Konten dari Pengguna

Mendedah Tuduhan di Balik Pelantikan Pejabat Sleman

Torul Doto Paryoto
Guru SD Kalasan. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
6 Juni 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Torul Doto Paryoto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelantikan dan pengambilan sumpah dilaksanakan di Pendopo Parasamya Kabupaten Sleman, hari Rabu (22/05/2024) sumber: bkpp.slemankab.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Pelantikan dan pengambilan sumpah dilaksanakan di Pendopo Parasamya Kabupaten Sleman, hari Rabu (22/05/2024) sumber: bkpp.slemankab.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 22 Maret 2024, di Pendopo Parasamanya Pemkab Sleman, Bupati Sleman melantik 39 pejabat baru dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman. Upacara yang dihadiri oleh Wakil Bupati Danang Maharsa dan para kepala OPD ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja birokrasi. Namun, pelantikan ini menuai kontroversi.
ADVERTISEMENT
Kalangan tertentu, termasuk artikel yang dipublikasikan di MetroTimes.News, menuduh bahwa pelantikan tersebut adalah tindakan pembodohan dan melanggar hukum. Namun, apakah tuduhan tersebut memiliki dasar? Mari kita selami.
Pelantikan Pejabat di Sleman: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Pelantikan pejabat di Sleman pada 22 Maret bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Pada hari yang sama, pelantikan serupa terjadi di banyak daerah lain seperti Blora, Asahan, Lampung Utara, Sragen, Sidoarjo, Gresik, Lombok Tengah, dan Bangka Barat. Bahkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, pelantikan juga terjadi di Gunungkidul. Semua pelantikan ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Menurut undang-undang, Gubernur, Bupati, dan Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Batasan ini bertujuan untuk menjaga netralitas birokrasi dan mencegah penyalahgunaan wewenang selama masa kampanye.
ADVERTISEMENT
Namun, situasi di lapangan seringkali lebih kompleks. Dalam kasus Sleman dan di beberapa kabupaten/kota lain, surat persetujuan dari KASN telah diterima, sementara surat dari Menteri Dalam Negeri belum kunjung tiba. Mengapa tidak menunggu surat tersebut? Pasalnya, tanggal 22 Maret adalah batas waktu pelantikan sesuai undang-undang. Dalam kondisi ini, berdasarkan izin dari KASN, puluhan daerah memutuskan untuk tetap melaksanakan pelantikan. Ini bukan keputusan gegabah atau sembarangan, melainkan upaya menjaga agar pemerintahan tetap berjalan efektif.
Rotasi dan mutasi jabatan memiliki peran penting dalam birokrasi modern yang berbasis meritokrasi. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk pengembangan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh ASN tersebut. Perpindahan jabatan juga membantu mendinamisasi instansi agar tidak diisi oleh orang yang sama dalam jangka waktu lama, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih dinamis dan inovatif.
ADVERTISEMENT
Meritokrasi dalam birokrasi menekankan penempatan orang-orang yang tepat berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan koneksi politik atau kedekatan pribadi. Pemerintah Kabupaten Sleman sendiri telah mendapatkan penghargaan Anugerah Meritokrasi dari KASN, yang merupakan bentuk apresiasi atas komitmen dan dukungan kepala daerah terhadap optimalisasi dan akselerasi penerapan Sistem Merit dalam Kebijakan dan Manajemen ASN.
Setelah pelantikan dilakukan, pada 29 Maret 2024, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan surat berjudul "Kewenangan Kepala Daerah pada Seluruh Indonesia Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian." Surat ini menginstruksikan kepala daerah untuk menunda pelantikan dan mutasi pejabat hingga ada persetujuan lebih lanjut. Banyak daerah, termasuk Sleman, kemudian membatalkan pelantikan yang sudah dilakukan. Pelantikan 39 pejabat yang dilakukan pada 22 Maret itu pun dibatalkan karena adanya surat dari Kementerian Dalam Negeri tertanggal 29 Maret 2024 tersebut di atas.
ADVERTISEMENT
Sebulan kemudian, Menteri Dalam Negeri kembali mengeluarkan surat pada 29 April 2024 tentang Persetujuan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, dan Kepala Sekolah di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Kemudian disusul dua surat lain pada 17 Mei 2024 tentang Persetujuan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dan surat tentang Persetujuan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman.
Ketiga surat Mendagri itu memberikan persetujuan pengangkatan dan pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, serta memerintahkan Pemkab Sleman untuk melanjutkan pelantikan para pejabat agar rotasi jabatan berjalan sebagaimana mestinya. Tiga surat terbaru ini menggugurkan surat sebelumnya yang menjadi acuan beberapa artikel dan pemberitaan untuk menggiring opini.
ADVERTISEMENT
Nah, setelah mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri melalui surat tertanggal 29 April dan dua surat pada 17 Mei 2024, pelantikan yang sempat dibatalkan itu akhirnya dilaksanakan kembali. Pada Rabu, 22 Mei 2024, Bupati Kustini Sri Purnomo kembali melantik 39 pejabat yang sebelumnya telah dilantik pada Maret. Upacara pelantikan ini diadakan di Pendopo Parasamanya Pemkab Sleman.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Dukcapil Sleman, Susmiarto, turut dilantik menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sleman. Dengan demikian, total pejabat yang dilantik pada hari itu berjumlah 40 orang. Pelantikan ini meliputi sejumlah Pejabat Tinggi Pratama, Administrator, dan Pengawas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman.
Kekeliruan dan Bias dalam Artikel MetroTimes.News
Artikel pada MetroTimes.News dan ketik.co.id yang menuduh pelantikan ini sebagai kesalahan besar, tidak hanya menyesatkan tetapi juga menunjukkan bias yang mencolok. Artikel berjudul "Kontroversi Pelantikan Pejabat Di Lingkungan Pemkab Sleman Jelang PILKADA 2024," "Kontroversi Pelantikan Pejabat Sleman No Sangsi? Inkonsisten Konstitusi Jelang Pilkada Serentak Tahun 2024 Part I," dan "Inkonsisten Konstitusi UU PILKADA Petahana Terancam 'BEGAL' Dari Bursa Sleman 1 Tahun 2024 Part II" menggunakan sumber data yang keliru dan tidak memperhatikan fakta bahwa pelantikan pada 22 Maret 2024 telah mendapat izin dari KASN, dan pelantikan selanjutnya, pada 22 Mei 2024, dilakukan atas perintah surat dari Menteri Dalam Negeri. Ini artinya, bahwa tindakan dilakukan sesuai prosedur hukum.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, artikel di MetroTimes.News yang mengaitkan pelantikan dengan pilkada, tampaknya merupakan bagian dari serangan hitam yang ditujukan agar menguntungkan figur politik tertentu. Ini terbukti dari fakta bahwa penulis yang sama, di media yang sama, juga mengkampanyekan figur politik yang akan mencalonkan diri sebagai bupati. Jika ini benar, tentu menjadi ironi. Figur mantan ASN yang seharusnya memahami birokrasi, justru terkait dengan penyebar informasi yang menyesatkan terkait proses rotasi dalam birokrasi. Bisa jadi dugaan ini juga tidak benar. Yang artinya justru menunjukkan ketidakpahaman yang mendalam dari figure itu tentang birokrasi dan pemerintahan.
Dalam artikelnya, penulis di MetroTimes.News tampaknya sengaja mengabaikan fakta bahwa persetujuan dari KASN sudah diterima sebelum pelantikan pertama dilakukan. Penulis ini juga mengabaikan adanya surat dari Menteri Dalam Negeri pada 29 April dan dua surat pada 17 Mei 2024, yang secara eksplisit memberikan persetujuan untuk pengangkatan dan pelantikan pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Administrator, Pengawas, dan Kepala Sekolah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman pada pelantikan kedua. Alih-alih mengakui surat-surat ini, penulis hanya berfokus pada surat tertanggal 29 Maret dan 4 April, yang sebenarnya sudah tidak relevan karena telah digantikan oleh surat-surat terbaru yang lebih otoritatif. Fakta ini jelas menunjukkan bias yang disengaja dalam artikel propaganda yang ditulis.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, ada artikel lain di MetroTimes.News, berjudul "Garda Sleman Relawan HARDA KISWAYA Sosok Figur Calon Bupati Sleman 2024," dipublikasikan pada 8 Januari 2023. Bukankah wajar mempromosikan calon bupati? Lalu apa menariknya? Pada saat artikel tersebut dipublikasikan, Harda Kiswaya masih berstatus sebagai ASN yang seharusnya netral dari politik.
Pada periode yang sama, bertebaran baliho kampanye di berbagai wilayah di Kabupaten Sleman dengan wajah ASN itu. Akibatnya, ia mendapatkan teguran dari KASN. Komisi yang menjaga netralitas pegawai ini menemukan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh Harda Kiswaya, yang pada saat itu masih berstatus ASN. KASN memerintahkan Sekda Kabupaten Sleman itu untuk mencabut semua baliho pencalonannya sebagai bupati. Munculnya baliho-baliho ini sempat menjadi sorotan ASN dan masyarakat Sleman yang khawatir bahwa hal itu berdampak negatif pada citra ASN sebagai profesi yang netral. Ambisi memang kadang menutup mata hati. Di sini terlihat jelas bahwa penulis dan tulisan pada MetroTimes.News, serta figur tersebut jika terkait, adalah sosok yang problematik.
ADVERTISEMENT
Menganggap pelantikan pejabat pada 22 Mei 2024 di Sleman sebagai tindakan yang ceroboh saja adalah pandangan yang sangat sempit. Sebagai contoh, jika tindakan pelantikan ini dianggap sebagai pelanggaran hukum, maka kita juga harus menuduh bahwa puluhan kepala daerah di seluruh Indonesia, termasuk pejabat BPKP, Sekda, dan pejabat bagian hukum, semuanya tidak memahami hukum. Padahal, jika memang tindakan tersebut adalah kesalahan, mana mungkin mereka akan melakukannya? Apakah mungkin pejabat-pejabat tersebut dengan sengaja melanggar hukum? Dari sini saja, jelas bahwa tuduhan tersebut merupakan bentuk kedangkalan penalaran.
Penulis di MetroTimes.News juga tampaknya sengaja mengabaikan fakta bahwa persetujuan dari Mendagri juga sudah diterima sebelum pelantikan dilakukan. Artikel tersebut berusaha menggiring opini publik dengan menggunakan data yang keliru dan sudah tidak relevan. Padahal, persetujuan dari Mendagri adalah dasar hukum yang sah untuk melaksanakan pelantikan.
ADVERTISEMENT
Kontroversi yang dimunculkan pada tulisan di MetroTimes.News juga tidak bisa dilepaskan dari konteks politik yang ada. Artikel itu tampaknya berusaha memanfaatkan isu ini untuk menyerang Pemkab Sleman, sembari mendukung calon tertentu yang akan maju dalam Pilkada. Menggunakan isu ini sebagai alat kampanye, justru menunjukkan bahwa figur yang ia dukung tidak memahami birokrasi dan hukum dengan baik, dan lebih memilih untuk menyerang lawan politiknya dengan cara-cara yang tidak etis.
Menjaga Profesionalisme Birokrasi
Alhasil, pelantikan pejabat di Sleman dilakukan dengan dasar hukum yang jelas dan mendapatkan persetujuan dari KASN dan Menteri Dalam Negeri. Tindakan ini diambil untuk memastikan pemerintahan tetap berjalan efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip meritokrasi. Tuduhan pelanggaran hukum yang diangkat oleh artikel di MetroTimes.News tidak hanya tidak berdasar tetapi juga menunjukkan upaya untuk menggiring opini publik demi kepentingan politik tertentu.
ADVERTISEMENT
Penting untuk melihat kasus ini dengan perspektif yang lebih luas dan memahami kompleksitas administrasi pemerintahan. Pelantikan pejabat adalah bagian dari upaya menjaga kesehatan birokrasi dan memastikan pelayanan publik tetap berjalan optimal. Dalam konteks ini, menuduh tindakan tersebut sebagai kesalahan besar adalah suatu kecerobohan yang perlu ditinjau kembali dengan melihat keseluruhan konteks dan fakta yang ada. Menjaga netralitas dan profesionalisme dalam birokrasi adalah kunci untuk pemerintahan yang efektif dan adil, dan hal ini telah dibuktikan oleh langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
Dengan demikian, pelantikan pejabat di Sleman tidak hanya sah secara hukum tetapi juga penting untuk kelangsungan dan efektivitas pemerintahan. Upaya-upaya untuk menggiring opini publik dengan informasi yang menyesatkan harus dihadapi dengan fakta dan pemahaman yang mendalam tentang proses pemerintahan dan birokrasi. Ini adalah pelajaran penting tentang bagaimana birokrasi yang profesional dan netral dapat berfungsi di tengah tekanan politik, serta pentingnya mempertahankan integritas dan transparansi dalam setiap langkah administrasi.
ADVERTISEMENT