Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Cerpen Langit Baru Amora
27 Januari 2025 12:17 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Tika Hikmawati Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Langit pagi itu begitu cerah, dengan semburat warna merah muda yang menari di antara awan tipis. Amora duduk di tepi jendela kamar apartemennya, memandangi pemandangan kota di bawah sana. Gedung-gedung tinggi, kendaraan yang lalu lalang, dan hiruk pikuk kehidupan kota seakan membentuk sebuah lukisan hidup yang bergerak cepat. Namun, meski dunia di luar tampak begitu hidup, hatinya terasa kosong. Sebuah kekosongan yang tak bisa ia jelaskan, tapi selalu mengganggu.
ADVERTISEMENT
“Kenapa aku merasa kosong?” bisiknya pelan, seolah takut jika kata-kata itu keluar terlalu keras, bisa menghancurkan kedamaian yang selama ini ia usahakan.
Amora baru saja menyelesaikan pendidikan S1-nya di salah satu universitas terkemuka. Selama bertahun-tahun, ia telah berjuang keras untuk meraih gelar, menghadapi berbagai ujian dan tekanan, meyakinkan dirinya bahwa dengan gelar ini, masa depannya akan terjamin. Namun, kini, setelah meraihnya, ia justru merasa lebih bingung dari sebelumnya. Dunia seakan terbuka lebar dengan berbagai kemungkinan, namun ia terjebak dalam ketidakpastian yang sulit dijelaskan.
Pagi itu, Amora menerima telepon dari ibunya. Suaranya yang penuh harapan terdengar melalui speaker ponselnya.
“Amor, kamu sudah ada rencana belum? Ibu dengar ada beberapa lowongan yang menarik. Mungkin ini saatnya kamu mulai mencari pekerjaan tetap, kan?” suara ibu Amora terdengar penuh semangat, seperti biasa.
ADVERTISEMENT
Amora menghela napas, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Percakapan ini, yang sudah sering terjadi, selalu membuatnya merasa tertekan. Ibunya selalu berbicara dengan penuh keyakinan tentang masa depan yang tampak jelas dan pasti. Namun bagi Amora, masa depan itu terasa seperti kabut yang tak bisa ia sentuh, penuh ketidakjelasan dan keraguan.
“Ibu, aku… aku sedang berpikir tentang sesuatu yang lain,” jawab Amora, berusaha menyembunyikan keraguan dalam suaranya.
“Apa maksudnya, Amor? Kamu bukan tipe yang suka berlama-lama berpikir. Ibu khawatir kalau kamu terlalu banyak bertanya pada diri sendiri, malah akan membuatmu semakin bingung.”
Amora menggigit bibir bawahnya. Ia tahu ibu akan merasa khawatir, tapi ia juga tidak bisa berbohong. “Ibu, aku cuma ingin menemukan apa yang benar-benar aku inginkan. Aku merasa ada sesuatu yang lebih, lebih dari sekadar pekerjaan biasa yang sebatas berkutat di atas leptop dan laporan.”
ADVERTISEMENT
“Iya, Ibu mengerti. Tapi dunia ini tidak bekerja dengan hanya mencari sesuatu yang lebih. Kadang kita harus memulai dari yang ada di depan kita,” kata ibu dengan suara yang lembut namun penuh ketegasan.
Amora terdiam. Kata-kata ibu terasa begitu realistis dan penuh logika. Ibu selalu berbicara tentang kehidupan yang dapat dijalani dengan langkah-langkah yang jelas dan terukur. Namun, dalam hati Amora, ada suara yang berbisik bahwa hidup ini tidak hanya tentang meraih angka, jabatan, atau kenyamanan yang dijamin oleh pekerjaan tetap. Ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam dirinya yang ingin ia temui, sesuatu yang tak bisa dijelaskan hanya dengan sebuah angka atau laporan.
Setelah menutup telepon, Amora memutuskan untuk pergi berjalan-jalan ke taman kota. Terkadang, udara segar dan keheningan alam bisa memberikan ruang bagi pikiran-pikiran yang terjebak dalam kebingungannya.
ADVERTISEMENT
Amora duduk di bangku kayu di tepi kolam kecil, menikmati kehangatan matahari terbit yang memancarkan cahaya lembut. Suasana terasa tenang, dihiasi tawa riang anak-anak yang berlarian disekitarnya. Pemandangan itu membuatnya tersenyum tipis, tetapi dibalik senyum itu, hatinya tetap dipenuhi pertanyaan-pertanyaan besar yang belum terjawab.
Tiba-tiba, seorang wanita paruh baya duduk di sebelahnya. Wanita itu mengenakan gaun sederhana yang tampak nyaman, dengan wajah yang ramah dan teduh. Ada sesuatu yang berbeda pada wanita ini, sesuatu yang membuat Amora merasa ingin berbicara, meskipun biasanya ia sangat tertutup dengan orang asing.
“Melihat dunia dari sini, seperti ada begitu banyak pilihan, bukan?” wanita itu membuka percakapan dengan senyum yang lembut.
Amora menoleh, sedikit terkejut, lalu tersenyum samar. “Iya, benar. Kadang aku merasa bingung dengan semua pilihan yang ada. Seperti tidak tahu harus mulai dari mana.”
ADVERTISEMENT
Wanita itu mengangguk pelan, matanya yang tajam menatap jauh ke depan, seolah memandang sesuatu yang hanya dia yang bisa lihat. “Saya paham. Saat kita berada di persimpangan hidup, kita sering kali merasa harus memilih jalan yang tepat. Tapi, jalan yang tepat tidak selalu yang terlihat jelas.”
Amora memandang wanita itu dengan rasa ingin tahu. “Bagaimana cara Anda tahu jalan mana yang harus diambil?”
Wanita itu tersenyum lembut, dengan sorot mata yang teduh menatap dengan kebijaksanaan yang dalam.
“Saya dulu seperti kamu. Berpikir bahwa hidup ini harus selalu terencana, bahwa setiap langkah harus pasti dan jelas. Tapi, semakin saya berjalan, semakin saya sadar bahwa kadang kita perlu berjalan tanpa terlalu memikirkan arah. Yang penting adalah perjalanan itu sendiri.”
ADVERTISEMENT
Amora menunduk, mencoba mencerna kata-kata wanita itu. Ia merasa seperti ada yang menyentuh bagian dalam hatinya yang semu.
“Jadi, kamu tidak merasa takut?” tanya Amora, suaranya pelan seakan berbisik.
Wanita itu tertawa kecil, suara yang penuh kehangatan. “Takut? Tentu saja. Takut itu adalah bagian dari kehidupan. Tapi, ketakutan itu justru yang membuat kita tumbuh. Setiap kali kita melangkah meskipun takut, kita semakin mengenal siapa kita sebenarnya.”
Amora terdiam, membiarkan kata-kata itu mengalir dalam pikirannya. Wanita itu melanjutkan, suaranya, tetap tenang namun penuh makna.
“Dulu saya berpikir bahwa saya harus memilih pekerjaan yang aman, yang bisa memberikan saya segala kenyamanan. Tapi, kenyamanan itu akhirnya membuat saya merasa terjebak. Saya merasa seperti burung dalam sangkar, yang hanya bisa menatap langit tanpa bisa terbang.”
ADVERTISEMENT
Amora memandang wanita itu dengan rasa kagum. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri wanita ini, sesuatu yang membuatnya merasa tenang namun juga penuh keberanian.
“Lalu, apa yang kamu lakukan?” tanyanya dengan penuh harap.
Wanita itu menatapnya dengan senyum yang dalam, seakan mengingat kenangan-kenangan yang sudah lama terkubur.
“Saya memilih untuk terbang,” jawabnya dengan penuh keyakinan. “Saya berhenti takut akan ketidakpastian. Saya mulai mengejar impian saya yang selama ini saya sembunyikan, dan hidup saya menjadi lebih hidup. Saya menemukan kebahagiaan dalam ketidaktahuan.”
Amora merasa hatinya terbuka lebar. Kata-kata wanita itu seperti cahaya yang menerangi jalan gelap dalam pikirannya. Ia mulai menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang meraih sesuatu yang sudah direncanakan, tetapi tentang berani menjalani setiap detik dengan segala ketidakpastian yang ada.
ADVERTISEMENT
Sebelum berpamitan, wanita itu meletakkan tangan di bahu Amora dengan lembut, memberi sentuhan menenangkan sarat akan makna. “Ingat, langit selalu berbeda setiap kali kamu berani menghadapinya. Jangan biarkan ketakutan menghalangi perjalananmu. Dunia ini milik mereka yang berani melangkah.”
Amora memandang wanita itu pergi, merasa seolah ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya. Keberanian, harapan, serta impian. Sejak hari itu, Amora memutuskan untuk tidak lagi terjebak dalam kecemasan tentang masa depan. Ia akan berjalan, melangkah, meskipun jalan itu tidak selalu jelas. Yang terpenting baginya sekarang adalah menghadapi langit yang berbeda, seperti yang wanita itu katakan.
Saat senja mulai menyelimuti langit menutup hari dengan warna jingga yang lembut, Amora tahu bahwa meskipun jalan hidupnya belum sepenuhnya tampak, ia kini memiliki keberanian untuk menapakinya. Dunia ini milik mereka yang berani melangkah, dan dengan segala ketidakpastian di depannya, Amora siap untuk menjadi bagian dari mereka yang berani menghadapi langit baru setiap harinya.
ADVERTISEMENT