Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Absennya Adab dalam Debat Kedua Cawapres
23 Januari 2024 7:51 WIB
Tulisan dari Agus Sutisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Debat Cawapres Kedua nyaris kehilangan marwah. Beruntung Gus Imin ambil langkah lugas, dan Profesor Mahfud “sat set” menyadari (nyaris) kekeliruannya dengan tidak meladeni kelakuan nir-adab Gibran. Ketiadaan adab, absennya etika. Inilah sisi buruk dari perhelatan Debat Cawapres semalam, yang sesungguhnya cukup menjanjikan di sesi pembuka penyampaian visi-misi dan program.
ADVERTISEMENT
Penting untuk selalu diingat, debat Pilpres itu bukan sekedar ritual elektoral, sekedar memenuhi dan menunaikan program dan tahapan Pemilu yang sudah dirancang KPU. Atau bahkan sekedar melaksanakan perintah undang-undang. Stop cara beprikir serendah ini. Apalagi sekedar pentas pamer kemewahan dan pengukuhan popularitas elit politik.
Debat Pilpres adalah forum melalui apa rakyat berhak mendapatkan informasi yang utuh dan melimpah seputar visi misi dan gagasan-gagasan para kandidat. Berhak memperoleh literasi politik dan pencerahan seputar isu-isu strategis kebangsaan dan kenegaraan. Dan ujungnya, dengan cara demikian rakyat bisa menimbang, membandingkan lalu mengambil keputusan kandidat mana yang cakap dan pantas diberikan mandat untuk memimpin, setidaknya lima tahun ke depan.
Dengan cara demikian pula, milyaran anggaran negara yang digelontorkan untuk menghelat debat tidak mubadzir. Frekuensi publik yang digunakan stasiun-stasiun televisi penyelenggara debat tidak percuma. Semua memberi manfaat kepada rakyat. Dan yang paling penting, hak-hak publik untuk memperoleh tayangan yang mendidik, informasi yang utuh dan mencerdaskan, serta tontonan yang beradab terpenuhi.
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang hak publik yang demikian, meski secara keseluruhan berlangsung bagus dan produktif, debat semalam hemat saya mengandung cacat adab, cacat etik, nyaris tak bermoral. Hal yang sangat memprihatinkan cacat adab itu akibat kelakuan anak muda yang dipersiapkan menjadi Wakil Presiden. Wapres gaes! Bukan Ketua OSIS, bukan Ketua Karang Taruna!
Sok Asyik, Tengil, Cringe
Dalam debat Minggu malam kemarin Gibran memang tampil kebablasan dengan gimik-gimiknya yang melampaui batas kesopanan. Karena tingkah polahnya itu di berbagai platform media sosial, netizen menguhujatnya dengan ragam sematan sebutan pada dirinya. Mulai dari “sok asik”, “tengil”, “songong”, bahkan “cring” (jijik). Lihat kompilasi cuitan netizen yang dihimpun Tempo.co (22 Januari 2024) misalnya.
Setidaknya ada dua kelakukan Gibran yang jauh dari sopan yang dilakukannya kepada Profesor Mahfud. Pertama saat ia menampilkan gestur celingukan dengan posisi tangan di atas pelipis seolah sedang mencari atau melihat sesuatu. Sambil sok asyik dan tengil Gibran mengatakan, “Saya lagi nyari jawaban Prof Mahfud, saya nyari-nyari di mana ini jawabannya? Kok gak ketemu jawabannya.”
ADVERTISEMENT
Gimik itu dilakukan Gibran menyusul lontaran pertanyaannya soal bagaimana cara mengatasi inflasi hijau kepada Profesor Mahfud, yang diutarakannya dengan menggunakan istilah sekaligus singkatan “greenflation” (green inflation).
Tidak berhenti sampai disitu, Gibran melanjutkan gimiknya setelah Mahfud merespon bahwa sesuai aturan KPU istilah atau singkatan harus dijelaskan lebih dahulu. Hal yang sama juga diingatkan oleh moderator. Dengan gimiknya yang songong Gibran kemudian merespon dengan ujaran yang terkesan mengolok-olok, bahkan merendahkan. “Baik, ini tadi tidak saya jelaskan karena kan beliau seorang profesor. Oke, greenflation ini adalah inflasi hijau, sesimpel itu,” ujarnya songong.
Sentil MK dan Soroti Etika
Gimik Gibran dengan nada sindiran yang tidak perlu (karena jadinya meminggirkan subtansi debat) juga diarahkan sedikitnya dua kali kepada Cak Imin. Pertama ketika Cak Imin terlihat membaca catatan di podiumnya, Gibran menyindir, “Enak banget, ya, Gus, ya, jawabnya sambil baca catatan tadi.”
ADVERTISEMENT
Kedua setelah Gus Imin menanyakan apa strategi Gibran melaksanakan pembangunan berbasis bioregional, tapi keadilan iklim terjaga, keadilan sosial terwujud, keadilan ekologi terlaksana dengan baik, keadilan antargenerasi terwujud. Sebelum merespon pertanyaan ini dengan jawaban (yang sesungguhnya juga tidak menjawab pertanyaan Gus Imin), Gibran mengawali dengan sindiran lagi, “Gus Muhaimin ini lucu ya, menanyakan masalah lingkungan hidup, tapi itu kok pakai botol-botol plastik itu.”
Jika saja mau, baik Mahfud maupun Gus Imin sesungguhnya dengan mudah bisa membalas sindiran dan serangan itu dengan balasan yang lebih telak dan bisa memalukan. Dan jujur, sebagai warga negara yang berharap debat berlangsung substantif dan produktif, saya sempat degdegan. Saya khawatir mereka berdua membalasnya, dan jika ini terjadi pastilah debat bakal kehilangan marwah, kehilangan wibawa sebagai Debat Pilpres.
ADVERTISEMENT
Tapi bersyukur Profesor Mahfud maupun Gus Imin tidak melakukannya. Kecuali Prof Mahfud yang sempat terpancing ikut “celingukan” sekilas sebelum akhirnya menyampaikan kepada moderator bahwa pertanyaan Gibran receh dan tidak perlu dijawab. Profesor Mahfud memang nampak sedikit gusar namun tidak sampai membalasnya dengan lontaran ekspresi berlebihan.
Gus Imin agak berbeda. Ia sempat membalas sindiran Gibran (ketika dirinya disindir karena membaca catatan untuk menjawab pertanyaan tadi) dengan ujaran, “Terima kasih, saya catat sedikit, yang penting bukan catatan MK”. Majkleb, dan seketika arena debat meriuh dengan teriakan penonton.
Tetapi yang menarik dan hemat saya pantas diapresiasi adalah ketika Gus Imin merespon Gibran dengan sebuah “warning” saat merespon pertanyaan Gibran soal Lithium Ferro Phospate (LFP). Hemat saya, warning ini penting diucapkan untuk menjaga marwah Debat Pilpres tidakk melorot ke level debat kusir di gardu ronda.
ADVERTISEMENT
“Terima kasih. Tenang pak Gibran. Semua ada etikanya, termasuk, termasuik kita diskusi disini, bukan tebak-tebakan definsisi, tebak-tebakan singkatan. Kita levelnya adalah policy dan kebijakan. Prinsipnya sederhana, prinsipnya sederhana, semua kembali kepada etika pak Gibran.” Cak Imin kemudian bicara agak panjang soal pentingnya etika lingkungan dan keseimbangan dalam pengambilan kebijakan menyangkut sumberdaya alam.
Warning Gus Imin kemudian dipungkas dengan penegasan ulang yang lugas dan tuntas tentang etika. “Sekali lagi, intinya bukan hanya etika lingkungan, tetapi etika bahwa forum ini adalah forum policy yang berharga, jangan-jangan kalau kita tebak-tebakan definisi disini saya ragu kita ini levelnya SD SMP, atau jangan-jangan ijazah kita palsu semua di sini. Ini yang mengagetkan. Jadi kalau tebak-tebakan ya bukan disini levelnya. Disini adalah kebijakan kita untuk memimpin negara”.
ADVERTISEMENT