Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Muhasabah: Introspeksi dan Perbaikan Kualitas Spiritual
23 April 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Agus Sutisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pasca Ramadhan dan Idul Fitri, sebagaimana tawsiyah para alim, umat Islam dianjurkan untuk melakukan “Muhasabah” berkenaan dengan ibadah dan amalan-amalan yang telah dilakukannya di sepanjang bulan Ramadhan kemarin. Termasuk tentu saja bagaimana setiap orang mengisi perayaan Idul Fitrinya.
ADVERTISEMENT
Istilah “Muhasabah” (bahasa Arab) berasal dari akar kata “Hasaba-Yahsibu/Yahsubu.” Muhasabah merupakan bentuk mashdar, yakni kata yang menunjukan suatu perbuatan atau kejadian, dan tidak memiliki keterangan waktu atau subyek. Artinya perhitungan. Dalam KBBI dimaknai dengan introspeksi. Dari akar kata ini pula istilah “Hisab” (menghitung, perhitungan) dan “Yaumul Hisab” (hari perhitungan amal) berasal.
Secara terminologis “Muhasabah” artinya adalah ikhtiar berupa pemeriksaan, peninjauan, penilaian, penghitungan (introspeksi, evaluasi, hisab) sekaligus koreksi atau otokritik terhadap segala amal perbuatan dan sikap serta kesalahan dan kelemahan diri sendiri yang telah dilakukannya.
Berdasarkan ‘Ijma para ulama, Muhasabah hukumnya wajib bagi umat Islam merujuk antara lain pada Al Quran surat Al-Hasyr ayat 18:
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekedar introspeksi atas apa yang telah dilakukan setiap orang sebagaimana yang secara umum lazim difahami, ayat ini sesungguhnya juga mengisyaratkan perihal pentingnya mempersiapkan diri menghadapi hari akhirat kelak.
Di dalam kitab tafsirnya yang populer, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an misalnya, Imam Ath-Thobari menjelaskan, bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah ia kerjakan untuk hari kiamat. Apakah dari amal saleh yang akan menyelamatkannya, atau dari amal buruk yang akan membakarnya.
Demikian halnya dengan tafsir Imam Fakhruddin ar Razi dalam kitabnya Al Kabir Mafatihul Ghaib. Ia menjelaskan bahwa ayat ini memiliki makna, setiap orang wajib mempersiapkan diri untuk hari kiamat. Karena setiap orang akan melihat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri di hadapan Allah SWT kelak.
ADVERTISEMENT
Dalam kaitan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhir nanti, melalui Umar bin Khattab radiyaallahu’anhu, Rosulullah SAW berwasiat:
Kapan dan Dimana Muhasabah Dilakukan?
Dalam arti sebagai aktifitas, Muhasabah merupakan perbuatan (olah amal) hati dan pikiran yang tidak dibatasi ruang dan waktu, dan tidak perlu mengganggu aktifitas fisik seperti bekerja. Oleh sebab itu sejatinya Muhasabah bisa dilakukan kapanpun dan dimana saja seseorang berada.
Akan tetapi jika merujuk dan meneladani Rosulullah SAW, para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in (kalangan salafush shalih), Muhasabah sebaiknya dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat khusus.
ADVERTISEMENT
Waktu tertentu itu misalnya adalah ketika usai menunaikan sholat fardhu lima waktu, yakni ketika berdizkir dan berdoa ba’da sholat. Atau dengan I’tikaf di masjid. Atau dilakukan ketika melaksanakan qiyamullail (sholat tengah malam, Tahajud dan/atau Witir). Suasana hening tengah malam akan memberikan efek kebathinan berupa hadirnya kekhusuan.
Dan tempat terbaik untuk melakukan Muhasabah khusus itu tidak lain adalah Mesjid. Atau jika di rumah adalah Mushola atau ruang khusus yang sengaja difungsikan sebagai tempat sholat dan tempat berkontemplasi keluarga. Tempat yang steril dari segala peralatan keseharian, dan hanya ada sajadah, Al Quran, tasbih, atau buku-buku keislaman.
Seperti diriwayatkan dalam berbagai kitab Sirah Nabawiyah, Muhasabah dengan memilih waktu khusus (terutama malam hari) dan tempat tertentu (paling sering di gua Hira bukit Janal Nur) biasa dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara berkhalwat, bahkan jauh sebelum beliau diangkat sebagai Rasul.
ADVERTISEMENT
Berkhalwat (dalam makna positif tentu saja) artinya adalah menarik diri atau ‘uzlah dari keriuhan-keriuhan urusan duniwai untuk merenung, menenangkan pikiran, dan mendekatkan diri kepada Maha Pencipta dan Penguasa semesta. Di gua Hira ini pula beliau menerima wahyu pertamanya dari Allah SWT.
Faedah Muhasabah
Secara syar’i Muhasabah adalah perbuatan yang disyariatkan dan menurut Ijma Ulama hukumnya wajib. Oleh karena itu melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan sesuai kaidah-kaidah yang dicontohkan Nabi merupakan ibadah. Ini adalah faedah pertama dan dengan sendirinya akan diraih ketika seseorang melakukan Muhasabah dengan niyat semata-mata lilaahi ta’ala (untuk Allah).
Selain merupakan ikhtiar dan perbuatan yang bernilai ibadah, Muhasabah juga mengandung faedah atau kemanfaatan-kemanfaatan lainnya berikut ini.
Pertama, Muhasabah yang dilakukan sepanjang waktu atau kesempatan akan menjaga diri dari potensi perbuatan-perbuatan maksiat yang setiap hari menghampiri. Semakin sering dan rajin melakukan Muhasabah maka akan semakin kecil dan sempit jalan untuk berbuat maksiat.
ADVERTISEMENT
Kedua, Muhasabah akan mendorong peningkatan kualitas ibadah (ritual) sekaligus amalan-amalan (sosial). Semakin sering dan rajin melakukan Muhasabah maka akan semakin membaik kualitas ibadah ritual maupun amalan-amalan sosial.
Ketiga, Muhasabah akan meringankan hisab kelak di hari Qiyamat sebagaimana diisyaratkan dalam hadits Rosulullah SAW diatas. Dengan Muhasabah seseorang sejatinya melakukan hisab pendahuluan (menghitung, mengevaluasi segala amal perbuatannya) di dunia.
Dalam kaitan ini Muhammad Jamaluddin al-Qassimi didalam kitab Mau'izatul Mukminin min Ihya 'Ulumiddin mengatakan, bahwa siapa pun yang introspeksi diri sebelum dihakimi, maka perhitungannya di hari kiamat akan menjadi lebih ringan, jawabannya akan siap ketika ditanya, dan akhir dan kembalinya akan menjadi baik. Siapa pun yang tidak introspeksi diri, maka penyesalan akan terus ada dalam dirinya, dan ia akan berdiri lama di padang mahsyar.
ADVERTISEMENT
Keempat, Muhasabah akan menghadirkan ketenangan bathin sekaligus kesehatan hati dan mental karena melalui Musahabah setiap muslim/muslimah sesungguhnya senantiasa mendekatkan jarak dirinya dengan Allah SWT, sumber segala ketenangan, ketentraman dan kedamaian bathiniyah.
Terakhir, oleh sebab setiap orang adalah bagian dari entitas sosial, maka Muhasabah juga dengan sendirinya akan memberi energi dan pengaruh positif terhadap lingkungan kehidupan sosial. Muhasabah yang dilakukan setiap individu muslim akan melahirkan perbaikan kualitas interaksi sosial (hablum minannas) dari waktu ke waktu.
Wallahu a’lam Bishawab.