Konten dari Pengguna

Jutaan Rakyat Mengecam Dinasti Politik

Tony Rosyid
Pengamat politik
31 Oktober 2023 8:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tony Rosyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Jeger! Situasi mendadak heboh. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Gibran bisa jadi cawapres. Bunyi putusannya: minimal usia capres dan cawapres 40 tahun atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat.
ADVERTISEMENT
Siapa ketua MK? Paman Gibran. Publik langsung mengecam. Para pengecam bukan hanya pendukung Ganjar dan konstituen PDIP. Kecaman datang dari berbagai lapisan masyarakat. Bahkan, tidak sedikit dari para pendukung Jokowi kecewa dan marah. Ikrar Nusa Bakti adalah salah satunya.
Mantan konsultan politik Jokowi, Eep Syaefullah Fattah, juga memberikan kritik sangat keras. Begitu juga dengan Ahok. Mantan wagub Jokowi di DKI yang sekarang diangkat menjadi komut PT. Pertamina ini tidak kalah keras dalam mengkritik Gibran. Ada juga Aktor dan budayawan, Butet Kartaredjasa, yang dalam video viralnya menelanjangi buruknya perkaderan Gibran.
Terlalu banyak nama para tokoh untuk disebutkan yang melakukan kritik keras dan tajam, bahkan mengecam karier Gibran yang dianggapnya super instan. Demi sang putra, nama Jokowi dipertaruhkan di depan para pendukungnya sendiri, dan partai yang membesarkannya yaitu PDIP.
ADVERTISEMENT
Terlalu banyak pendukung Jokowi yang sangat kecewa atas putusan MK itu. Uniknya, ini yang justru ditunggu-tunggu oleh Prabowo. Prabowo hanya sreg jika disandingkan dengan Gibran. Kenapa? Dengan Gibran, dukungan Jokowi akan all out. Itu saja.
Bukannya Jokowi itu presiden? Presiden untuk semua capres. Harusnya netral. Itu kata aturan. Formalnya netral. Tapi, apakah dalam praktik Jokowi bisa netral? Bukankah Jokowi sendiri dengan tegas mengatakan "akan cawe-cawe dalam pilpres". Kalau bukan cawe-cawe buat anaknya, buat siapa lagi? Apakah putusan MK adalah hasil cawe-cawe Jokowi? Publik sepertinya kompak untuk menjawab: iya.
Kalau Jokowi gak cawe-cawe, buat apa Prabowo ngotot untuk didampingi Gibran? Mubazir. Begitulah logika publik.
Dua kali kalah di pilpres, Prabowo trauma. Trauma lawan penguasa. Sebab, penguasa bisa melakukan segalanya. Termasuk melanggar dan menabrak aturan. Lalu Prabowo memutuskan untuk bergabung di kabinet Jokowi. Dari sini gerilya politik dan rencana nyapres 2024 dimulai. Apa yang diinginkan Prabowo tercapai. Ambil Gibran sebagai cawapres. Harapannya: Jokowi sebagai penguasa akan all out mendukung.
ADVERTISEMENT
Senin kemarin (30/10) Jokowi undang semua capres. Anies Baswedan bermohon kepada Jokowi agar netral. Di konferensi pers, Ganjar juga ingin pemilu berjalan secara fair. Bagaimana komentar Prabowo? Tidak ada. Dipastikan Prabowo tidak membuat pernyataan agar presiden netral dan pemilu berproses secara fair sebagaimana diinginkan oleh Anies Baswedan dan Ganjar.
Prabowo terlihat sangat percaya diri sejak Gibran jadi cawapresnya. Apalagi, pasangan Prabowo-Gibran didukung juga oleh PSI. Ketua umum PSI adalah Kaesang. Adik Gibran. Dua hari masuk PSI, langsung diangkat jadi ketua umum.
Jokowi presiden, punya adik ipar yang mengabulkan gugatan di MK sehingga Gibran bisa jadi cawapres. Didukung oleh PSI yang ketua umumnya adalah adik Gibran.
Inikah yang disebut politik dinasti? Nampaknya para pakar dan juga jutaan rakyat sepekat. Itu adalah politik dinasti.
ADVERTISEMENT
Buka tik tok, baca twitter, facebook dan group-group WA, isinya banyak sekali kecaman terhadap politik dinasti. Banyak yang kemudian berkesimpulan bahwa reformasi telah melahirkan politik dinasti. Prabowo, demi ambisinya untuk nyapres, dia tegak berdiri mendukung dan ikut menikmati politik dinasti ini.
Kekecewaan rakyat akan terobati dan kecaman akan berhenti jika Jokowi dengan lantang membuat pernyataan "tidak akan cawe-cawe dalam pilpres. Akan netral dan mengawal pemilu agar berjalan secara demokratis". Lalu Jokowi betul-betul buktikan ucapannya itu.
Kalau ini yang terjadi, Jokowi akan mengakhiri jabatannya dengan sangat terhormat. Siapa pun capres yang nanti akan terpilih, Jokowi husnul khatimah. Dia adalah seorang negarawan yang akan jadi nemori dan referensi sejarah. Mungkinkah ini akan terjadi?
ADVERTISEMENT