Sapardi, Kau Abadi

R H Setyo
Pembaca Buku
Konten dari Pengguna
19 Juli 2020 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari R H Setyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sapardi Djoko Damono. Foto: Tio Ridwan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sapardi Djoko Damono. Foto: Tio Ridwan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Yang fana adalah waktu, kita abadi,” kata Sapardi yang membisikkan suaranya dalam coretan kecil. Kalimat ini mengantarkan sastrawan Indonesia mangkat. Dialah Sapardi Djoko Damono. Romantika kata yang ditulisnya membius jutaan pembaca. Kata demi kata, kalimat demi kalimat hingga rangkaian bait demi bait mengantar Sapardi ke Ilahi. Kabar duka bagi dunia sastra Indonesia. Oase puisi romantis sirna, beriringan tersapu kabar meninggalnya Sapardi.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagai seorang sastrawan, Sapardi telah berhasil menimang kegelisahan pikiran menjadi sebuah karya abadi. Mungkin kita akan mengingat puisi Sapardi berjudul ‘Aku Ingin’ dan ‘Hujan Bulan Juni’, menjadi yang paling laris untuk kisah cinta. Atau puisi yang lainnya ‘Sajak Kecil Tentang Cinta’ juga kerap menjadi daftar antrean pembaca.
Tetapi, Sapardi tak hanya soal cinta belaka. Dia pernah menulis puisi berjudul ‘Dongeng Marsinah’. Puisi persembahan untuk Marsinah, korban buruh asal Nganjuk dari otoritarian orde baru. Kemarahan Sapardi sangat terasa dalam kata demi katanya. Hingga dia menegaskan dalam akhir puisinya tentang Marsinah.
Sebagai pembaca, saya hanya punya dua rampatan ingatan tentang Sapardi. Yakni, waktu dan abadi. Seorang yang awam tentang sastra seperti saya, hanya punya satu cara memaknai karya. Puisi itu menjadi pembenar atau alasan dalam fenomena tertentu. Semisal dalam kisah cinta individu, bahkan dalam pesan kemanusiaan. Sapardi berhasil membawa ruh dalam setiap puisinya untuk memanggil nurani yang mati. Puisinya seperti lonceng kecil dalam hati yang sewaktu-waktu berbunyi dan bernyanyi.
ADVERTISEMENT
Perihal rampatan puisi Sapardi, saya berusaha memaknai hubungan waktu dan keabadian. Sapardi bisa menjadi penghubung antara waktu dan keabadian tersebut. Waktu adalah panjang perjalanan tentang ketidakpastian. Sedangkan keabadian adalah kondisi sesuatu yang pernah terpisah, tapi akan terhubung karena cita-cita. Dan Sapardi,mengajari tentang kesejatian dan keabadian.
Mari mengenang Sapardi, engkau abadi.
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti, jasadku tak akan ada lagi, tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti, suaraku tak terdengar lagi, tapi di antara larik-larik sajak ini. Kau akan tetap kusiasati, Pada suatu hari nanti, impianku pun tak dikenal lagi, namun di sela-sela huruf sajak ini, kau tak akan letih-letihnya kucari.
ADVERTISEMENT
Yang fana Adalah Waktu Yang Fana Adalah Waktu Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. "Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. Kita abadi.
Sajak Kecil Tentang Cinta Mencintai angin harus menjadi siut... Mencintai air harus menjadi ricik... Mencintai gunung harus menjadi terjal... Mencintai api harus menjadi jilat... Mencintai cakrawala harus menebas jarak... MencintaiMu harus menjadi aku”