Konten dari Pengguna

Interplay antara Konsep Individuasi, Übermensch, dan Hak Asasi Manusia

Timothee Kencono Malye
Hakim Pengadilan Negeri Teluk Kuantan
10 Oktober 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Timothee Kencono Malye tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Disclaimer: Penulis bukanlah seorang psikolog/psikiater. Sebagian besar ditulis oleh ChatGPT dengan inquiries dari Penulis. Harap membaca dengan kritis.
Ilustrasi tentang berbagai spektrum "warna" manusia. Sumber: pixabay.com.
Selain konsep spiritual atau kepercayaan konvensional, "individuasi" yang diperkenalkan oleh Carl Jung menjadi salah satu panduan penting bagi mereka yang mengejar realisasi diri dan transendensi. Individuasi, menurut Jung, adalah proses integrasi psikologis dan penemuan jati diri. Dalam proses ini, individu secara sadar menggabungkan kesadaran dan alam bawah sadar, mengenali diri sejati mereka, dan menyadari alam bawah sadar kolektif. Saat individu meninggalkan berbagai pengaruh sosial yang membelenggu, mereka semakin mendekati arketipe Übermensch—atau "Manusia Unggul" sebagaimana digambarkan oleh Nietzsche.
ADVERTISEMENT
Di sini, Übermensch bukanlah sosok pahlawan super atau figur yang berkuasa. Sebaliknya, ia mewakili individu yang melampaui batas-batas norma sosial, prasangka, serta keterbatasan manusia biasa. Sosok ini beroperasi di luar dikotomi baik dan buruk, dengan pemahaman holistik atas kehidupan. Übermensch menemukan potensi sejati di dalam dirinya dan menjalani kehidupan sesuai dengan kebijaksanaan batin, bukan berdasarkan tekanan eksternal.
Jika kita hubungkan konsep Übermensch dengan spiritualitas, konsep ini menunjukkan kemiripan dengan Nirwana dalam ajaran Buddha. Dalam Buddhisme, Nirwana adalah kondisi tertinggi yang membebaskan seseorang dari penderitaan dan siklus kelahiran serta kematian. Kondisi ini memberikan ketenangan sempurna, kebijaksanaan, dan kebebasan. Begitu Übermensch menyelesaikan proses individuasi, ia juga mencapai kesadaran diri yang mendalam, membebaskan dirinya dari ekspektasi sosial, dan meraih kebebasan spiritual.
ADVERTISEMENT
Kedua konsep ini, baik individuasi maupun Nirwana, mengedepankan pentingnya transendensi ego dan pelepasan ilusi yang mengikat manusia pada pemahaman yang terbatas tentang diri dan dunia. Sama seperti individu yang mencapai Nirwana, Übermensch beroperasi dari harmoni batin dan wawasan mendalam. Mereka menerima dan memahami kompleksitas kehidupan, serta menyadari keterhubungan segala sesuatu.
Dalam pencarian spiritualitas, manusia sering kali mencari perjalanan menuju kesadaran yang lebih tinggi, suatu keadaan yang melampaui kehidupan sehari-hari dan menjangkau ke universal. Individuasi, yang menjadi landasan bagi kemunculan Übermensch, selaras dengan perjalanan ini. Proses ini tidak hanya memperkaya pertumbuhan pribadi, tetapi juga berkontribusi pada kesadaran kolektif.
Di tengah dunia yang cenderung menuntut keseragaman dan validasi eksternal, Übermensch menjadi simbol potensi manusia yang belum tergali. Melalui prinsip-prinsip individuasi, seseorang bisa mendekati diri sejatinya dan merancang jalan hidupnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, individuasi menuntut pengakuan dan integrasi sisi egois serta altruistik dalam diri manusia. Perjalanan ini, meskipun bersifat pribadi, berdampak lebih luas dengan memengaruhi kesadaran kolektif. Übermensch yang telah melampaui batasan ego mampu berkontribusi pada masyarakat yang menghormati martabat, kesetaraan, dan kebebasan semua anggotanya. Konsep ini dapat diwujudkan dalam penerapan prinsip hak asasi manusia dalam tindakan sehari-hari. Jika kita menggunakan konsep "gen egois" Richard Dawkins sebagai dasar pemikiran, hak asasi manusia dapat dilihat sebagai adaptasi strategis—sebuah mekanisme bertahan hidup kolektif yang mendukung keberlanjutan jangka panjang masyarakat. Ketika individu mendapatkan hak atas pendidikan, kesehatan, dan keadilan, seluruh tatanan sosial menjadi lebih kuat.
Masyarakat yang sehat dan berpendidikan bukan hanya lebih tangguh dalam menghadapi tantangan, tetapi juga lebih siap memberikan kontribusi bagi kesejahteraan bersama. Di tengah dunia yang dihadapkan pada tantangan kompleks, kemunculan Übermensch melalui individuasi menjadi semakin penting. Mereka yang telah melepaskan diri dari pengaruh sosial mampu bertindak berdasarkan kesadaran diri yang mendalam dan pertimbangan etis. Kesadaran yang lebih tinggi inilah yang mendasari penerapan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam tindakan dan interaksi mereka.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perayaan kemajuan umat manusia, kita menyadari bahwa evolusi kita sebagai spesies tak lepas dari evolusi moral dan etika. Pemahaman yang tepat terhadap konsep Übermensch, sebagai simbol individuasi dan keaslian, menekankan pentingnya harmoni antara naluri bertahan hidup dan pencarian masyarakat yang adil dan penuh kasih. Meskipun tulisan ini terdengar spekulatif, menarik untuk berpikir di luar kebiasaan dan tidak hanya melihat jiwa manusia sebagai "kondisi psikologis" yang perlu "diobati" demi menyesuaikan perilaku dengan norma sosial. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari pendekatan spiritual Timur, seperti Buddhisme atau praktik spiritual lainnya. Misalnya, Richard J. Davidson menemukan bahwa kemurahan hati terhadap orang lain berkorelasi dengan kebahagiaan seseorang. Praktik-praktik spiritual ini mungkin memiliki nilai yang lebih besar daripada yang kita kira, dan siapa tahu, lebih banyak manusia yang mencapai aktualisasi diri dapat menciptakan kondisi geopolitik yang lebih stabil.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini bisa menjadi seruan untuk memperdalam penelitian tentang hubungan antara ilmu saraf dan konsep "spiritualitas"—yang menurut penulis, hanyalah bentuk lain dari fisika.