Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Debat Mau Diubah Juga?
3 Desember 2023 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tony Rosyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
UU Pemilu No 7 Tahun 2017 yang secara teknis diterjemahkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengatur debat capres dan cawapres. Dalam UU Pemilu pasal 277 dijelaskan, debat dibuat lima kali. Tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.
ADVERTISEMENT
Mengapa ada debat capres dan cawapres? Supaya rakyat tahu isi kepala mereka. Rakyat juga ingin tahu penguasaan mereka terhadap berbagai persoalan bangsa dan bagaimana mereka menjawab persoalan-persoalan itu.
Di sini pentingnya gagasan. Di dalam debat, gagasan capres dan cawapres akan diuji. Baik oleh panelis, maupun oleh pihak lawan. Apakah gagasan itu baru, orisinal dan menarik, atau gagasan itu basi dan sekadar gimik. Apakah gagasan itu realistis dan dapat diwujudkan, atau hanya janji dan imajinasi kosong belaka. Rekam jejak capres dan cawapres akan mengklarifikasi gagasan yang mereka tawarkan.
Misal, capres punya gagasan tentang kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sementara rekam jejaknya ketika memimpin, rakyatnya paling miskin. Maka, gagasan itu akan dianggap ubsurd dan dinilai sebagai khayalan belaka. Atau gagasan kedaulatan pangan. Sementara si capres pernah gagal total ketika menggarap program kedaulatan pangan. Maka, gagasannya bukan menguatkan, tapi malah memperlemah.
Di dalam debat, rakyat akan membaca dan menilai. Yang dinilai oleh rakyat tidak hanya tentang kualitas gagasan, tapi juga kualitas mental. Aspek emosi akan menjadi bagian yang mempengaruhi persepsi publik. Apakah para capres-cawapres ini jenis orang yang tenang dan stabil emosinya ketika dihadapkan pada tekanan dalam setiap pertanyaan.
ADVERTISEMENT
Atau malah marah dengan menaikkan nada suara dan gebrak meja. Jika pemarah, ini bahaya jika terpilih menjadi presiden. Karena di tangan presiden ada alat dan kelengkapan negara yang setiap saat bisa disalahgunakan.
Rakyat sedang menunggu debat. Di dalam debat, isi otak dan mentalitas akan terbaca. Wajah asli capres dan cawapres akan tampak. Sulit disembunyikan. Segala bentuk kamuflase akan dibongkar. Semua itu tidak bisa disembunyikan dengan jogetan, bagi-bagi uang, dan gimik-gimik lainnya.
Debat akan diadakan lima kali. Sesuai aturan UU Pemilu, debat antar capres sendiri tiga kali, antar cawapres sendiri dua kali. Ini sudah bagus. Bagus banget. Kenapa harus diubah? Kenapa KPU tidak menjalankan saja perintah UU Pemilu No 7 Tahun 2017 saja. Dalam hal ini tidak dibutuhkan kreativitas, karena juknisnya sudah jelas. Dan ini juga sudah berlaku sejak pemilu 2019.
KPU telah mengubah debat. Tidak ada lagi debat cawapres. Lima kali debat dihadiri oleh capres-cawapres. Pertimbangannya: "supaya paslon tampak kompak". Team work, katanya. Ini alasan konyol. Kalau mau kompak, joget bareng itu lebih dari kompak.
ADVERTISEMENT
Debat capres, yang tampil ya capres. Gak perlu didampingi cawapres. Debat cawapres, ya hanya cawapres yang tampil. Gak perlu didampingi capres. Takut kalah? Ya, gak usah ikut nyalon. Simple to!
KPU mesti sadar. Pertama, sistem debat sudah diatur di dalam UU Pemilu. Mengubah, itu pelanggaran UU. Bisa dan empuk menggugatnya. Kedua, debat capres dan cawapres itu untuk memberi kesempatan bagi rakyat menilai.
Mana di antara tiga paslon yang paling mampu mengurus negara dan rakyat bisa menitipkan amanah bangsa ini kepada mereka. Ketiga, debat bukan panggung teletubbies yang ingin memberi pesan kekompakan.
Upaya KPU mengubah debat dengan PKPU No 1621 tahun 2023 telah mendapatkan kecaman publik. Juga kecaman dari para paslon presiden-wakil presiden, terutama paslon nomor 01 dan 03. Publik bahkan menuduh KPU ikut bermain. Berupaya memberi dukungan dan keuntungan bagi paslon tertentu.
ADVERTISEMENT
Rakyat tampak begitu geram. Mereka mencatat, setelah terkabulnya gugatan UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), terbitnya PP Nomor 53 Tahun 2023 bahwa kepala daerah, menteri dan anggota legislatif boleh cuti dan tidak harus mundur ketika jadi capres atau cawapres, pemasangan baliho yang dilakukan secara masif oleh paslon tertentu dengan melibatkan instrumen negara, akankah debat juga mau diubah oleh KPU?
Harus gagal! Karena jelas ini pelanggaran terhadap UU Pemilu. Sementara, waktu untuk menggugat UU tentang debat ke MK sudah tidak cukup waktu. Ketua MK juga sudah berubah personelnya. Maka, tetap kembali ke UU. Debat lima kali. Tiga kali debat capres. Dua kali debat cawapres. Tanpa pendampingan. Karena debat bukan panggung teletubbies.
ADVERTISEMENT