Kopi Indonesia: Dua Sisi Mata Uang

Tiffany Diahnisa
Public Relation
Konten dari Pengguna
7 Juli 2019 22:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiffany Diahnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kopi. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kopi. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ibarat dua sisi mata uang, komoditas kopi di Indonesia tengah mengalami penurunan volume ekspor. Tetapi uniknya konsumsi dalam negeri justru mengalami peningkatan. Ya, kini produksi kopi Indonesia harus berbagi pasokan untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan konsumsi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Ini memunculkan kekhawatiran bagi para petani kopi hingga pengusaha dengan perkebunan skala besar. Mengutip data Badan pusat Statistik (BPS), ekspor kopi mengalami penurunan signifikan 34% pada periode Januari hingga November 2018 menjadi USD 734,73 juta dibandingkan periode sama di tahun 2017.
Sedangkan untuk tahun 2019 ini, diprediksi permintaan dan harga ekspor kopi akan optimis perlahan meningkat.
Sisi lainnya, gaya hidup masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi kopi menjadi salah satu 'katrol' yang dapat meningkatkan jumlah permintaan bubuk kopi olahan di dalam negeri. Adanya permintaan yang tinggi ini membuat eksportir melihat bahwa pasar kopi dalam negeri lebih 'seksi'.
Memang jika dilihat, mulai dari Ibu Kota Negara hingga ke kota-kota lainnya di Indonesia, menjamur kedai kopi dengan mengusung konsep coffee to go dengan nama brand yang unik. Eksistensi kopi ini juga didukung dengan adanya kemudahan pemesanan melalui online.
ADVERTISEMENT
Melansir dari Susenas BPS, data konsumsi kopi dalam rumah tangga di Indonesia dalam wujud bubuk/biji mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi 0,864 kilogram (kg)/kapita/tahun atau naik 8,25% dibandingkan tahun 2017 sebesar 0,798 kg/kapita/tahun. Angka ini diprediksi akan stabil pada tahun 2019-2020 sekitar 0,864 kg/kapita/tahun.
Akan tetapi, terjadinya peningkatan pada GDP (Gross Domestic Product) riil per kapita turut memengaruhi daya beli dan konsumsi masyarakat meningkat, sehingga permintaan di dalam negeri terhadap komoditas biji kopi pun ikut mengalami peningkatan.
Disusul adanya nilai tukar riil yang mengalami depresiasi. Kemudian, jarak ekonomi atau biaya distribusi yang tergolong mahal sehingga membuat negara tujuan ekspor kopi lebih memilih untuk meningkatkan stok di dalam negerinya dibanding harus mengimpor dari negara lain.
ADVERTISEMENT
Melimpahnya produksi komoditas perkebunan di pasar global (utamanya produksi dari Vietnam dan Brasil) juga membuat harga kopi internasional relatif mengalami penurunan. Hal ini yang menyebabkan eksportir menahan waktu pengiriman. Biasanya harga kopi basic Indonesia sebesar Rp 27.000/kg, tetapi saat ini hanya Rp 24.000/kg.
Faktor lainnya ialah luas lahan perkebunan kopi di Indonesia. Berdasarkan informasi Direktorat Jenderal Perkebunan, pada tahun 2017 luas perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,23 juta hektare. Luasan ini berturut-turut mengalami penurunan terhitung sejak tahun 2013 mencapai 1,24 juta hektare.
Sedangkan pada tahun 2018, total luas lahan kopi 1.259.136 hektare, di mana seluas 919.500 hektare adalah lahan kopi robusta. Juga adanya persoalan produktivitas per hektare yang rendah dibandingkan negara pengekspor kopi lainnya, yakni 1,1 ton/hektare untuk kopi robusta dan 600-700 kg/hektare untuk produktivitas kopi arabica.
ADVERTISEMENT

Indonesia #BeraniEkspor Kopi

Ilustrasi ekspor kopi. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
Kopi hasil produksi Indonesia adalah komoditas yang telah diakui oleh dunia. Biji kopi yang berkualitas, tingkat defect count yang rendah, dan cita rasa yang tinggi membuat Indonesia masuk dalam negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia lho.
Melihat adanya apresiasi dari dunia internasional dan masalah tentang komoditas kopi yang kini tengah dialami, maka harus ada langkah konkret untuk membuat Indonesia terus #BeraniEkspor kopi.
Pertama, Badan Karantina Pertanian melakukan perjanjian SPS (Sanitary and Phytosanitary), yakni Indonesia-Australia Comphrehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Asian Hong Kong-China FTA, dan Indonesia-EFTA CEPA. Perjanjian ini ditujukan untuk meningkatkan ekspor komoditas kopi dan komoditas lainnya.
Kemudian bekerja sama dengan bea cukai untuk melakukan pengecekan data terkait kerja sama kontrak ekspor kopi arabika Mandailing antara Indonesia dan perusahaan di Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Lalu pertukaran e-Cert dengan negara mitra dagang untuk mengurangi penolakan komoditas, mencegah pemalsuan dokumen, dan mempercepat proses quarantine clearance. Selain itu, terdapat aplikasi peta komoditas ekspor produk pertanian i-MACE yang memudahkan pemerintah daerah untuk memetakan sentra & jenis komoditas unggulan ekspor.
Di era industri 4.0, badan yang berada di bawah Kementerian Pertanian ini juga memanfaatkan teknologi digital untuk memberikan #142KarantinaMelayani dengan baik.
Kebijakan untuk perizinan ekspor juga dipersingkat menjadi sekitar 3 jam. Wah cepat ya! Ini merupakan sistem layanan karantina jemput bola untuk mendukung pembangunan kawasan pertanian berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif. Oh iya, sistem ini juga diklaim dapat mengatur registrasi kebun, sertifikasi packaging house, dan pembinaan mutu antara eksportir, petani, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian juga melihat peluang lainnya di industri pengolahan kopi nasional untuk memperluas pasar ekspor, antara lain Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Ekspor produk kopi olahan dalam negeri ini didominasi oleh kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi.
Pemerintah mengharapkan nantinya Indonesia dapat menjadi eksportir utama roasted bean di Asia dan dunia. Untuk itu, pemerintah berupaya menjamin kualitas melalui sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, penggunaan teknologi, serta peningkatan sisi sumber daya manusia baik barista, roaster, dan cupper/penguji cita rasa.

Petani Harus Berdaya

Tentunya berbagai program pemerintah untuk mengakselerasi ekspor kopi juga diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan para petani kopi, yaitu dengan melakukan pendampingan penyuluhan bagaimana melakukan budi daya kopi--pemangkasan, pemupukan, penyiangan, dan pemanenan hingga penyortiran biji kopi pilihan, yang didukung dengan teknologi pertanian yang tentunya dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas panen.
ADVERTISEMENT
Pembentukan kelembagaan petani kopi yang kuat juga dilakukan agar petani dapat melakukan pertukaran informasi, sehingga terjadi transfer pengetahuan di antara petani kopi mengenai sistem budi daya kopi yang baik.
Ya, ekspor kopi Indonesia memiliki kontribusi yang besar bagi negara, baik dari sisi peningkatan devisa, membuka peluang pekerjaan, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Yuk dukung kemajuan ekspor kopi nasional!