Nilai Feminisme dalam Film Penyalin Cahaya

Tinezia cendany
Assalamualaikum, Perkenalkan nama saya Tinezia Cendany. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di Universitas Pamulang program studi Sastra Indonesia.
Konten dari Pengguna
12 Desember 2022 18:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tinezia cendany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sumber gambar: Pixabay.com
Dengan mengabadikan kisah para penyintas kekerasan seksual, Light Copyist berhasil menarik perhatian banyak orang. Film yang tayang perdana di Netflix pada 13 Januari 2022 ini menjadi perbincangan di media sosial karena mendapatkan 12 nominasi Festival Film Indonesia dan diputar di ajang internasional Busan International Film Festival (BIFF). Di sisi lain, kabar bahwa Henricus Men, penulis skenario film Copying Light, dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual juga tidak jelas.
ADVERTISEMENT
Film ini bercerita tentang para penyintas kekerasan seksual seperti saat ini. Karakter Suri dalam mencari keadilan hanya diikuti oleh Amin yang juga tidak begitu bersimpati dengan Suri. Kisah Suri menggambarkan budaya saling menyalahkan yang kerap terjadi di kalangan korban pelecehan seksual di tengah aturan patriarki.
Masyarakat seringkali menyalahkan korban dan menyudutkan mereka alih-alih membela mereka dan menciptakan ruang aman bagi pelecehan seksual yang dialami korban. Banyak yang percaya bahwa korban pelecehan seksual hanya mengkhayal karena tidak memiliki cukup bukti.
Berbagai metafora dan simbol semiotik membuat penyalin cahaya tampil lebih dramatis. Contohnya adalah bingkai tak terucapkan, yaitu adegan Medusa yang muncul dalam pementasan teater Mata Hari. Seperti dalam mitologi Yunani, Medusa diperkosa oleh Poseidon, namun malah dihukum oleh Athena dan dikutuk menjadi monster berambut ular.
ADVERTISEMENT
Film ini mencakup berbagai topik yang berkaitan dengan pelecehan seksual, menyalahkan korban, penyalahgunaan kekuasaan dan kesehatan mental, terutama untuk laki-laki. Jumlah pesan yang diartikulasikan dengan jelas membuat audiens tetap fokus dan fokus untuk menerima pesan.
The Light Copywriter menjelaskan betapa sulitnya para penyintas kekerasan seksual untuk mencari keadilan. Karena film ini berpotensi membangkitkan trauma survivor.
Dalam film ini pelecehan dialami oleh salah satu mahasiswi di sebuah kampus. Mahasiswi tersebut merupakan anggota dari organsasi teater. Kasus pelecehan yang dialami oleh seorang mahasiswi dalam film itu betul-betul rumit. Sebab, pelecehan itu dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam lingkungan korban. Kurangnya bukti serta saksi membuat kasus semakin sulit diungkap. Korban pelecehan dalam film tersebut dengan penuh perjuangan berusaha mengungkap siapa sebenarnya dalang dari kasus pelecehan yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
Dalam proses perjuangan tersebut, semakin ke sana, semakin jelas siapa dalang di balik pelecehan tersebut. Ternyata, korban dari pelecehan di organisasi teater kampus itu lebih dari satu. Namun, kuasa yang dimiliki pelaku menghambat transparansi pengungkapan kampus tersebut. Singkat cerita, korban malah yang harus meminta maaf pada tersangka, sebab dianggap telah mencemarkan nama baik.
Melihat ketidakadilan yang dialami oleh korban, maka korban-korban yang lain akhirnya memutuskan untuk bersama-sama berjuang untuk menuntut keadilan. Dengan bersama mereka yang peduli, akhirnya para korban pelecehan tersebut menggunakan cara yang begitu elegan. Mereka menyalin ribuan lembar kertas yang mana isinya adalah tuntutan keadilan. Lalu, lembaran kertas itu disebar di seluruh lingkungan kampus lewat atap gedung kampus.
ADVERTISEMENT
Film ini sarat akan nilai-nilai feminisme. Yang mana, banyak orang-orang yang merasa memiliki kekuasaan seraya memiliki rasa lebih kuat dari yang lain akan memanfaatkan kuasa yang ia punya untuk kepentingan pribadinya. Dalam kehidupan kita pun sangat banyak orang-orang yang memanfaatkan kekuasaan yang ia miliki untuk menindas orang-orang yang bisa dibilang ada di bawah kuasa mereka.
Film ini menyentuh berbagai isu terkait pelecehan seksual, blaming korban, penyalahgunaan kekuasaan, dan kesehatan mental, khususnya bagi laki-laki. Banyaknya pesan yang tidak tersampaikan dengan jelas, membuat penonton harus fokus dan berkonsentrasi untuk menangkap pesan tersebut.
Akhir kata, penulis mengajak untuk pembaca sekalian agar berani melawan setiap penindasan ataupun pelecehan yang dilakukan oleh siapa pun, khususnya mereka yang memanfaatkan kuasa yang dimilikinya. Kita harus terus menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kita harus menjunjung tinggi kesetaraan. Dalam gender, ras, suku, agama, dan lain sebagainya, haruslah kita saling menghargai.
ADVERTISEMENT