Melihat 3 Potensi Ekonomi Daerah Asal Pahlawan Cilik Joni

Tinus Zainal
Diplomat Indonesia, pernah ditugaskan di Kedutaan Besar RI Roma merangk, saat ini menjadi Peserta Sesdilu ke-61, Pusdiklat Kementerian Luar Negeri RI
Konten dari Pengguna
20 Agustus 2018 8:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tinus Zainal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama dua hari ini media massa dan media sosial dihebohkan oleh aksi heroik Yohanes Ande Kala alias Joni pada saat Upacara Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-73 di Motaain, Perbatasan RI-Timor Leste. Siswa kelas 1 SMP asal Atambua tersebut berhasil memanjat tiang bendera dan mengambil tali bendera yang terlepas dari bendera pada saat akan dikibarkan. Dengan keberaniannya, Ia berhasil terus mengibarkan Sang Merah Putih di perbatasan NKRI tersebut.
ADVERTISEMENT
Berbagai dukungan dan simpati terus mengalir kepada keluarga Joni. Bahkan Joni dan kedua orang tuanya juga diundang ke Istana negara dan ikut menyaksikan Pembukaan Acara Asian Games tanggal 18 Agustus 2018 di Jakarta.
Namun tahukah Anda potensi ekonomi Kabupaten Belu, asal pahlawan Kecil Joni tersebut? Tempat di mana Joni dan ribuan keluarga Joni lainnya berjuang hidup mencari nafkah di perbatasan NKRI dengan Timor Leste. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, berikut kita bahas sekilas potensi ekonomi Kabupaten Belu, tempat asal Pahlawan Cilik Joni.
Sehari sebelum kejadian viral tersebut (16/08/18), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Kabupaten Belu, Marsianus Loe Mau, dalam sambutannya pada temu ramah antara 32 Diplomat Muda Indonesia dengan Para Kepala Sekolah SD dan SMP se-Kapaten Belu mengatakan bahwa kendala utama masyarakat Belu saat ini selain kurangnya infrastruktur pendidikan dan tenaga pengajar yaitu kelangkaan air. Hal ini berdampak langsung kepada hasil pertanian dan peternakan masyarakat yang masih menggunakan cara trasidional dalam bercocok tanam dan beternak.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Belu, Willybrodus Lay S.H (16/08/18). Ia mengatakan bagaimana sulitnya memberikan dorongan dan harapan kepada masyarakat Belu yang mengeluh gagal panen akibat perubahan iklim tepatnya sebulan setelah dia dilantik menjadi Bupati.
Namun dalam keadaan sulit tersebut, Ia menyarankan warganya untuk menanam bawang merah. Alhasil bawang merah dari Belu menjadi salah satu komoditas yang bisa diandalkan masyarakat hingga saat ini. Menurutnya Kabupaten memiliki 3 potensi ekonomi yang dapat dikembangkan yaitu TBC (Tenun, Bawang Merah, dan Cabe Rawit).
Kain Tenun (Tais)
Tais merupakan salah satu kain tenun khas dari Kabupaten Belu yang dipakai seperti kain sarung. Semua pewarna kain tenun menggunakan pewarna alami di zaman dahulu. Kemudian dengan masuknya perwarna buatan, semua pengrajin pindah ke pewarna buatan karena lebih murah dan sederhana pengerjaannya.
ADVERTISEMENT
Namun sejak dia diangkat menjadi Bupati Belu, Willybrodus bersama istrinya kembali mendorong pengrajin tenun untuk menggunakan pewarna alami karena lebih ramah lingkungan. Jadi saat ini, pembeli tenun di pasar dapat memilih untuk membeli tenun yang memakai warna buatan atau warna alami.
Hasil tenun Belu tidak hanya berupa Tais, tetapi ada juga yang dijahit menjadi aneka selendang, pakaian pria, tas wanita, baju kemeja pria, kotak perhiasan dan juga kopiah pria. Harganyapun bervariasi tergantung kualitas produk yang dihasilan. Dengan adanya berbagai variasi harga pembeli dapat memilih hasil karya tenun Belu sesuai isi kantong mereka.
Berbagai Jenis Kain Tenun Khas Belu
(Photo oleh Sesdilu 61)
Bawang Merah
Bawang merah asal Kabupaten Belu juga patut mendapat perhatian dari kalangan pemerintah maupun pihak swasta. Hal ini mengingat kualitas bawang tersebut lebih baik dan lebih besar ukurannya dibandingkan hasil produksi bawang merah dari daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur.
ADVERTISEMENT
Kakak Valen yang bersama kakaknya berjualan bawang merah di Pasar Atambua mengatakan bahwa kualitas bawang merah dari Belu memang lebih baik dibandingkan dengan bawang merah dari daerah lain di NTT. Hari itu (18/08/18) harga per Kilogram bawang merah dijual sebesar Rp10.000. Sementara harga Bawang Merah di Jakarta pada saat tersebut mencapai Rp 29.300/Kg.
Tentunya dengan kualitas bawang merah yang lebih baik tersebut akan dapat dijual lebih baik di Jakarta. Namun apa daya harga bawang merah di Pasar Atambua tersebut Cuma 1/3 dari harga bawang di Jakarta. Ia mengaku bisa menjual bawang merah dikisaran 25-30 Kg per hari.
Berbeda dengan petani, menurutnya pedagang bawang merah pada saat panen raya akan mendapatkan keuntung sedikit karena harga akan jatuh. Namun disaat terjadi gagal panen maka bawang merah menjadi langka. Di saat tersebut pedagang bisa menaikkan harganya dan mendapatkan untung lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Bawang Merah Khas Belu
(Photo: Koleksi Pribadi)
Cabe Rawit
Mama Martha Menjual Sayur termasuk Cabe Rawit di Pasar Atambua. (Foto: Dok: Istimewa)
Berbeda dengan Kakak Valen, Mama Martha juga berjualan sayuran termasuk cabe rawit di Pasar tersebut. Menurutnya, cabe rawit asli di sana banyak dicari oleh pelanggan. Harganya tergantung dari persediaan cabe di pasar. Hari itu tanggal (18/08/18) harga cabe rawit dikisaran Rp 25.000/Kg. Menurutnya harga cabe akan sangat mahal di bulan Februari-Mei karena terjadi kelangkaan cabe karena gagal panen. Pada saat tersebut harga cabe rawit bisa mencapai Rp 70.000/Kg.
Beberapa pembeli di pasar tersebut mengharapkan agar pemerintah dapat membantu petani bawang merah dan cabe rawit khususnya untuk dapat mengembangkan dua komoditas unggulan Kabupaten tersebut. Melihat seringnya terjadi kenaikan harga pada saat gagal panen dan anjloknya harga pada saat panen raya, perlu dipikirkan mekanisme pengemasan dan gudang yang layak bagi para petani agar hasil produksi pada saat panen raya bisa dijual pada saat terjadi gagal panen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengemasan/packaging yang produk yang lebih baik akan dapat membuat produk tersebut mampu bersaing hingga Provinsi lain, bahkan bisa berorientasi ekspor ke luar negeri. Terkait hal ini, pembangunan kapasitas pemilik Usaha Mikri, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten tersebut kiranya dapat terus untuk ditingkatkan.