Konten dari Pengguna

Bahagia Bukan Perihal Nominal, Tetapi Emosional

Tisa Palupi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas AMIKOM Purwokerto
28 Mei 2022 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tisa Palupi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: original penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: original penulis
ADVERTISEMENT
Jika bicara mengenai kebahagiaan, maka yang terbesit dalam benak adalah tawa lepas, kesuksesan, dan kehidupan yang mapan. Beberapa orang memaknai kebahagiaan berdasar nominal, bahkan konstruksi sosial mengatakan demikian. Orang akan menilai dan mengukur kebahagiaan orang lain berdasar apa yang terlihat mata. Padahal, kebahagiaan merupakan sebuah emosi yang dirasakan oleh manusia. Sama halnya dengan kesedihan, kebahagiaan pula bisa berwujud air mata. Takaran emosi setiap individunya berbeda, bergantung bagaimana kondisinya. Tidak akan merasa kehilangan, jika tidak merasa memiliki. Tidak akan merasa sepi, jika seseorang merasa cukup dengan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kondisi seseorang dengan orang lainnya bisa saja sama. Tetapi, kemampuan dalam menghadapi dan memaknai kondisi tersebut pastilah berbeda satu dengan yang lainnya. Menyederhanakan kebahagiaan bukan dilihat dari bagaimana kita mendapatkannya, tetapi dari bagaimana kita merasakannya. Jika dengan memakan es krim saja sudah bahagia, maka di mana letak sulitnya? Tentu saja karena bahagia sejatinya bukan sesuatu yang harus susah payah didapatkan, tetapi kebahagiaan adalah sesuatu yang kita ciptakan. Perihal bagaimana kebahagiaan itu terasa, kembali lagi pada emosi diri merupakan patokannya.
Kalian pasti sering mendengar kalimat, "Uang memang tidak membeli segalanya, tetapi segalanya membutuhkan uang." yang merujuk pada kebahagiaan dan kesuksesan yang selalu orang-orang kejar serta dijadikan tujuan.
ADVERTISEMENT
Berlomba-lomba mencari kebahagiaan dengan menggapai kesuksesan dalam karir, wanita cantik atau pria tampan, memiliki banyak uang, berpikir kebahagiaan memang nyata adanya dalam hal-hal tersebut. Kebahagiaan demikian adalah hasil konstruksi sosial yang memandang bahwa orang yang sukses, cantik atau tampan, dan memiliki banyak uang pastilah bahagia dengan hidup mereka. Tidak mengalami kesusahan dan mendapat keistimewaan karena apa yang mereka miliki. Padahal, kebahagiaan bukan tentang yang dilihat mata, tetapi yang diresapi jiwa.