi pada interaksi dan pola komunikasi yang terjadi antara individu di instansi pemerintah.
Sebelum penyederhanaan birokrasi, interaksi komunikasi formal kedinasan kerap terjadi secara hierarki birokrasi (mulai dari eselon V atau IV sampai dengan eselon I), baik itu bersifat vertikal (upward dan downward), horizontal maupun diagonal. Pasca penyederhanaan birokrasi, besar kemungkinan individu di organisasi akan mengalami kebingungan untuk mencari pola dalam berinteraksi, khususnya secara kedinasan. Salah satunya dikarenakan sama-sama menjabat sebagai jabatan fungsional, maka satu sama lain memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai pejabat fungsional sesuai dengan tingkat dan jenjang jabatan yang diembannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun bagi beberapa pejabat struktural eselon V, IV dan III yang disetarakan jabatannya menjadi jabatan fungsional memiliki kewenangan lebih dengan tambahan jabatan sebagai koordinator ataupun subkoordinator, namun dalam berinteraksi sebaiknya memiliki mind set menerapkan prinsip komunikasi yang tidak bersifat komando ataupun perintah. Tatanan kenormalan baru dalam pola interaksi kedinasan di instansi pemerintah pasca penyederhanaan birokrasi sudah semestinya menjadi pilihan untuk dijalankan. Pola interaksi yang diterapkan sebaiknya sesuai dengan tambahan nomenklatur yang melekat pada jabatannya (koordinator dan subkoordinator), yakni bersifat koordinatif dan kolaboratif dengan pejabat fungsional lainnya.
Jika pola interaksi atau komunikasi berubah atau bahkan masih tetap terlegitimasi seperti seolah-olah tetap ada ada jenjang eselon V, IV dan III, maka akan turut mempengaruhi iklim komunikasi di instansi pemerintah. Pace dan Faules (2010) menyebutkan iklim komunikasi dibentuk melalui interaksi antara anggota-anggota yang ada dalam organisasi. Iklim komunikasi juga turut memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Perubahan cara pandang pasca penyederhanaan birokrasi akan menjadi hal penting yang mendasari bagaimana berinteraksi dan menyikapi pengurangan jenjang birokrasi. Tentunya, akan dibutuhkan adaptasi dan kebiasaan baru dalam berkomunikasi kedinasaan di antara individu, khususnya dalam konteks komunikasi formal di instansi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Adaptasi dan kebiasaan baru dalam pola interaksi kedinasan di instansi pemerintah pasca penyederhanaan birokrasi ini sebaiknya tidak hanya melibatkan para PNS yang disetarakan jabatannya menjadi jabatan fungsional, tetapi justru melibatkan seluruh jajaran pegawai di instansi pemerintah. Apalagi dalam organisasi pemerintahan di Indonesia, sosok pemimpin memiliki peranan penting untuk mendorong terlaksananya suatu perubahan untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik (Rizkyaputri, 2014). Ini tak lain agar seluruh elemen anggota organisasi di instansi pemerintah memahami dan memiliki pemahaman yang sama mengenai tujuan dan cara menyikapi penyederhanan birokrasi. Dengan demikian, iklim komunikasi yang terbentuk diharapkan dapat sejalan dengan prinsip penyederhanaan birokrasi seperti yang kerap digaungkan Presiden Jokowi.
Ini penting menjadi perhatian bagi tiap instansi pemerintah yang akan dan telah menerapkan penyederhanaan birokrasi. Karena perubahan pola interaksi yang turut mewarnai iklim organisasi, akan turut berimplikasi terhadap motivasi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Jangan sampai perubahan yang terjadi pasca penyederhanaan birokrasi justru akan menimbulkan dinamika baru dalam organisasi. Apalagi jika masih ada anggapan individu yang tetap memandang bahwa pasca penyederhanaan birokrasi, namun masih menganggap bahwa seolah-olah masih ada jenjang eselon V, IV dan III, tetapi dalam wujud jabatan fungsional. Hal tersebut justru malah berpotensi memunculkan penyederhanaan birokrasi yang semu, sehingga memungkinkan tujuan pemangkasan eseloninasi sebagai upaya dalam meningkatkan efektivas kinerja dan pelayanan publik akan sulit dicapai.
ADVERTISEMENT
Oleh karena penyederhanaan birokrasi bukan hanya dilakukan untuk menjalankan amanat Presiden Jokowi semata atau menghindari sanksi penundaan pembayaran tunjangan kinerja. Kembali harus diingat oleh seluruh aparatur pemerintah, bahwa pada prinsipnya sebagaimana dijelaskan Menteri PANRB Tjahjo Kumolo bahwa penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan mempercepat pengambilan keputusan, sehingga terbentuk birokrasi yang lebih dinamis, agile, dan profesional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam mendukung pelayanan publik.