Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Isran Noor Menegaskan Pentingnya Etika Politik
15 Maret 2018 10:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Tira Yanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam suasana pilkada Kalimantan Timur 2018, pasangan Isran Noor-Hadi Mulyadi berbicara tentang pentingnya politik yang mengedepankan atau berbijak pada kebenaran dan menjunjung nilai-nilai luhur. Pernyataan ini mengutamakan nilai etis di dalam politik. Nilai etis di dalam politik penting untuk selalu digemakan oleh elit politik agar politik tidak terus-menerus terdegradasi nilainya menjadi sekedar kontestasi kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Isran Noor sendiri maju sebagai calon gubernur Kalimantan Timur atas dasar dukungan dari rakyat. Sebelum dipinang oleh partai yang mendukungnya, dia sudah memperoleh dukungan dari masyarakat. Dukungan dari masyarakat yang menjadi tolak ukur Isran Noor untuk kemudian maju. Dukungan itu mengetuk kalbunya untuk turut andil dalam politik.
Kita tentu saja menyadari bahwa semakin banyak kandidat pemimpin yang punya kapasitas di dalam kepemimpinan, integritas dan wawasan yang luas adalah tanda majunya politik. Dan itu berarti bisa menaikkan ‘kelas’ bagi politik di mata masyarakat. Dengan demikian, kehadiran Isran Noor, sebagai politisi yang memiliki kapasitas keilmuan yang matang dan memiliki integritas diri, adalah satu tanda bagi kecerahan politik.
Relevansi Pidato Politik Isran Noor tentang Etika Politik
ADVERTISEMENT
Ungkapan itu disampaikan oleh Isran Noor saat dia memberikan pidato politiknya di Pasopati Room, Hotel Mega Lestari Balikpapan (Selasa, 6/2/2018).
Pidato politik Isran Noor mencakup beberapa hal. Pertama, dia menegaskan agar seluruh relawan pendukung dari Isran-Hadi mesti berpegang teguh pada nilai-nilai yang luhur saat berupaya memenangkan pilkada.
Pernyataan ini menyiratkan suatu kesadaran ‘luhur’ yang penting dalam diri Isran Noor bahwa politik sesungguhnya mengandung dimensi etis. Politik tidak semata-mata soal perebutan kekuasaan. Jika selama ini, politik seringkali dimengerti oleh publik sebagai demikian, Isran Noor ingin menegaskan agar cara pandang baru diberikan kepada politik. Cara pandang baru ini menghidupkan kembali ‘politik’ di sanubari rakyat sebagai perjuangan membela kepentingan rakyat.
Para pemikir atau filsuf etika politik di masa awal telah merumuskan bahwa politik sesungguhnya mengandung dimensi etis. Agar politik benar-benar bermanfaat bagi rakyat, dimensi-dimensi etis ini harus selalu ditekankan dan digaungkan sehingga yang lahir adalah kesadaran moral di dalam politik.
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah kegaduhan politik yang seringkali berorientasi pada kemenangan, perebutan kekuasaan, ungkapan etika politik dari Isran Noor (sebagai elit politik) ini sangat penting. Ungkapan Isran Noor berpotensi menguatkan optimisme bagi publik dan terutama pendukungnya bahwa biar pun masing-masing tim atau kandidat berikhtiar atau berjuang untuk menang, tapi jalan politik yang mengedepankan kesadaran etis, kesadaran luhur, harus dikedepankan.
Kedua, Isran Noor juga mengatakan atau mengimbau agar para pendukungnya menghindari jargon sentimen agama, suku, dan ras tertentu. “Jangan ada fitnah apalagi sampai melakukan pelecehan”.
Sejauh ini, pilkada-pilkada di beberapa tempat di Indonesia hampir tidak pernah terbebas dari atau diwarnai oleh hiruk-pikuk kampanye yang memainkan isu agama, sara dan lainnya. Bagi mereka, eksploitasi isu-isu semacam itu di dalam politik memiliki nilai guna tertentu: kelompok-kelompok tertentu bisa memilih atau tidak memilih seorang calon hanya karena dampak dari eksploitasi itu.
ADVERTISEMENT
Isran Noor tidak setuju dengan permainan semacam itu. Jika isu sara terus-menerus dipergunakan sebagai bahan kampanye, yang mungkin terjadi adalah kemunduran demokrasi. Kondisi ini menunjukkan betapa hajatan demokrasi kian lama kian mengalami kemunduran. Kondisi ini menyatakan miskinnya kreatifitas kampanye jika harus bersandar pada penggunaan sentimen sara. Sekali lagi, ini bisa memukul mundur kualitas demokrasi. Kreatifitas gagasan politik para kandidat menjadi tumpul.
Selain itu, eksploitasi isu SARA berpotensi menimbulkan keretakan di dalam masyarakat. Ada kebencian yang terus-menerus menyebar sebagai virus di dalam masyarakat. Ada sentimen politik yang melanggengkan permusuhan. Pada akhirnya politik seperti ini menjadikan masyarakat tidak sehat.
Apakah kita ingin pilkada melahirkan permusuhan atau keretakan? Atau sebaliknya, kita ingin agar pilkada melahirkan pemimpin yang baik dan tidak merusakan tatanan masyarakat yang harmonis? Jika jawaban yang kedua yang kita inginkan maka sebaiknya jadikan pidato politik Isran Noor sebagai refleksi diri di tahun-tahun penuh ketegangan politik ini.
ADVERTISEMENT