Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Saatnya Memanggungkan Petani
1 Juni 2023 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari titarosy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sektor pertanian telah teruji bertahan dengan pertumbuhan positif meski terkena terpaan pandemi covid-19. Di saat sektor-sektor lain tumbuh negatif di tahun 2020, sektor pertanian mampu membukukan pertumbuhan positif sebesar 1,75 persen. Apabila dibedah lebih dalam, tanaman pangan merupakan subsektor dengan pertumbuhan tertinggi kedua dengan pertumbuhan 3,54 persen setelah tanaman hortikutura yang tumbuh 4,17 persen.
ADVERTISEMENT
Berbicara kontribusi, sektor pertanian merupakan penghasil nilai tambah terbesar kedua pada perekonomian nasional setelah industri pengolahan. Sektor pertanian pada masa pandemi mampu menghasilkan nilai tambah sebesar 2.115,09 triliun rupiah atau sekitar 13,7 persen dari perekonomian nasional.
Besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor pertanian ini sejalan dengan serapan tenaga kerja di Indonesia yang juga didominasi oleh sektor pertanian ini. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik untuk periode Februari 2023 terdapat 29,36 persen tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor pertanian. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi tumpuan bagi 49,89 persen rumah tangga miskin yang bekerja agar asap dapurnya tetap mengepul. Di masa pandemi, para pejuang pangan ini tetap bekerja dan tidak mengenal mekanisme Work From Home (WFH).
ADVERTISEMENT
Besarnya dominasi sektor pertanian terhadap kue ekonomi nasional menyisakan persoalan yang hingga saat ini belum kunjung terjelaskan. Pertanyaan mendasar, bagaimana kesejahteraan para pejuang pangan yang bergelut atau berprofesi di sektor pertanian ini? Mereka telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, namun bagaimana kondisi sosial ekonomi mereka? Stigma bahwa kantong kemiskinan berada di sektor pertanian sepertinya belum dapat ditepis dengan melihat hampir separuh rumah tangga miskin yang masih bekerja di sektor ini.
Sedikit menelaah indikator lain yaitu tentang Nilai Tukar Petani (NTP), akan tergambar tentang perbandingan antara kecepatan perubahan harga produk pertanian dengan kecepatan perubahan harga bahan baku produksinya serta kecepatan perubahan harga barang-barang yang dikonsumsi rumah tangga petani. Nilai Tukar Petani merupakan hasil pembagian atau rasio dimana pembilangnya adalah Indeks harga yang Diterima Petani (It) dan penyebutnya adalah Indeks yang Dibayar Petani (Ib).
ADVERTISEMENT
Apabila besaran NTP di atas 100, bisa diasumsikan petani sedang surplus demikian juga sebaliknya jika NTP di bawah 100 maka dapat diasumsikan bahwa petani sedang defisit. Apabila dicermati setidaknya selama tiga tahun terakhir, perkembangan Indeks yang Dibayar (Ib) lebih tinggi daripada perkembangan Indeks yang Diterima (It).
Secara nasional besaran NTP setidaknya selama tiga tahun terakhir selalu berada di atas 100. Ini bisa mengindikasikan bahwa petani masih surplus. Namun apabila ditelusuri per provinsi, akan terlihat pada beberapa provinsi masih terdapat besaran NTP di bawah 100. Kondisi ini menyisakan ruang yang harus dibenahi oleh pemerintah agar tidak terjadi disparitas kesejahteraan petani antar provinsi.
Kebijakan untuk sektor pertanian ke depan seharusnya lebih pro petani agar gula-gula ekonomi yang dihasilkan di sektor ini tetap ada agar dapat menstimulus petani untuk berproduksi. Istilah petani milenial mungkin agak jarang didengar mengingat sebagian besar pemuda lebih tertarik untuk bekerja di sektor jasa-jasa dan industri. Di dalam Statistik Pemuda Indonesia 2022 yang diterbitkan oleh BPS, pemuda (usia 16-30 tahun) yang bekerja di sektor pertanian hanya 18,01 persen, sisanya bekerja di sektor industri (25,16 persen) dan jasa-jasa (56,82 persen).
ADVERTISEMENT
Untuk dapat meningkatkan pembangunan di sektor pertanian, pemerintah perlu data-data yang lebih detail bahkan yang dapat dijadikan keterbandingan secara nasional. Bangsa Indonesia pada tahun 2023 punya hajatan besar untuk mencatat pertanian Indonesia. Agenda besar ini adalah Sensus Pertanian 2023. Sensus Pertanian merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memotret kondisi pertanian di Indonesia dan menangkap perubahan yang terjadi selama 10 tahun di sektor pertanian.
Sensus Pertanian dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap sepuluh tahun sekali dan pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963. Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik, penyelenggaraan sensus dilakukan setiap 10 tahun sekali, termasuk Sensus Pertanian pada setiap tahun berakhiran angka 3 (tiga).
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) adalah yang ketujuh kalinya. Kegiatan pertanian yang dicakup meliputi 7 subsektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian. Sensus Pertanian 2023 dirancang agar hasil yang diperoleh berstandar internasional. Sensus Pertanian berstandar internasional mengacu kepada program FAO yang dikenal dengan World Programme for the Census of Agriculture (WCA).
ADVERTISEMENT
Data-data yang akan dihasilkan dari Sensus Pertanian 2023 antara lain data pokok tentang pertanian nasional, petani gurem, indikator SDG’s pertanian, dan geospasial statistik pertanian. Nantikan Sensus Pertanian di tahun 2023 serentak di seluruh Indonesia pada 1 Juni hingga 31 Juli 2023. Saatnya memanggungkan petani lewat Sensus Pertanian. Sensus Pertanian 2023, Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani.