Konten dari Pengguna

Lethologica atau Tip of The Tongue, Dalang Selip Lidah Gibran Sebut Asam Sulfat

Muhammad Pratomo Ambar Bawono
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret
20 Desember 2023 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Pratomo Ambar Bawono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri Grand Final Pemilihan Duta GenRe Surakarta di Pendhapi Gedhe Solo, Surakarta (25/06/2022). (Dok. Pribadi/Panitia Penyelenggara).
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri Grand Final Pemilihan Duta GenRe Surakarta di Pendhapi Gedhe Solo, Surakarta (25/06/2022). (Dok. Pribadi/Panitia Penyelenggara).
ADVERTISEMENT
Gibran Rakabuming Raka viral dan menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial pasca salah sebut kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil untuk mencegah anak menjadi tengkes (stunting). Gibran menyebutnya asam sulfat. Padahal, asam sulfat merupakan bahan kimia keras. Sejatinya, zat yang dimaksud Gibran adalah asam folat. Karena hal tersebut, Gibran dianggap minim wawasan sebab keliru menyebutkan istilah.
ADVERTISEMENT
Kesalahan penyebutan kata-kata yang bunyinya mirip, seperti folat dan sulfat, dalam berbahasa merupakan gejala yang lumrah. Soenjono Dardjowidjojo, dalam bukunya Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (2003), menyebut fenomena ini sebagai lupa-lupa ingat (tip of the tongue) atau Lethologica di mana penutur mengalami kegagalan sementara untuk mengingat kata atau frasa yang hendak diucapkan.
Untuk menjelaskan konsep tip of the tongue (TOT), Dardjowidjojo merujuk pada eksperimen ujung lidah (Brown dan McNeill, 1966) yang mengajukan pertanyaan tentang nama suatu benda yang jarang diucapkan sehari-hari, yakni sextant (instrumen navigasi). Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 75 persen orang yang lupa-lupa ingat tidak terlalu keliru menerka kata yang dimaksud (Nickel dan Howard, 2000). Ada yang menyebut, sextet, secant, maupun sexton.
ADVERTISEMENT
Dalam produksi ujaran, Dardjowidjojo menyebut gejala ini terkait dengan operasi kognitif. Ini melibatkan proses retrieval kata yang tersimpan dalam memori jangka panjang pada otak manusia atau leksikon mental. Salah satu teori yang diusulkannya adalah teori kemiripan bunyi, di mana kata-kata disimpan berdasarkan kemiripan bunyi. Orang yang lupa-lupa ingat cenderung menebak kata yang polanya mirip dalam hal jumlah suku kata, bunyi awal, dan hasil akhir erornya. Hal tersebut yang membuat orang tidak menyebut semaphore saat diminta menyebut sextant karena, salah satunya, jumlah suku katanya berbeda.
Dari teori gejala tip of the tongue, hingga penyimpanan dan retrieval, dapat diterapkan untuk menganalisis pernyataan Gibran tentang asam sulfat dan asam folat. Hal ini guna menunjukkan bahwa seseorang dengan TOT, memiliki beberapa informasi fonologis, namun tidak cukup untuk mengaktifkan kata yang dimaksud secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Gibran dua kali salah menyebut zat asam folat dengan terma asam sulfat. Pertama, ia menyebutnya dalam acara “Diskusi Ekonomi Kreatif Bersama Mas Gibran” di Senopati, Jakarta Selatan, 3 Desember 2023. “Lalu ketika hamil harus dicek, ya, misalnya asam sulfat, yodiumnya terpenuhi nggak,” terangnya yang dikutip dari “Gibran Diduga Salah Sebut Asam Sulfat untuk Ibu Hamil di Dua Acara Berbeda” (Nasional.tempo.co, 6 Desember 2023).
Sehari setelahnya, Gibran kembali selip lidah dalam acara di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, 4 Desember 2023. “Nanti kalau sudah menikah sudah hamil harus dicek yodium, asam sulfat ini memenuhi nggak. Nanti kalau sudah melahirkan anaknya harus dicek juga,” ujarnya.
Kesalahan ucap Gibran dalam menyebutkan asam folat sebagai asam sulfat saat berbicara tentang pencegahan stunting pada ibu hamil dapat dianalisis dari beberapa faktor.
ADVERTISEMENT
Foto: Bahan kimia asam sulfat yang kuat dalam botol kaca amber coklat di dalam laboratorium dengan ruang fotokopi (IStock/John Kelvin).
Faktor pertama adalah kognitif. Baik asam folat maupun asam sulfat bukanlah istilah umum yang dipahami, terlebih digunakan oleh masyarakat awam. Asam folat merupakan istilah gizi dalam dunia kesehatan. Dilansir dari National Institutes of Health, asam folat merupakan bagian dari vitamin B kompleks yang berfungsi mengelola dan mengobati anemia megaloblastik. Zat ini umumnya dijumpai pada sayuran hijau dan buah, kacang-kacangan, serta susu dan gandum, yang penting dalam regenerasi sel baru dan pembelahan sel bagi tubuh.
Di sisi lain, jika asam folat baik bagi tubuh, asam sulfat justru sebaliknya. Zat dengan rumus H2SO4 ini merupakan substansi kimia korosif yang berbahaya bagi tubuh. Asam sulfat adalah carian berminyak bening dan tidak berwarna yang menjadi bahan kimia penting dalam pembuatan deterjen, air aki, zat pewarna, pigmen cat, industri logam, hingga bahan peledak. Sifatnya yang korosif mampu merusak kulit dan jaringan. Bahkan, sekadar menghirupnya cukup untuk membuat erosi gigi dan iritasi saluran pernafasan.
ADVERTISEMENT
Dua istilah tersebut tergolong asing di telinga masyarakat. Terlebih, Gibran juga bukan ahli di bidang kesehatan maupun kimia yang kerap bergumul dengan dua istilah di atas. Sehingga, kesulitan Gibran dalam meretrif istilah asam folat dapat dimaklumi karena istilah tersebut jarang ia gunakan. Seperti yang dikatakan Dardjowidjojo (2003) bahwa suatu kata akan semakin mudah diretrif apabila kata itu sering dipakai.
Faktor kedua adalah leksikal. Jumlah suku kata antara kata folat dengan sulfat sama-sama berjumlah dua. Poin ini selaras dengan gejala tip of the tongue yang telah dijelaskan oleh Dardjowidjojo bahwa seseorang cenderung mengikuti pola-pola tertentu, salah satunya adalah jumlah suku kata yang serupa. Sebagai contoh, akan berbeda jika Gibran menyebut asam linoleat. Meski sama-sama berkosonan akhir -at, jumlah suku katanya berbeda—empat.
ADVERTISEMENT
Selain jumlah suku kata, bunyi akhir kata folat dan sulfat mirip. Hal tersebut selaras dengan teori kemiripan bunyi dan penyimpanan kata yang sebelumnya diajukan oleh Dardjowidjojo. Kasus salah sebut yang Gibran lakukan menunjukkan upaya epistemik dengan cara membuka file-file dengan kemiripan bunyi yang tersimpan berdekatan dengan leksikon mental. Bunyi kata yang mirip adalah bukti berhasilnya akses semantik. Sedangkan hasil yang eror adalah kegagalan aktivasi fonologis sehingga penutur hanya mengingat sebagian kata yang dimaksud (Ecke, 2009). Dengan kata lain, kasus salah sebutnya Gibran secara tidak langsung memperkuat kesimpulan Dardjowidjojo mengenai teori gejala TOT.
Faktor yang terakhir adalah konteks. Makna suatu kata atau istilah tidak dapat dipahami secara mentah hanya berdasarkan makna leksikalnya saja. Dengan kata lain, makna suatu kata atau istilah tidak berdiri sendiri tanpa konteks. Dalam menafsirkan suatu makna, kita perlu melihat satuan bahasanya secara lengkap, situasi apa yang melatarbelakanginya. Karena dari situ, makna kata atau istilah sebenarnya muncul.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Gibran, penyebutan asam sulfat disampaikan saat membahas pencegahan anak stunting lewat pemenuhan nutrisi ibu hamil yang cukup. Maka dari itu, tidak masuk akal jika di dalam benak Gibran ingin memunculkan makna leksikal dari asam sulfat. Walaupun ujaran yang diproduksi alat ucapnya ialah istilah asam sulfat, namun konteks pembahasannya adalah nutrisi. Prior knowledge Gibran tentang asam folat tentu tersimpan dalam leksikon mentalnya. Hanya karena otak dan alat ucapnya tidak sinkron, ia mengalami gejala selip lidah atau tip of the tongue.
Pada akhirnya, kegagalan seseorang untuk me-retrieve kata selama beberapa waktu bersifat umum dan universal. Kasus Gibran merupakan contoh gejala tip of the tongue yang murni kesalahan alami pada sistem kerja otak.
ADVERTISEMENT