Konten dari Pengguna

Meningkatnya Minat Literasi: Perpustakaan Jadi Destinasi Kongkow

Tobroni
Mahasiwa S2 asal Jakarta yang sedang berkuliah di IAIN Kediri
22 Januari 2025 5:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tobroni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

-Pramoedya Ananta Toer-

Ungkapan yang menggerakkan jari untuk menuangkan sedikit isi kepala yang sedang carut-marut oleh badai job seeker di Indonesia. Rasanya kata ini, bukan hanya bermakna harfiah tapi mulai menampakkan makna tersiratnya pada realita. Kegiatan literasi di Indonesia tahun ke tahun kian meningkat dari pengamatan minimalis saya. Istilah WFC (work from cafe) mungkin segera berganti menjadi bekerja dari perpustakaan, atau mungkin para kelompok penikmat musik yang sering kongko di coffe shop akan datang ke serambi perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Ramainya pengunjung yang datang ke perpustakaan, karena memiliki daya tarik seperti: lengkapnya fasilitas, penyelenggaraan kegiatan yang konsisten, kebersihan, dan kantin yang nyaman. Menurut paparan data oleh akun perpus jkt dan pds hb jassin, sekitar 469.809 orang melakukan kujungan, 473 terselenggaranya acara literasi, dan 189.233 membaca buku di tempat, serta 73.991 buku yang dipinjam tahun 2024.
Walau tak menyentuh angka setengah penduduk Jakarta, tetapi minat literasi mulai meningkat. Di sisi lain, penggiat literasi dalam skala komunitas juga mulai menampakkan eksistensinya dan menarik minat para kaula muda untuk mengikuti kegiatan literasi yang ada di setiap komunitas. Dari membaca puisi di Pos Bloc, menulis cerpen, atau sekedar membaca buku di taman yang diakhiri diskusi.
ADVERTISEMENT
Naiknya minat literasi, tak lepas dari keterlibatan peran media sosial yang kontennya membahas mengenai literasi. Kutipan para penulis atau resensi buku yang relevan pada keseharian, membuat sastra bisa lebih mudah dipahami.
Sesi silent reading di taman langsat (20/10/2024). Foto: Tobroni
Pembacaan puisi di malam kegiatan book camp komunitas literasi (1/9/2024). Foto: Tobroni.
• Membaca untuk eksplorasi cakrawala baru
Berbagai macam tema bacaan banyak tersaji di toko buku favorit kita, dari filsafat, sejarah dan agama. Atau mungkin dengan memantapkan hati memilih genre fiksi atau nonfiksi, membuat kita tahu arah minat membaca kita. Sebuah buku dapat menggambarkan kondisi lingkungan penulis melalui refleksi dari kacamatanya. Bukan hanya sekedar uraian kondisi yang dapat kita cerna dari membaca karya, ide, dan gagasan yang diyakini. Penulis bisa membuat para pembaca memiliki cara pandang baru terhadap suatu hal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari membaca juga, kita bisa memperkaya bahasa dan pemaknaan yang belum pernah kita jumpai sebelumnya. Cara pandang, gagasan, keyakinan, dan metode yang dipaparkan jelas dalam suatu karya dapat kita korelasikan secara runtut.
• Menulis sebagai eksistensi individu
Setelah giat membaca banyak karya, sangat disayangkan jika kita,tidak menuliskan gagasan yang kita dapat dari sang penulis. Ibaratnya pengetahuan sebagai hewan liar yang mudah lepas, apabila tidak diikat dalam tulisan. Artinya, gagasan dari penulis yang pembaca cerna, menghasilkan perkembangan makna baru yang ditulis oleh pembaca. Gagasan yang ditulis pembaca akan menunjukan keberadaan dirinya, dengan memilih fokus bahasan pada sebuah karya mencirikan kesadaran akan keinginan diri. Sebab dalam karya berisi banyak komponen bahasan dan pembaca dalam merefleksikan karya mempunyai batasan.
ADVERTISEMENT
• Koneksi penulis dan pembaca
Karya sastra yang dibuat oleh penulis berisi sebuah pengalaman yang dirasa berkesan baginya. Uraian yang tersaji menggambarkan kondisi linkungan dan pikiran penulis, narasi yang disusun dengan baik dan jelas bertujuan agar pembaca bisa memahami. Pengalaman-pengalaman penulis tadi memiliki maksud yang mendalam, harapannya penikmat sastra akan memperoleh sebuah pengetahuan baru.
• Selera sastra bukan untuk pengkotakkan
Jenis karya sastra memiliki bermacam variasi dari tema, genre, dan cara penyampaian. Dari kemajemukan tersebut, bukan berarti kita sebagai penikmat sastra merasa superior atas bacaan yang sedang kita baca. Semua penulis saya anggap mempunyai keistimewaan yang berbeda dalam menyampaikan ide dalam pikirannya.
Disamping itu, seorang pembaca untuk memaknai sebuah karya mempunyai kenikmatan tersendiri untuk mengkonsumsi karya sastra. Mungkin analogi yang cocok untuk kodisi lingkungan yang memandang rendah selera baca yang terlanjur ditemui atau mengganggu, bisa dicitihkan seperti 'tiga kotak yang terpisah, namun kotak tersebut memiliki tali penghubung untuk saling berkaitan'.
ADVERTISEMENT
Literasi dan sastra memang tak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena untuk terus merawat tren positif penggiat literasi harus menulis dan membaca untuk merefleksikan, memaknai, dan memproduksi karya agar cakrawala terus bergerak secara dinamis dan digambarkan dengan unik.