Konten dari Pengguna

Filsafat Berkurban

tohirinsoeparta
Saya seorang dosen di Mahad Aly Jakarta.
8 Juni 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari tohirinsoeparta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana penjualan hewan kurban di kawasan Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan, Jumat (24/5). Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penjualan hewan kurban di kawasan Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan, Jumat (24/5). Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Belasan hari lagi kita akan merayakan hari raya idul fitri yang identik dengan hari raya kurban. Berbicara mengenai hari raya kurban berarti berbicara tentang perjalanan kehidupan nabi Ibrahim AS. Banyak hal yang bisa diambil dari sosok nabi Ibrahim AS tentang pengorbanan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Berawal dari rasa takut akan dirampasnya mahkota kerajaan berdasarkan tabir mimpinya, raja Namrud penguasa yang berkuasa saat itu berusaha untuk mencari informasi tentang ibu hamil agar apabila mereka melahirkan bayi laki-laki, maka bayi tersebut harus dibunuh.
Seperti sudah menjadi skenario, ibu dari Ibrahim berhasil lepas dari intaian para punggawa istana dan ia tinggal di dalam goa. Di dalam goa yang gelap gulita tersebut, ia menghidupi, melahirkan dan memelihara anaknya Ibrahim.
Setelah agak dewasa Ibrahim memperhatikan ibunya yang keluar masuk gua. Awalnya Ibrahim menganggap bahwa kehidupan di dunia hanya seluas gua tersebut. Setelah ia mengintip dan keluar ternyata dunia itu luas. Ibrahim begitu terpesona dengan keindahan dan gemerlap alam semesta. Setelah itu ia mempertanyakan siapakah yang menciptakannya?
ADVERTISEMENT
Ia pandangi matahari yang dianggapnya sebagai kekuatan luar biasa yang menciptakan alam semesta ini. Ia pun berasumsi bahwa matahari merupakan Tuhan. Pandangan Ibrahim berubah setelah waktu malam masuk dan ia berasumsi seandainya matahari itu Tuhan pasti di malam hari pun ia tetap ada dan tidak lenyap, tetapi nyatanya lenyap, maka berarti ia bukan Tuhan.
Dipandangi lagi kegagahan rembulan setelah waktu malam masuk. Ibrahim berasumsi bahwa rembulan merupakan Tuhan karena dengan kegagahannya rembulan dapat menyinari kegelapan. Asumsinya pupus setelah ia memandang rembulan lenyap di siang hari lalu ia pun memiliki asumsi baru bahwa bulan tidak pantas dianggap sebagai Tuhan.
Demikianlah dengan pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran Ibrahim berusaha mencari siapa sesungguhnya yang berada di balik penciptaan bumi sampai ia menemukan bahwa sosok wujud tersebut adalah Allah Swt.
ADVERTISEMENT
Setelah Ibrahim dewasa ia menikah dengan Sarah. Pernikahan keduanya berjalan lancar dan harmonis. Hanya saja terdapat kekurangan dari diri Sarah, yaitu tidak memiliki keturunan. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun ternyata keturunan yang dinanti-nanti tidak kunjung muncul.
Akhirnya usia senja pun menimpa Sarah dan Ibrahim menikah tanpa memiliki keturunan. Demi keturunan yang didamba-dambakan, akhirnya Sarah rela berkorban. Ia merelakan Ibrahim menikah dengan pelayanan Hajar wanita yang ia anggap shalehah, suatu pengorbanan luar biasa yang diberikan oleh seorang istri untuk suaminya. Pengorbanan Sarah di sini juga tidak sia-sia karena pada akhirnya ia juga dikarunia seorang anak yaitu nabi Ishak AS.
Benar saja setelah menikah dengan Hajar Ibrahim dikaruniai seorang anak Ismail AS. Awalnya Sarah senang dengan kelahiran Ismail tetapi sebagai seorang wanita ia juga merasa tertekan dan akhirnya ia meminta kepada Ibrahim untuk pergi dengan istri kedua beserta anaknya tersebut dengan harapan keduanya tidak berada di hadapannya. Di sini nabi Ibrahim yang berkorban walaupun dengan berat hati akhirnya meninggalkan istri pertamanya Sarah.
ADVERTISEMENT
Setelah membawa anak dan istri keduanya, Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah Swt untuk meninggalkan anak dan istrinya tersebut. Lagi-lagi demi menjalankan perintah Allah Ibrahim rela berkorban, yaitu dengan berat hati meninggalkan anak dan istrinya di tengah padang pasir yang tandus yang tidak berpenghuni itu. Hajar selaku istri juga mau berkorban dan rela menerima keputusan suaminya untuk pergi walaupun dengan berat hati.
Setelah suaminya pergi dan perbekalan untuknya dan anaknya habis, Sarah pun kebingungan. Setelah itu demi anaknya ia rela berkorban untuk berlari bolak-balik tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwa dalam rangka mencari air. Setelah tenaganya habis, ia pun akhirnya pasrah kepada Allah Swt.
Pengorbanan Hajar dengan berlari tujuh kali ternyata tidak sia-sia. Allah Swt membalas dengan adanya gundukan tanah basah di hadapannya dan ternyata setelah digali ia merupakan sumber air yang sekarang terkenal dengan sumber air zam-zam dengan mata air yang tidak ada habisnya. Setelah itu mulailah burung-burung berdatangan diikuti oleh kabilah-kabilah dan padang pasir yang awalnya gersang tersebut berubah menjadi kawasan ramai yang banyak disinggahi orang.
ADVERTISEMENT
Setelah lama Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya, akhirnya ia menemui dan alangkah terharunya ternyata istri dan anaknya dalam keadaan segar bugar dan sejahtera. Ia pun saat itu bersujud memuji Allah Swt.
Tidak berselang lama Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah Swt yang cukup mengagetkan-lebih mengagetkan dari tertangkap tangannya Ketua MK oleh KPK- yaitu perintah untuk menyembelih anaknya Ismail AS.
Hal ini barangkali pengorbanan yang terbesar yang dialami oleh Ibrahim AS. Ibrahim tetap tegar bahkan ia sempat menanyakan hal ini kepada anaknya Ismail. Bagai gayung bersambut, Ismail rela berkorban demi menjalankan perintah Allah Swt.
Allah Maha Mengetahui ketulusan dan pengorbanan hambaNya sehingga ia mengganti pengorbanan diri tersebut dengan seekor kambing gibas, suatu kejadian yang tidak diperkirakan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu prolog di atas-mengenai pengorbanan Ibrahim istri dan anaknya-harus menjadi cambuk bagi seorang muslim yang hendak berkurban sebab secara sosiologis agama berarti suatu jenis system sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang tertumpu pada kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat pada umumnya.
Agama disebut sistem sosial karena agama adalah suatu fenomena sosial, suatu peristiwa kemasyarakatan, suatu system sosial yang dapat dianalisis karena terdiri dari berbagai macam kaidah dan peraturan yang dibuat saling terkait dan mengarah pada tujuan tertentu.
Agama sebagai kekuatan non-empiris karena agama berurusan dengan kekuatan dari dunia luar yang dihuni oleh kekuatan yang lebih tinggi dari pada kekuatan manusia yang dipercayai adanya. Selanjutnya yang dimaksud dengan keselamatan di atas ialah keselamatan di dalam dunia sekarang dan keselamatan di dunia lain yang dimasuki manusia sesudah kematian.
ADVERTISEMENT
Selama motivasi yang ada adalah hal-hal di atas, maka seorang muslim harus tidak boleh ragu lagi dan mempertanyakan apakah pengorbanan harta yang ia lakukan dengan menyembelih hewan kurban akan dibalas oleh Allah SWT. Seandainya seseorang masih mempertanyakan eksistensi berkurban, maka sungguh ia telah merusak rangkaian system yang dianut tersebut.
Selain itu ibadah ini juga merupakan pembelajaran bahwa kehidupan umat Islam harus senantiasa diliputi oleh pengorbanan. Maraknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di negara kita ini salah satunya diakibatkan tidak adanya jiwa pengorbanan.
Hidup mewah dengan bergelimang harta, ingin dihormati dan disanjung dan senantiasa mencari popularitas dengan mengorbankan aturan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara merupakan bentuk pengorbanan yang naif dan sia-sia karena ia mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
Para pejabat di Indonesia harus banyak belajar dari filosofi berkurban ini melalui napak tilas perjalanan kehidupan nabi Ibrahim yang dengan berbagai tantangan dan rintangannya. Ibrahim rela mengorbankan jiwa raganya demi menjalankan aturan agamanya bukan sebaliknya mengorbankan aturan agama demi kepentingan dirinya. Na’udzu billah tsuma nau’dzu billah.