Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Pariwisata Berbasis Restorasi Mangrove: Inovasi Ekowisata untuk Menjaga Pesisir
28 April 2025 13:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Taukhid Pramadika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berpotensi besar dalam pengembangan pariwisata pesisir. Namun, seiring maraknya kegiatan wisata, kerusakan ekosistem seperti hutan mangrove semakin tak terhindarkan. Padahal, mangrove bukan hanya menjadi benteng alami dari abrasi, namun juga habitat penting bagi keanekaragaman hayati dan penyerap karbon alami. Tantangannya, bagaimana kita bisa mengembangkan pariwisata tanpa merusak lingkungan?
ADVERTISEMENT
Sebagai jawabannya, konsep Pariwisata Berbasis Restorasi Mangrove muncul sebagai solusi inovatif yang menggabungkan konservasi lingkungan dengan pendekatan regenerative tourism—sebuah konsep pariwisata yang bukan hanya menjaga, tetapi juga memulihkan kondisi lingkungan yang sudah rusak.

Dari Pariwisata Berkelanjutan ke Pariwisata Regeneratif
Selama bertahun-tahun, pariwisata berkelanjutan dianggap sebagai solusi terbaik untuk menjaga kelestarian lingkungan. Namun, pendekatan ini sering hanya menekankan pada upaya meminimalkan dampak negatif, bukan memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi. Sementara itu, pariwisata regeneratif menekankan pada revitalisasi lingkungan, keterlibatan masyarakat lokal, dan penciptaan manfaat jangka panjang—baik secara ekologis maupun sosial ekonomi.
Dalam konteks hutan mangrove, pariwisata regeneratif tidak hanya menjadikan mangrove sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai subjek pemulihan. Wisatawan diajak untuk terlibat langsung dalam aktivitas konservasi seperti penanaman mangrove, edukasi lingkungan, hingga pembiayaan restorasi.
ADVERTISEMENT
Mengapa Mangrove?
Hutan mangrove adalah ekosistem penting yang menyediakan banyak manfaat. Selain menyimpan karbon hingga lima kali lebih besar dibandingkan hutan daratan, mangrove juga berfungsi sebagai habitat biota laut, penahan erosi pantai, dan pelindung dari badai dan gelombang besar. Sayangnya, alih fungsi lahan, pariwisata massal, dan minimnya regulasi telah menyebabkan kerusakan yang luas pada kawasan mangrove di Indonesia.
Namun, berita baiknya adalah mangrove memiliki kemampuan pulih yang luar biasa. Dengan restorasi yang tepat, kawasan mangrove bisa dikembalikan ke kondisi semula, bahkan menjadi lebih sehat dari sebelumnya.
Menyatukan Konservasi, Komunitas, dan Pariwisata
Model Pariwisata Berbasis Restorasi Mangrove mengusung empat pilar utama: dimensi ekologi, ekonomi, sosial, dan pariwisata. Dalam model ini, masyarakat lokal bukan hanya menjadi penonton, tetapi menjadi aktor utama dalam kegiatan wisata. Mereka dilibatkan sebagai pemandu, pengelola, hingga pengrajin yang memanfaatkan sumber daya mangrove secara lestari.
ADVERTISEMENT
Wisatawan pun tidak hanya sekadar menikmati pemandangan alam, tetapi juga diajak memahami pentingnya pelestarian mangrove melalui pengalaman langsung. Ini menciptakan koneksi emosional yang mendalam, sehingga wisatawan lebih sadar dan cenderung mendukung pelestarian lingkungan.
Dari sisi ekonomi, aktivitas ini membuka peluang kerja baru, diversifikasi pendapatan, hingga meningkatkan nilai tambah dari produk lokal. Hal ini sangat penting terutama bagi daerah pesisir yang selama ini rentan secara ekonomi dan ekologis.
Tantangan dan Peluang
Tantangan utama dalam menerapkan model ini adalah keterbatasan kapasitas masyarakat lokal, konflik kepentingan antar sektor (terutama dengan industri ekstraktif), serta minimnya dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan atau pendanaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi lintas sektoral—antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sipil—untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang benar-benar regeneratif.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, potensi ke depan sangat menjanjikan. Minat wisatawan terhadap aktivitas ekowisata dan wisata edukatif terus meningkat. Negara-negara maju sudah mulai mempromosikan destinasi berbasis restorasi lingkungan sebagai pilihan wisata utama. Indonesia punya semua yang dibutuhkan: sumber daya alam yang melimpah, budaya lokal yang kuat, dan masyarakat yang terbuka untuk dilibatkan.
Solusi Nyata untuk Krisis Lingkungan dan Pariwisata Massal
Pariwisata berbasis restorasi mangrove tidak hanya menawarkan cara baru untuk mengelola kawasan pesisir, tetapi juga solusi konkret terhadap tantangan overtourism, perubahan iklim, dan ketimpangan ekonomi. Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya meminimalisir kerusakan, tapi juga memperbaiki kondisi lingkungan yang telah rusak.
Proyek seperti ini juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap infrastruktur fisik besar seperti proyek Giant Sea Wall, yang kerap menuai kritik karena dampak ekologis dan sosialnya. Alih-alih membangun tembok beton, kita bisa membangun ekosistem yang hidup—yang memberikan perlindungan sekaligus keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi
Untuk mengoptimalkan implementasi pariwisata berbasis restorasi mangrove, diperlukan:
1. Penguatan Kebijakan dan Regulasi
Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang mendukung restorasi dan melindungi kawasan mangrove dari eksploitasi.
2. Edukasi dan Pelibatan Komunitas
Program pendidikan lingkungan bagi masyarakat dan wisatawan sangat penting untuk membangun kesadaran kolektif.
3. Inovasi dan Teknologi
Pemanfaatan teknologi seperti pemetaan satelit, aplikasi wisata edukatif, dan sistem donasi digital dapat mendukung pelestarian secara berkelanjutan.
4. Pendanaan Partisipatif
Mendorong skema pembiayaan kolaboratif dari wisatawan, CSR, dan lembaga internasional.
Penutup
Pariwisata tidak harus menjadi musuh lingkungan. Dengan mengubah paradigma dari konsumsi menuju kontribusi, kita bisa menciptakan masa depan di mana wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam, tapi juga turut serta dalam menjaganya. Pariwisata Berbasis Restorasi Mangrove adalah langkah awal menuju transformasi tersebut. Bukan hanya tentang perjalanan, tapi tentang pemulihan, pembelajaran, dan perubahan nyata.
ADVERTISEMENT