Konten dari Pengguna

Putusan MK Membuka Kembali Peluang PDIP dan Anies Baswedan

Agus Sutisna
Dosen, Founder Yayasan Podiumm Pesantren Nurul Madany Cipanas Lebak
20 Agustus 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Sutisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
www.istock.com
zoom-in-whitePerbesar
www.istock.com
ADVERTISEMENT
Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus sebagai poros gigantis dalam Pilkada Jakarta yang dalam beberapa pekan terakhir menjadi perbincangan publik akhirnya benar-benar nyata. Kemarin, secara resmi pimpinan 12 partai politik yang tergabung didalamnya tampil bareng mendeklarasikan Ridwak Kamil sebagai Calon Gubernur.
ADVERTISEMENT
Deklarasi ini juga sekaligus menyudahi teka-teki perihal siapa bakal Cawagub pendamping Ridwan Kamil. Ia adalah Suswono, kader PKS yang pernah menjabat Menteri Pertanian di era pemerintahan SBY. Ohya, beliau ternyata juga pernah mengajar paruh waktu di almamater saya, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bogor semasa kuliah di IPB tahun 1980-193.
Deklarasi Ridwan Kamil-Suswono (Rawon?) telah memperjelas konstelasi politik elektoral untuk Pilgub Jakarta. Semua partai politik, minus PDIP, bergabung dalam satu kubu kandidasi yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Koalisi ini hampir pasti bakal menghadapi Paslon Independen, Dharma-Kun yang akhirnya juga dinyatakan tetap lolos setelah Pleno KPU DKI memutuskan bahwa kasus pencatutan nama dan NIK jumlahnya sedikit dan tidak memengaruhi jumlah dukungan yang dipersyaratkan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, PDIP gagal dan nampaknya bakal mengambil pilihan (yang diizinkan undang-undang), yakni tidak ikut Pilgub. Saat yang sama, Anies Baswedan juga gagal maju. Dan bersama PDIP ia bakal duduk di tribun pesta rakyat Jakarta sebagai penonton.
Tetapi tunggu dulu. Benarkah PDIP dan Anies sudah tamat di Pilgub Jakarta? Tertutupkah sudah peluang bagi keduanya untuk maju ke arena kontestasi? Tentu saja belum, meski kecil peluang mereka masih tetap terbuka hingga masa pendaftaran paslon ditutup oleh KPU. Nah, saat ini pendaftaran itu dibuka saja belum karena masih harus menunggu hingga tanggal 27 Agustus sesuai PKPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal.
Lantas apa dasarnya dan bagaimana argumennya bahwa PDIP-Anies masih memiliki peluang untuk maju ke arena kontestasi?
ADVERTISEMENT

PKPU 8 Tahun 2024

Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
Proses pencalonan Pilkada 2024 diatur di dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota. Khusus proses pendaftaran paslon dari jalur partai politik atau gabungan partai politik diatur di dalam Pasal 96-100.
Peraturan KPU itulah yang menjadi dasar premis tadi, bahwa PDIP dan Anies masih memiliki peluang untuk mendaftarkan diri ke KPU DKI Jakarta. Tentu dengan satu catatan yakni adanya perubahan peta pengusungan dan dukungan partai politik terhadap bakal pasangan calon sebelum didaftarkan ke KPU DKI. Misalnya ada penarikan dukungan oleh partai tertentu terhadap pasangan calon. Dan ini jelas masih dimungkinkan, setidaknya sampai masa pendaftaran dibuka.
ADVERTISEMENT
Sementara di dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada dinyatakan bahwa masa pendaftaran pasangan calon berlangsung tanggal 27-29 Agustus 2024. Ini artinya selama kubu KIM Plus belum mendaftarkan Ridwan Kamil-Suswono ke KPU DKI, partai-partai politik yang tergabung di dalam koalisi ini masih bisa mengubah sikap dah haluan politik kandidasinya.
Larangan penarikan dukungan dan pengusulan oleh partai politik tertentu hanya jika pasangan calon sudah didaftarkan ke KPU DKI Jakarta sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) PKPU 8 Tahun 2024:
ADVERTISEMENT
Jadi clear. Dari sisi ruang pengaturan PDIP dan Anies masih memiliki peluang untuk mengikuti Pilkada. Yakni apabila salah satu atau lebih partai politik pendukung Ridwan Kamil-Suswono mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya dengan menarik diri dari poros KIM Plus dan mau mengalihkan kerja sama politik elektoralnya ke PDIP dan mengalihkan dukungannya kepada Anies Baswedan.
Pertanyaannya kemudian, masih adakah partai yang mau mengubah sikap dan politik kandidasinya? Mari kita diskusikan lebih jauh.

Jika Isu “Tersandera” Tidak Benar

Ilustrasi warga usai menggunakan hak suaranya pada Pilkada serentak. Foto: Aditya Aji/AFP
Kita mulai dari isu “elite partai tersandera” yang sudah sejak Pemilu 2024 silam beredar kencang di ruang publik. Bahwa merapatnya seluruh partai politik di kubu KIM Plus untuk Pilgub Jakarta antara lain karena situasi ketersanderaan ini. Tidak semua tentu saja. Hanya beberapa partai, atau lebih tepatnya elite beberapa partai tertentu.
ADVERTISEMENT
Ada tiga jenis situasi ketersanderaan. Pertama, tersandera kasus hukum. Kedua tersandera urusan bisnis (usaha). Ketiga tersandera soal jabatan. Meski tidak mudah dibuktikan, sejumlah indikator dari ketiga jenis situasi ketersanderaan ini bisa dilacak dan dibaca jejak digitalnya di media. Atau dicermati dari perilaku politik elit partai terutama sejak proses Pemilu 2024 lalu dimulai.
Kembali ke soal peluang PDIP dan Anies. Jika isu ketersanderaan ini benar adanya dan tentu saja ini hanya bisa dirasakan oleh para elite partai sendiri, maka peluang PDIP-Anies amat sangat kecil. Karena siapa pun pasti tidak yakin bahwa mereka yang tersandera bakal berani mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya. Kecuali siap menghadapi aparat penegak hukum atau bisnisnya diganggu atau kehilangan jabatan.
ADVERTISEMENT
Tetapi jika isu ketersanderaan itu tidak benar sama sekali, terutama jenis yang pertama dan kedua, perubahan sikap dan haluan politik kandidasi itu mestinya masih sangat mungkin terjadi. Apalagi jika para elite partai mau menurunkan sedikit saja syahwat pragmatiknya dan menggeser syahwat itu untuk kepentingan yang lebih maslahat, kepentingan banyak orang. Jika demikian maka peluang PDIP dan Anies masih cukup terbuka untuk bisa maju ke perhelatan Pilgub Jakarta.

Faktor Penentu

Anies Baswedan menghadiri Simposium Peta Jalan Pendidikan Indonesia di Akamedi Bela Negara, Pancoran Timur II, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2024). Foto: Alya Nurfakhira Zahra/kumparan
Dengan asumsi bahwa isu “elite partai tersandera” itu tidak benar, atau (mungkin saja benar) tetapi para elite yang tersandera memiliki keberanian untuk mengubah sikap dan haluan politik kandidasinya karena pertimbangan idealisme dan menjaga kewarasan Pilkada misalnya, sekali lagi peluang PDIP dan Anies jelas masih terbuka. Peluang terbuka ini bisa terwujud jika salah satu atau lebih faktor berikut ini terjadi dalam beberapa hari ke depan sebelum pendaftaran Paslon ke KPU DKI Jakarta dimulai.
ADVERTISEMENT
Pertama, PDIP dan Anies terus berikhtiar dan berhasil meyakinkan partai-partai lain di kubu KIM Plus bahwa memilih bekerja sama dengan mereka adalah pilihan yang jauh lebih bijak dan lebih maslahat untuk kepentingan menjaga konsolidasi demokrasi yang sudah diperjuangkan bersama. Potensi kemenangan jika mereka berkoalisi juga relatif besar, bahkan bisa lebih besar dari potensi yang dimiliki KIM Plus.
Ada dua partai yang masih mungkin dilobi untuk membangun kerja sama, yakni Partai Nasdem dan PKB. Kolega sebelah lagi, PKS jelas tidak bisa diharapkan karena sudah mendapatkan “panjar politik” berupa posisi bakal Cawagub.
Kedua, Partai Nasdem mengubah sikap dan haluan politik kandidasi. Kemungkinan ini masih bisa terjadi dan normal jika melihat kedekatan Surya Paloh dengan Anies baik selama Pilpres maupun sesudahnya. Demikian pula kedekatan Surya Paloh dengan Megawati dan saling ta’dzim secara politik di antara keduanya selama ini.
ADVERTISEMENT
Ketiga, PKB mengubah sikap dan haluan politik kandidasi seperti Nasdem. Kemungkinan perubahan ini juga masih bisa terjadi dan sama normalnya dengan posisi Nasdem dan Surya Paloh. Kedekatan Gus Imin dengan Anies dan soliditas mereka bersama Nasdem di Pilpres merupakan modalitas politik yang bisa mengubah situasi sebelum pendaftaran Paslon ke KPU DKI Jakarta. Muktamar PKB 24-25 Agustus di Bali nanti menjadi penting untuk ditunggu berkenaan dengan kemungkinan dan peluang ini.

Putusan MK

Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
Faktor terakhir tetapi sangat menentukan adalah Putusan MK terbaru Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan Pilkada yang dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, Selasa 20 Agustus 2024.
Dalam putusannya MK mengubah ambang batas syarat pencalonan yang semula minimal 20 persen, kini cukup 7.5 persen bagi provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sebanyak 6-12 juta. Kita tahu, PDIP memiliki jumlah kursi sebanyak 15 kursi di DPRD DKI Jakarta hasil Pileg 2024, setara dengan 14 persen lebih.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, jika putusan tersebut lugas diimplementasikan sesuai prinsip final and binding saat ini dan tidak ada siasat jahat politik, maka PDIP bisa melaju sendiri tanpa harus koalisi dengan partai mana pun, tanpa perlu menunggu perubahan sikap dan haluan politik kandidasi Nasdem maupun PKB. Dan peluang Anies tentu saja menjadi terbuka untuk diusung PDIP, bisa dengan Rano Karno atau Hendrar Prihadi, mantan Wali Kota Semarang. Kita lihat dalam beberapa hari ke depan.