Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Unintentional Communication: Pola Komunikasi Berkedok Strategi Marketing
15 Januari 2023 14:27 WIB
Tulisan dari HANIF ZAID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari judul, akan nampak salah satu terminologi yang mungkin sering terdengar bagi para praktisi komunikasi. Namun kebanyakan orang awam perlu menelusuri mesin pencari terlebih dahulu untuk menemukan makna tersebut.
ADVERTISEMENT
Ya, unintentional communication menjadi salah satu istilah yang asing bagi kebanyakan orang termasuk Saya, yang seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi sekalipun. Mungkin saya harus lebih meningkatkan intensitas kajian ilmu komunikasi secara lebih elaboratif lagi. Namun tidak ada salahnya jika kita saling belajar mengenal dan mengkaji terkait unintentional communication melalui analisis kecil yang Saya buat.
Pembahasan mengenai unintentional communication memang jarang ditemukan secara pragmatis di internet maupun literatur ilmiah. Namun unintentional communication dapat didefinisikan sebagai strategi komunikasi yang dibuat oleh pengirim pesan dikonstruksikan secara tidak biasa, tiba-tiba, nyeleneh, atau unik kepada penerima pesan atau target audiensnya.
Mengutip dari artikel di atas, unintentional communication menggunakan langkah-langkah yang unik dan tidak biasa yang bersifat insidental atau tak terduga. Hal ini justru dapat diterapkan oleh pelaku bisnis dalam merancang strategi perusahaannya dalam menggaet target konsumennya yang berada dalam segmentasi, selera, dan pasar yang berbeda dari biasanya.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang mungkin akan berpikir unintentional communication hanya akan berhasil pada perusahaan atau brand yang sudah bonafide dan ternama. Namun bagaimana jika strategi komunikasi ini dapat diaplikasikan juga kepada perusahaan baru ataupun start-up?
Unintentional communication akan mudah diterapkan oleh brand-brand besar karena mereka memiliki segala kecukupan resource untuk melakukan strategi eksperimental ini, seperti kelayakan kapital, R&D (Research and Development), SDM (Sumber Daya Manusia), teknologi, data pasar, konsumen, dan sebagainya.
Namun, bukan tanpa risiko menerapkan model unintentional communication pada perusahaan atau brand besar, karena apabila sekalinya salah dalam pengambilan keputusan baik dalam proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, maupun eksekusi maka akan meruntuhkan brand image and reputation yang telah dibangun sekian tahun lamanya.
ADVERTISEMENT
Berbeda jika implementasi unintentional communication diaplikasikan oleh perusahaan baru atau start-up. Brand image & reputation yang mereka miliki belum sepenuhnya kuat dan matang, sehingga mereka bisa seluasa bereksperimen mencari, menemukan, dan menerapkan model dan strategi bisnis yang kompetibel dan efektif dari segi produk, campaign, maupun eksekusi, bahkan menggunakan cara-cara yang baru, tidak biasa, unik, bahkan bersifat incidental atau tak terduga. Pihak eskternal seperti target konsumen, media, dan masyarakat akan melihatnya sesuatu yang berbeda dan baru. Inilah yang menjadi ‘nilai lebih’ bagi para penggerak bisnis yang mencoba berinovasi di era disrupsi saat ini.
Implementasi unintentional communication pada start-up dan perusahaan baru mungkin akan terkesan selaras dengan nyawa yang dihembuskan oleh salah satu strategi marketing yang sedang populer belakangan ini, khsusunya bagi perusahaan yang bergerak di dunia digital. Strategi tersebut yakni Blue Ocean Strategy.
Menurut Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2014), blue ocean strategy adalah salah satu strategi bisnis yang tidak berusaha untuk bersaing dengan kompetitor lain, namun perusahaan secara independen dan inisiatif menciptakan ekosistem industri baru atau segmen pasar yang unik. Melalui industri atau segmen pasar baru tersebut, permintaan baru dari masyarakat akan muncul dan karena perusahaan yang menerapkan blue ocean adalah perusahaan satu-satunya di market, mereka yang akan memperoleh keuntungan besar dari permintaan masyarakat yang bermunculan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Blue Ocean Strategy merupakan strategi anti tesis dari Red Ocean. Kondisi Red Ocean adalah kondisi di mana adanya persaingan sangat ketat untuk mendapatkan pasar yang sama dengan kompetitor. Hal ini memungkinkan adanya persaingan dengan kompetitor menjadi sangat ketat dan saling menjatuhkan.
Kesimpulannya adalah unintentional communication dan blue ocean strategy merupakan strategi komunikasi bisnis dan pemasaran yang keduanya sama-sama mencoba menciptakan hal yang baru dan berbeda bahkan diperlukan elemen pendukung yang tidak biasa, unik, bahkan nyeleneh agar memperoleh segmentasi pasar yang baru tanpa harus tenggelam dalam derasnya arus mainstream business competition di tengah red ocean.
Unintentional communication dan blue ocean strategy dapat secara simultan menjadi salah satu alternatif strategi pemasaran bagi para pelaku bisnis, baik perusahaan rintisan baru atau start-up maupun perusahaan atau brand yang sudah melanglang buana sejak dahulu.
ADVERTISEMENT
Akhir dari tulisan ini Saya tutup dengan kutipan ajaib dan populer dari stand up comedian, Pandji Pragiwaksono dalam Juru Bicara World Tour tahun 2016:
Jadi menurut Anda, strategi unintentional communication akan lebih efektif jika diimplementasikan menjadi strategi marketing oleh perusahaan start-up atau perusahaan besar saat ini?