First Travel dan Deretan Bisnis Abal-abal Berskema Ponzi di Indonesia

20 Agustus 2017 13:44 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor First Travel. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor First Travel. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) digeruduk warga. Pasalnya, penyedia jasa perjalanan haji dan umrah tersebut tak kunjung memberangkatkan klien mereka ke Tanah Suci. Sampai akhir Juli lalu, bos First Travel Andika Surachman mengatakan bahwa ada setidaknya 25 ribu jemaah umrah yang tertunda keberangkatannya.
ADVERTISEMENT
"Terakhir disampaikan 25.000-an tapi itu masih dikroscek karena ada jemaah yang refund," ungkap Andika kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (22/7). "First Travel akan tetap komitmen untuk berangkatkan jemaah yang tertunda secara bertahap mulai dari keberangkatan bulan November 2017.”
Namun yang terjadi kemudian tak dapat disangkal lagi. Bisnis First Travel betul-betul kolaps.
Jangankan berhasil memberangkatkan semua jemaahnya, First Travel dituding punya utang Rp 104 miliar. Istana besar pasangan bos First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan, di Bogor, sudah disita oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri untuk menjadi jaminan utang keduanya.
Anniesa Hasibuan dan suami. (Foto: Instagram @anniesahasibuan)
zoom-in-whitePerbesar
Anniesa Hasibuan dan suami. (Foto: Instagram @anniesahasibuan)
"(Rumah) dijaminkan ke orang karena (Anniesa dan Andika) punya utang ke orang. Persisnya belum tahu, (mereka) ada utang lagi Rp 80 miliar sama orang," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/8).
ADVERTISEMENT
Utang sejumlah Rp 80 miliar tersebut adalah untuk tiket jemaah dari tahun 2015 hingga 2017. Sementara itu, utang Rp 24 miliar sisanya adalah untuk keperluan konsumsi dan sewa hotel di Mekah dan Madinah.
Angka tersebut sebetulnya sangat kecil dibandingkan pemasukan First Travel. Polisi mengungkapkan, dana yang masuk dari 70 ribuan jemaah ke First Travel mencapai Rp 700 miliar. Ke mana larinya uang tersebut?
Kebanyakan digunakan sebagai modal bisnis lain Anniesa Hasibuan (seperti bisnis fesyen baju muslimah) dan barang-barang mewah yang harganya miliaran.
Meski begitu, skema bisnis First Travel memang sudah busuk dari awalnya. MUI menyebut First Travel menggunakan model multi level marketing (MLM) dan Kementerian Agama menduga First Travel menggunakan skema Ponzi.
ADVERTISEMENT
Keduanya hampir sama, di mana keuntungan yang diperoleh investor gelombang pertama diambil dari investor gelombang selanjutnya. Ini terus berulang, investor gelombang kedua akan mendapat untung dari uang investor gelombang ketiga --begitu seterusnya. Pun demikian First Travel, yang memberangkatkan beberapa ribu jemaah pertamanya dengan uang jemaah yang mendaftar setelahnya. Di suatu titik tertentu, uang jemaah baru tak cukup untuk memberangkatkan jemaah sebelumnya.
Sejatinya, meski baru dalam hal jasa dan umrah, First Travel bukanlah yang pertama menerapkan skema Ponzi pada bisnis di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah beberapa kali tertipu model investasi tak sehat serupa.
Yang masih lumayan baru adalah kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Group. KSP tersebut memiliki tingkatan klien (disebut leader oleh KSP Pandawa) dari level diamond, gold, dan silver. Ini merupakan tingkatan yang khas dari MLM, di mana semakin banyak leader yang menggaet investor akan semakin tinggi levelnya.
Kantor Pandawa Group. (Foto: Dok. Iqbal Syakir)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pandawa Group. (Foto: Dok. Iqbal Syakir)
Nantinya, leader tersebut akan mendapat 20 persen fee dari investasi yang digaetnya. Investor sendiri disebut akan mendapat keuntungan 10 persen per bulan. Tidak dijelaskan apa barang yang kemudian menjadi taruhan investasi.
ADVERTISEMENT
Ternyata, pengelola KSP Pandawa mengedarkan uang dari investor ke pedagang kecil dan menengah di pasar-pasar Jabodetabek. Bunganya dipatok 20 persen per bulannya. Kredit macet pun terjadi, dan untung bagi investor terhenti di suatu titik. Bulan Februari 2017 lalu, Polda Metro Jaya bahkan menerima lebih dari 1.000 aduan dari pihak-pihak yang menjadi korban penipuan Pandawa Group.
Maruknya pemilik Pandawa Group dalam mengakuisisi dana dari investor itu pun mau tak mau membuat bisnis Pandawa jeblok. Dari aset yang disita, bos Pandawa Group Salman Nuryanto memiliki aset yang nilainya mencapai Rp 3 triliun.
Selain itu, ada pula arisan Manusia Membantu Manusia/Mavrodi Mondial Moneybox (MMM).
Arisan MMM ini berbentuk investasi keuangan yang menawarkan bunga sebesar 30 persen tiap bulannya. Setiap orang yang mendaftar akan diminta membuat akun di website MMM dan memilih paket-paket yang tersedia. Paket dana ini terentang dari Rp 1 juta hingga Rp 10 juta.
ADVERTISEMENT
Setelah mendaftar, setiap orang harus mentransfer uang sejumlah pilihan mereka. Namun demikian, uang tersebut akan ditransfer ke rekening anggota MMM lainnya. Pilihan nama akan ditentukan oleh manajemen MMM. Dalam waktu satu bulan, orang tersebut akan ganti ditransfer oleh anggota MMM lain 30 persen lebih banyak dari uang yang ia transfer sebelumnya.
Masalahnya, bisnis MMM ini tidak jelas letak investasi riilnya. OJK sendiri telah menyarankan agar masyarakat tak mengikuti arisan ini karena rawan penipuan.
Selain dua kasus tersebut, masih banyak kasus bisnis berskema Ponzi lain yang merugikan masyarakat. Misalnya saja kasus Goernani Goenawan di tahun 2013 dan kasus CV Medical di tahun 2002-2005an yang ramai di Surakarta, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Bisnis CV Medical tersebut berdalih membudidayakan tanaman ginseng Korea dan kemudian diekspor dengan harga mahal. Padahal, ginseng yang ditanam hanya sedikit. Yang ditanam juga bukan ginseng Korea, melainkan Ginseng Sayur. Itupun dibuang ke Sungai Bengawan Solo. Kasus tersebut berhasil menipu sebanyak 4.000 investor dan menghimpun dana Rp 3 miliar untuk pemilik CV-nya.