Konten dari Pengguna

Ramai Diserbu Mahasiswa: Kisah Produksi Axcel Fried Chicken dan Ayam Geprek

Tiffany Putri Ramadhani
Mahasiswa Universitas Andalas
2 Oktober 2024 18:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiffany Putri Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sumber: Tiffany Putri Ramadhani (Fakultas ekonmi dan bisnis Universitas Andalas)
—Ayam geprek merupakan makanan khas Indonesia yang sering menjadi pilihan utama para mahasiswa. Ayam yang dibaluri tepung dan digoreng hingga krispi, dipadukan dengan sambal geprek yang pedas, serta disajikan dengan nasi hangat, membuatnya semakin nikmat. Selain itu, harga satu porsi ayam geprek yang terjangkau menjadi alasan utama mengapa makanan ini digemari oleh mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Saat ini, banyak usaha ayam geprek yang bermunculan, salah satunya kedai makan “Axcel Fried Chicken & Ayam Geprek” yang telah beroperasi sejak 2022 dan dikelola oleh sepasang suami istri, Ibu Ii dan Pak Zoni. Terletak strategis di Jl. Dr. Moh. Hatta, Kapala Koto, Kec. Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat, sebelum menuju kampus Universitas Andalas, kedai ini ramai diserbu mahasiswa.
Harga makanan di kedai ini cukup terjangkau; dengan hanya Rp10.000, kamu sudah bisa menikmati satu porsi ayam krispi potongan kecil lengkap dengan nasi, sambal geprek, dan lalapan. Menu di Axcel Fried Chicken & Ayam Geprek bervariasi dengan harga yang kompetitif. Pembayaran biasanya dilakukan secara tunai, tetapi pelanggan juga bisa menggunakan aplikasi Dana.
ADVERTISEMENT
Banyak pelanggan yang merasa senang dan menjadi langganan di kedai ini. “Harganya murah banget, porsinya juga banyak. Kalau beli paket ayam seru seharga Rp10.000 masih kurang, lebih baik ambil paket ayam geprek biasa plus nasi seharga Rp15.000, lalu tambah Rp3.000 untuk es teh. Rasa dan bumbu ayamnya enak, apalagi sambal gepreknya selalu pedas. Tidak pernah nyesel jajan di sini, sudah murah, perut juga kenyang,” kata salah satu pelanggan.
Sumber: Tiffany Putri Ramadhani (Fakultas ekonomi & bisnis Universitas Andalas)
Kedai ini buka mulai pukul 09.00 pagi hingga dagangan habis, biasanya antara pukul 20.00 hingga 23.00. Ibu Ii menyatakan bahwa setiap hari ia bisa memproduksi sebanyak 15 ekor ayam. Ayam-ayam tersebut tidak langsung digoreng sekaligus, melainkan dilakukan secara bertahap agar yang disajikan kepada pelanggan tetap hangat dan fresh. Pada tahap pertama, Ibu Ii akan menggoreng sekitar 13-20 potong. Setelah ayam mulai habis, penggorengan dilanjutkan di tahap berikutnya. Penggorengan dilakukan dengan minyak yang bersih, dan jika minyak terlihat kotor, langsung diganti atau ditambahkan dengan yang baru.
ADVERTISEMENT
Cabai yang digunakan adalah cabai segar yang dibeli setiap hari oleh Ibu Ii dan Pak Zoni. Sambal geprek biasanya dibuat di rumah sebelum membuka kedai. Meskipun harga cabai di pasar tidak stabil, Ibu Ii dan Pak Zoni berkomitmen untuk tidak menaikkan harga atau menurunkan kualitas dagangan mereka. “Kalau harga cabe naik, kami tidak akan menaikkan harga atau mengurangi porsi. Kami ingin pelanggan merasa nyaman dan tidak bingung dengan perubahan harga,” kata Ibu Ii.
Setiap hari, mereka menggunakan sekitar 10 liter nasi. Nasi selalu disajikan dalam keadaan hangat dan dibuat baru setiap kali stok habis. Lalapan seperti selada dan timun juga disediakan sebagai pelengkap seporsi ayam geprek, dengan stok lalapan mencapai 2 kg yang dibeli baru setiap hari.
ADVERTISEMENT
Selain karena produksinya yang mudah dan diminati masyarakat, alasan sepasang suami istri ini membuka kedai ayam geprek di tengah banyaknya pesaing adalah perputaran uang yang cepat. Mereka percaya bahwa rezeki telah diatur oleh yang Maha Kuasa, sehingga tidak terlalu khawatir dengan banyaknya pesaing. Keuntungan bersih dari usaha ini berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 700.000 per hari.
Tentunya, berdagang memiliki tantangan tersendiri. Salah satu tantangan yang dihadapi Pak Zoni dan Ibu Ii adalah saat hari libur semester. “Biasanya, saat libur semester, kedai sepi karena mahasiswa pulang kampung. Pendapatan juga ikut menurun. Namun, saat hari kuliah, terutama di akhir pekan, bisa lebih ramai dan stok habis lebih cepat,” kata Pak Zoni dan Ibu Ii.
ADVERTISEMENT
Begitulah kisah produksi dan perjalanan pemilik kedai Axcel Fried Chicken & Ayam Geprek. Dengan harga yang terjangkau, mereka secara tidak langsung membantu mahasiswa yang dompetnya sedang kering. Walaupun harga terjangkau, kualitas produksi ayam geprek tetap terjaga. Kualitas yang baik tentu akan menarik pelanggan untuk berlangganan di kedai ini. Meskipun ada tantangan dalam merintis usaha, hal tersebut tidak menghalangi kesuksesan Ibu Ii dan Pak Zoni.
-Tiffany Putri Ramadhani (Jurusan manajemen, fakultas ekonomi dan bisnis, Universitas Andalas).