Konten dari Pengguna

Mengenal Dampak Fisik Dan Psikologis Hiperhidrosis Saat Cuaca Panas

Titi Mutoharoh
Mahasiswa pendidikan biologi UIN Walisongo Semarang
7 Mei 2024 13:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Titi Mutoharoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar tangan berkeringat (sumber: dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
gambar tangan berkeringat (sumber: dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cuaca panas yang tak tertahankan, matahari yang terik, dan suhu udara yang meningkat dengan cepat seringkali memengaruhi aktivitas harian seseorang. Banyak upaya penyesuaian yang dilakukan individu untuk dapat bertahan dalam cuaca panas tersebut. Upaya adaptasi dilakukan baik secara fisik maupun psikologis. Tidak jarang bahwa kegagalan dalam upaya adaptasi tersebut dapat menimbulkan sejumlah masalah. Salah satunya bagi orang yang menderita hidperhidrosis, cuaca panas bukan hanya menyebabkan ketidaknyamanan fisik, tetapi juga beban psikologis yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Hiperhidrosis adalah kelainan keringat berlebih akibat stimulus yang terlalu aktif pada reseptor kolinergik di kelenjar keringat. Gangguan ini ditandai dengan keringat melebihi jumlah yang digunakan tubuh untuk pengaturan suhu homeostasis. Kelenjar keringat terpusat di area seperti ketiak, telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Secara umum, hiperhidrosis dibagi menjadi dua, yaitu hiperhidrosis primer dan sekunder. Hiperhidrosis primer tidak diketahui secara spesifik penyebabya dan berhubungan dengan genetik. Sedangkan hiperhidrosis sekunder ditandai dengan keringat berlebihan yang disebabkan oleh berbagai kondisi fisiologis, antara lain: obesitas, menopause, infeksi, intoksikasi, tumor ganas dan endokrinologis, disfungsi kardiovaskular atau neurologis, serta obat-obatan tertentu.
Penderita hiperhidrosis sering mengalami peningkatan drastis dalam produksi keringat saat cuaca panas. Meskipun sejumlah keringat normal, masalah muncul ketika tubuh terus-menerus memproduksi keringat berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan stres fisik seperti tangan lembap dan dingin, dehidrasi, dan risiko infeksi kulit. Stres sosial juga dapat memperburuk produksi keringat. Konsekuensi fisik ini, seperti pakaian basah dan rasa tidak nyaman, dapat mengganggu emosi seseorang dan mempengaruhi kualitas hidup secara signifikan.
ADVERTISEMENT
Stigma sosial merupakan masalah utama bagi penderita hiperhidrosis, menyebabkan rasa malu dan kurangnya percaya diri di situasi sosial atau profesional. Banyak yang menghindari interaksi sosial atau aktivitas di luar ruangan karena kekhawatiran akan reaksi orang lain terhadap kondisi mereka, yang pada akhirnya membatasi pengalaman dan kesempatan sosial mereka. Dampak ini dapat memicu kecemasan sosial, merusak rasa percaya diri, dan mendorong perilaku penghindaran.
Menurut penelitian terbaru, hiperhidrosis memiliki dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup. Penderita sering mengalami stres kronis yang berujung pada gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi. Rasa malu dan ketidakpercayaan diri menjadi faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat depresi dibandingkan
dengan mereka yang tidak mengalami hiperhidrosis. Mereka merasa terjebak dalam lingkaran setan di mana kecemasan menghasilkan lebih banyak keringat, memperburuk tingkat stres, dan menciptakan siklus sulit yang sulit untuk diatasi.
ADVERTISEMENT
Meskipun prevalensinya tinggi di populasi umum, penelitian mengenai hiperhidrosis masih terbatas. Namun, penting untuk diingat bahwa ini bukanlah masalah sepele, melainkan kondisi medis yang serius memerlukan penanganan yang tepat. Penderita dapat mengambil langkah-langkah praktis seperti mengenakan pakaian khusus dan mencari tempat berteduh saat cuaca panas untuk meredakan ketidaknyamanan fisik. Selain itu, perawatan medis seperti antiprespiran, antikolinergik, atau toksin botulinum dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun, dukungan sosial, konseling, dan pendidikan masyarakat juga krusial untuk membantu mereka mengatasi dampak psikologisnya. Dengan mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman tentang hiperhidrosis, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi para penderita.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hiperhidrosis berdampak besar pada fisik dan mental penderitanya. Hal tersebut nampaknya harus menjadi pertimbangan bahwa hiperhidrosis memerlukan perhatian lebih sebagaimana kondisi kulit lain. Dengan memahami dan mengakui dampak psikologis yang terkait dengan kondisi ini, kita dapat bekerja menuju masyarakat yang lebih sensitif dan inklusif, di mana semua orang merasa dihargai dan diterima, terlepas dari kondisi medis yang mereka alami.
ADVERTISEMENT