Masuk 'New Normal', Waspada Penipuan Manipulasi Psikologis di Dunia Digital

Tony Seno Hartono
Staf ahli khusus bidang teknologi informasi rumah sakit di Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia dan Adjunct Researcher Center for Digital Society UGM
Konten dari Pengguna
4 Juni 2020 11:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tony Seno Hartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi New Normal Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi New Normal Foto: Dok: Maulana Saputra/kumparan.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan masyarakat pada teknologi meningkat drastis selama pandemi dan telah menjadi bagian dari gaya hidup New Normal (tatanan hidup baru pasca pandemi COVID-19). Kini masyarakat semakin mengandalkan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari makanan hingga belanja kebutuhan rumah.
ADVERTISEMENT
Peningkatan penggunaan teknologi digital ini telah memberi kesempatan lebih besar untuk penipu yang menggunakan teknik berbasis rekayasa sosial untuk melakukan aksinya. Jenis penipuan ini mengandalkan keahlian pelaku dalam membangun kepercayaan korban dan menyalahgunakan kepercayaan tersebut untuk melakukan serangan penipuan, alias teknik manipulasi psikologis.
Dengan kata lain, penipuan manipulasi psikologis seringkali memanfaatkan kelemahan pengguna sebagai pemegang kunci akses ke akun miliknya. Rendahnya pemahaman tentang perlindungan data pribadi, keamanan informasi, dan juga fear mongering yang sedang dirasakan oleh masyarakat pada masa pandemi ini memudahkan masyarakat untuk dimanipulasi secara psikologis.
Pengguna platform digital dengan pemahaman rendah tentang perlindungan data pribadi dan keamanan informasi di masa pandemi ini sangat rentan untuk menjadi korban penipuan bermodus manipulasi psikologis. Saat melakukan aksinya, pelaku menyasar aspek psikologis pengguna. Salah satu contoh kasus adalah ketika pelaku berpura-pura menjadi pihak perusahaan tertentu yang hendak memberikan hadiah kepada calon korban. Lengahnya calon korban dikarenakan iming-iming hadiah tersebut mempermudah mereka untuk menyerahkan data pribadi kepada pelaku.
ADVERTISEMENT
Pelaku juga seringkali menggunakan informasi tentang latar belakang maupun kegemaran dari korban untuk menumbuhkan rasa familiar. Modus lain dari pelaku adalah berusaha meyakinkan korban bahwa dirinya memiliki utang kepada penipu. Beban moral ini seringkali diiringi dengan desakan sehingga korban akan berusaha menuruti permintaan pelaku dan mengembalikan “utang” tersebut secepatnya.

Pemahaman masyarakat tentang keamanan di dunia digital masih rendah

Menurut kajian Center for Digital Society (CfDS) UGM, pemahaman pengguna teknologi di Indonesia akan keamanan digital masih tergolong rendah. Dengan kata lain, mayoritas pengguna teknologi Indonesia belum memahami apa saja risiko keamanan di dunia maya dan bagaimana melindungi data pribadi. Serta apa saja cara-cara untuk tetap menjaga keamanan baik saat berkomunikasi maupun bertransaksi secara digital.
ADVERTISEMENT
Kasus yang umum terjadi adalah penipu berusaha mendapatkan kode One Time Password (OTP) melalui SMS maupun telepon. Sebagai contoh, sepanjang tahun 2018 dan 2019 terdapat berbagai kasus di mana pelaku berhasil mendapatkan kode OTP dari berbagai aplikasi telko, perbankan, dan pembayaran digital. Akan tetapi di tahun 2019, terjadi kasus penipuan rekayasa sosial dengan metode yang lebih canggih dengan menggunakan fitur call forwarding. Korban dipandu untuk memasukkan kode pengalihan panggilan sehingga penipu bisa mengambil alih nomor korban. Metode yang tergolong baru ini menunjukkan bahwa pemahaman pengguna terkait keamanan digital harus ditingkatkan seiring dengan modus penipuan rekayasa sosial yang terus berkembang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesuksesan dari jenis penipuan ini adalah kepercayaan korban terhadap pelaku. Penipu dengan teknik manipulasi psikologis menghabiskan banyak waktu untuk mengumpulkan informasi personal dan membangun kepercayaan dari korban. Pengguna teknologi yang kurang berhati-hati dan tidak mencermati pesan dari pelaku akan lebih rentan untuk menjadi korban penipuan.
ADVERTISEMENT
Konsistensi juga menjadi hal penting dalam modus yang dilancarkan oleh pelaku penipuan. Apabila penipuan dilakukan melalui telepon, maka pelaku fokus untuk memainkan peran melalui kekuatan percakapan lisan. Begitu pula dalam penipuan rekayasa sosial melalui pesan tertulis. Pelaku menggunakan gaya bahasa dan runutan informasi yang konsisten untuk meyakinkan calon korban. Kemungkinan keberhasilan penipuan tersebut juga meningkat apabila lingkungan sekitar calon korban juga tidak memiliki pengetahuan tentang bahaya penipuan dengan teknik rekayasa sosial, sehingga calon korban tidak memiliki kerabat maupun teman yang mampu membantu calon korban tersebut untuk terhindar dari penipuan.

Berbagai tingkatan kompetensi keamanan teknologi digital

Menimbang proses dan modus penipuan manipulasi psikologis, pengetahuan masyarakat mengenai keamanan teknologi digital menjadi penting. CfDS UGM bersama Gojek dan Gopay menggolongkan Kompetensi Keamanan Teknologi Digital (KKTD) pengguna teknologi di Indonesia dalam Kajian mengenai Peningkatan Kompetensi Keamanan Digital di Indonesia (KKTD) sebagai bentuk edukasi publik mengenai keamanan di dunia digital. KKTD dibagi ke dalam tiga tingkat kompetensi yaitu dasar, menengah, dan lanjutan. Pada tingkat dasar, pengguna masih sangat rentan terhadap penipuan berbasis rekayasa sosial. Mereka pada umumnya masih memiliki kesadaran yang rendah akan risiko dari membagikan informasi sensitif seperti kode OTP, PIN, dan data pribadi.
ADVERTISEMENT
Di tingkat menengah, pengguna teknologi telah memiliki kesadaran untuk menjaga data pribadi mereka. Mereka sudah paham untuk tidak melakukan transaksi melalui koneksi jaringan umum, mengganti kode PIN/ password secara berkala, dan memasang multi-factor authentication maupun metode pengamanan biometrik pada akun digital mereka. Akan tetapi, pengguna tersebut masih rentan terhadap tindak penipuan rekayasa sosial menggunakan fitur-fitur teknologi yang kurang dikenal oleh masyarakat luas, seperti fitur call forwarding *21*.
Dengan demikian, para pengguna teknologi perlu meningkatkan kompetensi mereka hingga ke tingkat lanjutan. Para pengguna teknologi di tingkat ini secara rutin memperbaharui pengetahuan mereka tentang modus-modus penipuan terkini dan mengambil langkah untuk menghindari penipuan tersebut. Mereka juga memahami berbagai fitur dan perintah yang terdapat dalam piranti digital mereka.
ADVERTISEMENT

Menjaga keamanan data pribadi bentuk tanggung jawab pengguna

Peningkatan KKTD dari pengguna teknologi di Indonesia ini perlu dilaksanakan oleh segenap pemangku kepentingan, yaitu industri teknologi, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi, dan individu pengguna teknologi itu sendiri. Beberapa inisiatif yang dapat dilakukan antara lain adalah penyelenggaraan kampanye anti-penipuan rekayasa sosial, penyediaan sarana edukasi melalui platform elektronik, dan diskusi publik mengenai pencegahan penipuan dengan teknik manipulasi psikologis.
Inisiatif seperti #AmanBersamaGojek yang diluncurkan di Februari 2020 merupakan wujud nyata bentuk kolaborasi multi pihak yang efektif. #AmanBersamaGojek memiliki 3 pilar utama, yaitu; (1) Edukasi keamanan bertransaksi (2) Keandalan sistem teknologi dengan perlindungan Gojek SHIELD dan (3) Ekstra proteksi Jaminan Saldo GoPay Kembali. Untuk pilar pertama yang berfokus pada edukasi, Gojek berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan: CfDS UGM, Kemkominfo RI, dan DPR RI Komisi 1 untuk secara regular melakukan diskusi publik. Termasuk di dalamnya kegiatan peluncuran "Kajian KKTD" dalam kegiatan Digitalk yang diselenggarakan CfDS UGM di Yogyakarta di bulan Maret 2020 dan webinar bersama rekan-rekan media, bertajuk “Aman Beraktivitas Di Platform Digital Selama Pandemi COVID-19” yang diselenggarakan CfDS UGM pada bulan Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi keamanan pengguna teknologi digital, mengingat semakin mapan tingkat kompetensi keamanan teknologi digital pengguna platform maka keberhasilan tindakan manipulasi psikologis semakin kecil.
Namun pada akhirnya, para pengguna teknologi juga wajib berupaya aktif untuk meningkatkan kompetensi keamanan digital masing-masing di masa pandemi ini. Pengguna bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan data pribadi dan memastikan bahwa informasi tersebut tidak jatuh kepada pihak yang memanfaatkan kesempatan di masa new normal.