Asimilasi Napi di Masa Pandemi

Tiara
Journalist
Konten dari Pengguna
26 Juli 2022 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1. Narapidana jalan asimilasi dan dikembalikan ke masyarakat. Sumber: Ditjenpas.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1. Narapidana jalan asimilasi dan dikembalikan ke masyarakat. Sumber: Ditjenpas.go.id
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, masyarakat dibuat kaget dengan keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang akan mempercepat pembebasan bersyarat melalui kebijakan program relaksasi asimilasi untuk narapidana (napi) dan anak didik pemasyarakatan yang memenuhi syarat di masa pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Program tersebut dilandasi oleh merebaknya wabah Covid-19. Kondisi lembaga pemasyarakatan yang sangat padat pun memperburuk penyebaran wabah di lapas.
Program tersebut membuat sebagian anggota masyarakat merespons negatif dan khawatir atas napi yang akan menjalani program relaksasi asimilasi tersebut.
Masyarakat risau terhadap kebijakan tersebut, karena khawatir napi asimilasi kembali melakukan kejahatan.
Akan tetapi, program relaksasi asimilasi tersebut penting untuk memberikan perlindungan bagi napi dari bahaya Covid-19 serta merupakan hak napi agar siap untuk kembali hidup normal dalam lingkungan masyarakat.
Kebijakan Relaksasi Asimilasi
Pada tahun 2020 awal, publik dihebohkan dengan virus Covid-19 yang mulai menyebar di wilayah Indonesia.
Terhitung sejak Maret 2020, kebijakan berupa pembatasan hingga karantina telah dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia mengingat virus ini menular dengan sangat cepat. Kasus Covid-19 pada saat itu terus meningkat hingga mencapai 153 kasus terkonfirmasi per hari, dengan pertambahan 50 kasus pada 27 Maret 2020.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, lapas dan rumah tahanan (rutan) kelebihan kapasitas. Pada Februari 2020, sebanyak 30 dari 33 provinsi memiliki tingkat overcapacity, di mana 13 di antaranya bahkan memiliki persentase hunian di atas 200%.
Kondisi lapas dan rutan yang melebihi kapasitas dengan ruangan tertutup minim ventilasi berpotensi menciptakan klaster baru Covid-19.
Menimbang hal tersebut serta hak asasi napi, pada 30 Maret 2020, diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Peraturan itu menyatakan bahwa lapas, rutan, dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19 serta program Asimilasi dan Hak Integrasi Narapidana sebagai upaya mencegah dan menanggulangi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Asimilasi napi dan anak pada masa pandemi Covid-19 dilakukan di rumah dengan pembimbingan dan pengawasan balai pemasyarakatan (bapas).
Pemberian asimilasi ini dapat dilakukan kepada narapidana yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan, tetapi tidak untuk napi dengan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, kejahatan transnasional terorganisasi, serta warga negara asing.
Napi yang mendapatkan hak asimilasi tidak serta merta bebas tanpa pengawasan. Napi akan dirumahkan dan dalam pengawasan ketat oleh bapas. Bahkan, di beberapa daerah, bapas sudah memakai aplikasi dalam melakukan pengawasan dan pembimbingan.
Dilansir dari situs berita Radar Semarang, Bapas Kelas I Semarang melakukan pengawasan dan pembimbingan jarak jauh terhadap napi yang mendapatkan asimilasi menggunakan aplikasi Siwasklija. Aplikasi ini dilengkapi dengan fitur web camera serta dapat mengetahui titik koordinat napi, sehingga memudahkan bapas dalam melakukan pengawasan.
ADVERTISEMENT
Di daerah lain, dilansir dari situs berita Radar Jogja, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham (Kanwil Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Monitoring dan Evaluasi Narapidana Asimilasi dan Integrasi (Si Monas).
Melalui aplikasi ini, Bapas dapat memantau sejauh mana narapidana melaksanakan bimbingan serta kegiatan apa saja yang dilakukan, sehingga mencegah narapidana kembali melakukan tindak kriminal.
Pro Kontra Relaksasi Asimilasi
Kebijakan asimilasi menuai berbagai tanggapan dan sudut pandang dari masyarakat. Di satu sisi, terdapat anggota masyarakat yang menyambut baik kebijakan ini.
Seperti yang ditulis Hisyam Ikhtiar dalam “Analisis Kebijakan: Asimilasi dan Integrasi Narapidana di Masa Pandemi Covid-19”, langkah yang paling tepat dan efektif untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lapas dan rutan adalah pengurangan jumlah narapidana dan tahanan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, sebagian masyarakat merasa risau dan kontra terhadap kebijakan yang muncul akibat asimilasi pada masa pandemi.
Kriminalitas yang berulang dan meningkat menjadi salah satu kekhawatiran utama masyarakat sehingga kontra terhadap kebijakan ini.
Saat kembali ke masyarakat di tengah pandemi Covid-19, eks napi dihadapkan pada situasi kejatuhan hampir seluruh sektor perekonomian. Mendapatkan pekerjaan demi keberlangsungan hidup saat pandemi bukan merupakan hal yang mudah.
Meski begitu, data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per April 2020 menunjukkan bahwa hanya 12 napi yang melakukan tindak kejahatan kembali dari kurang lebih 300.000 napi yang mendapat asimilasi.
Alasan lain masyarakat kontra terhadap kebijakan ini adalah kurangnya pengawasan terhadap napi yang menjalankan asimilasi.
Tak sedikit masyarakat yang mengira bahwa para napi dibebaskan begitu saja, padahal eks napi yang telah kembali ke masyarakat pun tetap dalam pantauan pihak yang berwenang.
ADVERTISEMENT
Asimilasi juga tak diberikan ke semua napi, melainkan yang telah memenuhi syarat sesuai dengan yang tertulis dalam Permenkumham Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Keberhasilan Relaksasi Asimilasi
Meski terdapat kontroversi atas program asimilasi yang diterapkan oleh pemerintah, program tersebut terbukti merestorasi kebijakan pemidanaan hukuman penjara, serta menunjukkan keberhasilan dalam memengaruhi perubahan karakter dari napi.
Saat ini pemerintah masih mengutamakan penegakan hukuman penjara dalam penegakan hukum untuk memberi efek jera bagi seseorang yang tersangkut kasus hukum. Selama pemerintah tidak mengubah kebijakan penegakan hukum, lapas dan rutan di Indonesia akan selalu padat dan berisiko.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu memikirkan pendekatan restorative justice sebagai upaya mengurangi overcapacity penjara.
Konsep restorative justice merupakan pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi para pelaku tindak pidana serta korban.
Mekanisme tata cara dalam peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi korban dan pelaku.
Dalam aspek perubahan karakter dari narapidana, program asimilasi dipercaya membawa pengaruh positif dalam merubah karakter narapidana menjadi lebih baik.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh Novdy Suoth, Cornelius J. Paat, dan Eveline J.R. Kawung dalam jurnalnya yang berjudul "Keberhasilan Asimilasi dalam Merubah Karakter Narapidana di Balai Pemasyarakatan Kelas Dua Manado" terhadap seorang mantan narapidana di Mokobang, Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa napi yang diwawancara merasa sangat senang diizinkan untuk mengikuti program asimilasi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Napi itu mengungkapkan bahwa keberadaan di dalam lapas yang cukup lama memberikan efek tekanan mental yang besar.
Napi yang dikeluarkan dari lapas dapat dijauhkan dari pikiran-pikiran negatif yang ada dan melekat. Beratnya tekanan dan pengaruh negatif tersebut mengakibatkan narapidana membutuhkan lingkungan sosial yang baru agar bisa merasakan ketenangan mental dan kebahagiaan diri.
Dalam aspek sosial, mengutip dari hasil wawancara, masyarakat sekitar juga tidak memberikan pandangan negatif terhadap keberadaan narapidana di lingkungan masyarakat.
Masyarakat sekitar tidak menganggap para napi ini sebagai pribadi yang mengancam jiwa. Pandangan tersebut timbul dikarenakan masyarakat berpikir bahwa para napi ini sudah insaf dan sudah menyesali perbuatan mereka. Sikap masyarakat yang mengakomodasi dengan baik para napi sangat menunjang keberhasilan asimilasi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya bagi napi, program asimilasi juga terbukti dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Salah satu kasus nyata dapat dilihat dari kasus CV Surya Tanjung Enim yang merasa terbantu dengan kontribusi napi asimilasi Lapas Muara Enim dalam pemasangan paving block di GOR PT Bukit Asam Tanjung Enim seluas kurang lebih 13.000 meter persegi.
Tujuh napi membantu mengerjakan paving block yang diharapkan selesai dalam waktu seminggu, kata Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Kegiatan Kerja Lapas Muara Enim, Dailami.
Selain itu, tiga napi asimilasi juga diperbantukan untuk membuat 50 seragam karyawan PT Indo Global Tanjung Enim. Mereka yang dipekerjakan telah menjalani setengah masa pidana dan didampingi dua petugas lapas sesuai dengan SOP asimilasi.
ADVERTISEMENT
Napi yang menjalani asimilasi juga dapat berkontribusi dalam hal lainnya, apabila dipercayakan dengan berbagai tugas yang bisa mereka kerjakan. Beberapa di antaranya ialah berkebun, mengolah lahan kosong di sekitar perkantoran, menjadi sopir mengantar bahan hasil kerja mandiri ke pasar, bekerja paruh waktu di lingkungan gereja dan rumah warga, juga membantu menunjang aktivitas perkantoran di rutan.
Napi mendapat upah atas hasil kerja pada proses asimilasi, tetapi diberikan ke kantor sebagai aset negara, sebab mereka masih dalam perlindungan dan pengawasan lapas.
Meski ada catatan positif sebagaimana diuraikan di atas, narasi negatif yang menunjukkan bahwa napi akan kembali melakukan aksi kejahatan memang bukanlah suatu kebohongan.
Terdapat kemungkinan bagi napi untuk kembali melakukan hal tersebut. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan angka yang napi yang dibebaskan, jumlah napi yang kembali melakukan kejahatan hanya sepersekian persen. Masih lebih banyak napi yang dapat memperbaiki tindakan dan perilaku mereka.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut menunjukkan potensi program asimilasi dalam merestorasi kebijakan pemidanaan yang ada di Indonesia.
Narapidana mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan efek jera yang lebih baik, serta kesempatan untuk dapat memiliki kehidupan normal setelah melalui masa pemasyarakatan.
Potensi positif tersebut diharapkan dapat memberikan efek domino dalam membantu membangun masyarakat yang lebih baik kedepannya, serta mengurangi angka kriminalitas.
Masyarakat harus bersedia menerima dan mau menaungi napi asimilasi dengan baik. Sudah sewajarnya masyarakat bersedia untuk membantu proses asimilasi napi mulai dari membantu mengawasi, menjaga, serta memberikan perhatian positif atas kebutuhan dari napi tersebut.
Tidak baik apabila masyarakat pada akhirnya hanya apatis terhadap proses asimilasi, atau bahkan turut memberitakan pesan negatif atas keberadaan napi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut sejalan dengan pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang meminta publik memberi kesempatan kedua bagi para napi yang dibebaskan lewat program asimilasi dan integrasi.
Yasonna Laoly mengatakan setiap orang, termasuk para napi tersebut, pasti pernah melakukan kesalahan, sehingga harus diberikan kesempatan kedua untuk kembali ke masyarakat.
Pernyataan tersebut dilandasi oleh kenyataan bahwa kejahatan adalah produk sosial. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab semua masyarakat untuk turut serta membimbing dan menjaga napi dalam menjalani transformasi diri di dalam lingkungan masyarakat agar mampu menjadi lebih positif, produktif, dan berdampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.