Memaknai 10 Tahun Pertanian Indonesia

titarosy
Statistisi ahli madya BPS Provinsi Kalimantan Selatan
Konten dari Pengguna
13 Juni 2023 20:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari titarosy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petani beraktivitas di persawahan Desa Puca, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (8/1/2022) Foto: Abriawan Abhe/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petani beraktivitas di persawahan Desa Puca, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (8/1/2022) Foto: Abriawan Abhe/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang tahun 2020, sempat viral tagar 10yearsChallenge yang membandingkan kondisi suatu waktu tertentu dengan kondisi 10 tahun sebelumnya. Banyak warga masyarakat yang unjuk dokumentasi perbandingan 10 tahun tersebut menggunakan berbagai media sosial sehingga tak sulit menjadi viral. Digitalisasi yang memang semakin masif di kala itu (dan hingga sekarang) menjadi fasilitator yang mengalirkan berbagai informasi tanpa batas waktu dan tempat, termasuk konten-konten 10 years challenge. Data-data maupun dokumentasi perbandingan selama 10 tahun memang menarik untuk diamati dan dipelajari, utamanya yang menyangkut variabel kehidupan orang banyak.
ADVERTISEMENT
Bicara data, erat kaitannya dengan institusi penghasil data statistik di Indonesia yang dipercaya untuk menghasilkan statistik dasar yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pengampu statistik dasar di negeri ini menyelenggarakan 3 (tiga) jenis Sensus yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Ketiga jenis sensus tersebut adalah Sensus Penduduk dengan tahun berakhiran nol, Sensus Pertanian pada tiap tahun yang berakhiran angka tiga, dan Sensus Ekonomi pada tahun-tahun berakhiran angka enam. Saat tulisan ini dibuat, kalender berada pada tahun 2023 sehingga pada tahun ini BPS akan menyelenggarakan Sensus Pertanian. Sensus Pertanian 2023 akan diselenggarakan selama 2 bulan sejak 1 Juni hingga 31 Juli 2023.
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) merupakan Sensus Pertanian yang ke-7 kali diselenggarakan di Indonesia setelah Sensus Pertanian pertama diselenggarakan pada tahun 1963. Beberapa hal baru yang akan diaplikasikan pada Sensus Pertanian 2023 ini adalah isu strategis seperti petani milenial dan penggunaan teknologi untuk pertanian. Istilah ‘Pertanian’ sering dilekatkan pada sawah yang merupakan hamparan penghasil output tanaman pangan berupa padi. Pada ST2023 yang akan disensus bukan hanya sawah-sawah, namun pertanian dalam arti luas yang mencakup 7 subsektor yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian.
ADVERTISEMENT
Secara makro, sektor pertanian masih menjadi kontributor 12,4 persen kue ekonomi nasional, penyumbang terbesar ketiga setelah sektor pertambangan dan sektor perdagangan. Bahkan ketika tahun 2020 yang merupakan tahun pandemi, di saat sektor-sektor lain mengalami resesi bahkan kontraksi, sektor pertanian masih mampu tumbuh positif. Para pekerja di sektor pertanian yang tanpa mengenal istilah Work From Home (WFH) di masa pandemi ini mampu memproduksi padi sebesar 54,65 juta ton GKG atau meningkat sebesar 0,08 persen dibanding tahun sebelumnya.
Penduduk Indonesia saat ini 70,72 persennya berada pada usia produktif (15-49 tahun). Dengan kata lain, bangsa Indonesia saat ini tengah menikmati fase bonus demografi. Terkait bonus demografi, kondisi ini bisa menjadi sesuatu yang menguntungkan atau malah sebaliknya. Apabila pasar tenaga kerja tidak dapat menyerap tenaga kerja yang melimpah, maka pengangguran menjadi pilihan pintu keluar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik, angka penggangguran Februari 2023 mencapai 5,45 persen atau turun sekitar 0,38 poin persen dibanding Februari 2022. Penurunan angka pengangguran ini dapat dikatakan on the track dengan pemanfaatan bonus demografi yang sedang berlangsung.
Angka pengangguran yang menurun memberikan informasi bahwa ada sektor-sektor yang mengalami peningkatan serapan tenaga kerja. Pada Februari 2023, semua sektor ekonomi mengalami peningkatan serapan tenaga kerja termasuk pertanian yang serapannya mengalami peningkatan 0,05 persen dibanding tahun sebelumnya (Februari 2022).
Bahkan sektor pertanian masih konsisten setidaknya dalam 5 tahun terakhir dapat menyerap hampir sepertiga (29,36 persen) tenaga kerja nasional. Meskipun dapat menjadi wadah mayoritas tenaga kerja nasional, namun stigma kantong kemiskinan berada di sektor pertanian juga tampaknya masih belum dapat dihilangkan. Saat ini sektor pertanian masih menjadi tumpuan nafkah bagi separuh (49,89 persen) rumah tangga miskin di Indonesia agar asap dapurnya masih mengepul.
ADVERTISEMENT
Tidak berlebihan jika diambil benang merah bahwa meningkatkan kesejahteraan petani dapat setali tiga uang menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan. Serta sekaligus mengatasi masalah ketahanan pangan seperti yang diamanatkan dalam salah satu Goal dalam Sustainable Development Goal’s (SDG’s) yaitu “zero hunger”.
Berbagai kebijakan dan program digelontorkan untuk pembangunan pertanian menuju ke arah yang lebih baik. Peningkatan kesejahteraan penghasil pangan bagi 270,2 juta jiwa penduduk ini perlu diperjuangkan agar gula-gula ekonomi di sektor pertanian tetap ada sehingga anak-anak muda yang dikenal dengan generasi milenial tidak ragu untuk berprofesi sebagai petani.
Program maupun kebijakan yang tepat sangat memerlukan data yang akurat dan up to date agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Sensus Pertanian 2023 diharapkan dapat memotret kondisi terkini pertanian Indonesia. Berkaca pada serapan tenaga kerja di sektor pertanian 10 tahun lalu (Februari 2013) mencapai 39,96 persen, sedangkan saat ini (kondisi Februari 2023) 29,36 persen atau menurun sekitar 10 poin persen dalam 10 tahun. Dinamika apa saja yang terjadi pada 29,36 persen tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor pertanian? Mari memaknai 10 tahun pertanian Indonesia untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani dengan menyukseskan Sensus Pertanian 2023.
ADVERTISEMENT