Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Perspektif Infant Industry: Siasat Jokowi Proteksi Komoditas Dalam Negeri
14 Oktober 2022 20:05 WIB
Tulisan dari I Kadek Putra Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perbincangan perihal kebijakan ekonomi tampaknya selalu menarik untuk disimak. Mungkin terdengar cukup klise, namun sejatinya kebijakan ekonomi telah menjelma menjadi aspek yang fundamental sekaligus krusial dalam proses bernegara.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu aktor rasional, negara dituntut agar sanggup merumuskan kebijakan ekonomi yang paling efisien dan menguntungkan. Di tengah situasi global yang sedang mengalami krisis, Presiden Jokowi diminta untuk memberi atensi lebih terhadap persoalan ekonomi dalam negeri. Dia pun didesak agar mampu memformulasikan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada industri domestik di Indonesia.
Pada sistem ekonomi liberal, perdagangan bebas menjadi muruah dari sistem itu sendiri. Hasilnya, kemunculan persaingan usaha merupakan konsekuensi yang sesungguhnya diharapkan. Kendati demikian, pada perdagangan yang adil (fair trade) sekalipun, campur tangan pemerintah mau tidak mau perlu dilakukan. Industri baru (infant industry) sepatutnya menerima perlakuan khusus dari pemerintah di tengah ketatnya persaingan usaha.
Jokowi Mengambil Sikap
Pada awal tahun 2022, Jokowi menyentil beberapa instansi pemerintah yang lebih memilih komoditas impor ketimbang produk lokal dalam pembelian barang dan jasa. Menurutnya, hal tersebut akan merugikan negara karena berimbas pada peningkatan arus modal keluar. Jokowi memperlihatkan kekecewaannya, mengingat estimasi anggaran belanja dan modal pada masing-masing instansi pemerintah, baik pusat dan daerah telah menyentuh angka 400 hingga 500 triliun rupiah.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran Jokowi sebenarnya tidak muncul tanpa alasan. Adanya arus modal keluar (capital outflow) yang berlebih akan mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing mengalami depresi. Pelemahan tersebut tentu berdampak negatif terhadap kestabilan neraca perdagangan di Indonesia.
Selain pemerintah pusat dan daerah, instansi Kepolisian dan TNI pun tidak luput dari kritik presiden. Jokowi menyayangkan pengadaan seragam dan sepatu ABRI ternyata masih impor. Dia pun heran ketika mengetahui peralatan tulis seperti buku dan pulpen didatangkan dari luar negeri. Presiden menegaskan bahwa Indonesia tidak kekurangan industri terampil dalam memproduksi itu semua.
Hal bernada serupa juga terjadi ketika presiden menghadiri acara di Istana Negara pada Juni lalu. Jokowi menekankan bahwa anggaran belanja pemerintah pusat maupun daerah harus dimaksimalkan dan dialokasikan untuk komoditas dalam negeri. Presiden menambahkan bahwa produk lokal sebenarnya tidak kalah saing dengan produk impor. Dia juga menegaskan bahwa produk lokal memiliki keunggulan dalam hal kualitas.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Infant Industry Memandang Fenomena Tersebut?
Sebelum kita melangkah lebih jauh, penting untuk dipahami jika mayoritas negara saat ini tengah menganut sistem ekonomi liberal. Beberapa ciri yang tercermin dari sistem ekonomi liberal antara lain; adanya kegiatan ekspor dan impor yang saling menguntungkan (positive sum game), lahirnya institusi ekonomi internasional (WTO dan IMF), serta munculnya aktor determinan seperti individu dan perusahaan dalam aktivitas ekonomi.
Pada dasarnya, sistem ekonomi liberal termanifestasi ke dalam kesempatan serta kemudahan bagi individu dan kelompok untuk bergiat pada sektor perdagangan guna memaksimalkan keuntungan. Individu dipercayai mampu bertindak rasional atas kalkulasi untung rugi serta akan selalu berusaha memperoleh kepuasan subjektif tertinggi.
Pada akhirnya, proses tersebut mampu mewujudkan mekanisme pasar bebas serta persaingan di antara pemilik kapital. Di Indonesia, mekanisme tersebut terefleksikan dari maraknya kemunculan industri barang dan jasa, mulai dari pakaian, makanan, minuman, hingga pada sektor peternakan, perkebunan, dan digitalisasi jasa melalui perusahaan rintisan (start up).
ADVERTISEMENT
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, ekonomi liberal mengamini bahwa strategi pasar bebas mampu berujung pada peningkatan kesejahteraan suatu negara. Argumen utamanya ialah negara akan memperoleh keuntungan apabila dalam perdagangan internasional dibebaskan dari batasan aturan pemerintah. Kendati demikian, apakah ekonomi liberal serta-merta menihilkan peran negara? Alih-alih mengeliminasinya, ekonomi liberal berpendapat bahwa intervensi negara dibutuhkan jika terjadi kegagalan ekonomi seperti inefisiensi, inflasi, ketidakadilan, dan masalah makroekonomi.
Negara sebagai entitas konstituen didesak agar mampu mengoptimalkan fungsi regulasi serta pengawasan dalam menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Dewasa ini, negara hadir sebagai pemangku kebijakan demi melindungi kepentingan nasionalnya, salah satunya melalui tindakan proteksi terhadap industri atau usaha dalam negeri. Pengejawantahan dari proteksi ekonomi yang dimaksud ialah melalui konsepsi Infant Industry.
ADVERTISEMENT
Secara esensial, Infant Industry (industri baru) lahir sebagai konsep perlindungan terhadap perdagangan. Asumsi inti dari ide tersebut ialah bahwa industri lokal yang baru terbentuk belum memiliki daya tahan ekonomi (economies of scale) yang kuat seperti pesaingnya dari negara lain yang telah lama beroperasi.
Infant Industry berpendapat bahwa industri yang baru lahir tidak akan efisien pada awalnya, melainkan mampu efisien dalam jangka panjang jika mereka diberi waktu untuk matang (mature). Oleh karena itu, negara memiliki peran yang sangat signifikan dalam rangka melindungi usaha atau industri dalam negeri. Implementasi tersebut terwujud melalui skema tarif, kuota, subsidi, dan dapat juga berupa gabungan dari skema tersebut. Singkatnya, luaran yang diharapkan melalui penerapan kebijakan infant industry ialah bertumbuhnya industri lokal atau domestik.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Jokowi dan Kaitannya dengan Infant Industry
Penulis melihat bahwa sikap Jokowi sebagai representasi dari sifat kebijakan infant industry itu sendiri. Jika ditarik mundur, tidak sedikit pengesahan kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan Jokowi memiliki kecenderungan untuk memberi proteksi kepada industri dalam negeri. Tendensi tersebut tercermin dengan jelas ketika pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerapkan tarif terhadap pakaian impor pada penghujung tahun 2021.
Penulis memandang bahwa aksi tersebut cukup menggambarkan bagaimana wujud tindakan rasional oleh entitas negara yang bertujuan membendung gelombang masuk produk impor. Diharapkan melalui aturan tarif tersebut mampu membangkitkan gairah pelaku usaha lokal untuk semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas produk mereka.
Di sisi lain, pada sektor pertanian, Jokowi secara konsisten mendorong para pelaku usaha untuk mengurangi impor bahan pangan. Dia menilai bahwa petani lokal sebenarnya mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat bahwa tindakan tersebut merupakan strategi pemerintah dalam memberi kesempatan bagi petani lokal agar mampu meningkatkan produktivitasnya. Melalui program pembinaan petani, pemerintah ingin mewujudkan kemandirian serta ketahanan pangan nasional.
Dalam analisis Infant Industry, tindakan pemerintah melakukan hambatan impor bertujuan agar produk luar tidak membanjiri pasar domestik. Hal tersebut lantas menyebabkan kelangkaan komoditas impor yang berimbas pada kenaikan harga pada barang-barang tersebut. Mekanisme tersebut berimplikasi pada penurunan minat masyarakat akan produk impor yang akhirnya beralih untuk mengonsumsi produk lokal. Tentu hal tersebut akan memberikan efek ganda (multiplier effect) kepada usaha baru di dalam negeri untuk berkembang.
Baru-baru ini, secara eksplisit presiden menyampaikan akan menghentikan impor komoditas aspal. Langkah tersebut dilakukan mengingat salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya aspal yang sangat melimpah. Namun, akibat dari proses produksi yang belum optimal, menyebabkan pemanfaatan aspal menjadi tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
Dalam analisis Infant Industry, tindakan tersebut mencerminkan kebijakan kuota impor yang bertujuan agar industri lokal memperoleh waktu lebih lama untuk beroperasi secara matang dan optimal. Pada proses tersebut, industri domestik lambat laun akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, pada kasus ini ialah pemenuhan akan permintaan aspal. Kadangkala tindakan proteksi oleh pemerintah dapat berupa larangan impor secara penuh atau total.
Keberpihakan Jokowi kepada infant industry juga tampak pada penilaiannya terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sejak tahun 2021, presiden telah menginstruksikan jajarannya untuk mendorong terjadinya transformasi birokrasi agar UMKM semakin kuat dan naik kelas. Penulis melihat bahwa upaya tersebut menandakan optimisme Jokowi dalam memandang UMKM sebagai pelaku usaha yang mampu membangkitkan spirit ekonomi pada tingkat lokal. Pemberian kemudahan membuka izin usaha juga merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam membangun ekonomi domestik.
ADVERTISEMENT
Pada kancah internasional, dukungan presiden terhadap UMKM tercermin dalam pidatonya saat menghadiri KTT G-20 yang berlangsung di Italia pada tahun 2021. Kala itu, Jokowi meminta agar forum tersebut mampu memberikan dampak positif terhadap UMKM Indonesia melalui digitalisasi ekonomi. Bahkan ketika Indonesia memegang presidensi G-20 pada tahun ini, Jokowi mengamanatkan instansi terkait agar menggunakan produk UMKM lokal untuk menjadi cenderamata pada perhelatan akbar tersebut.
Dorongan agar memilih produk lokal dibandingkan produk luar, sekali lagi merupakan salah satu upaya presiden untuk menguatkan sekaligus meningkatkan rantai produksi usaha dalam negeri. Dalam kasus di atas, UMKM didorong agar mampu bersaing dengan industri nonlokal. Pada akhirnya UMKM akan mampu bersaing dan ketika mencapai kondisi yang matang, mampu mengekspor produk ialah keniscayaan.
ADVERTISEMENT
Negara Hadir dalam Melindungi Kepentingan Nasional
Sebuah gesture yang menampilkan keberpihakan negara kepada industri lokal nyatanya tidak hanya tercermin oleh Indonesia, negara adidaya sekalipun seperti Amerika Serikat juga mengadopsi gesture tersebut. Di bawah pemerintahan Trump kala itu, AS secara masif menerapkan tarif terhadap beberapa komoditas impor yang dianggap mengancam eksistensi dari industri lokal. Hal tersebut lantas berbuntut pada perang dagang AS dengan Tiongkok. Selain itu, kisah sukses industri baja Korea Selatan dan industri otomotif Jepang telah membuktikan bahwa proteksi Infant Industry lewat peningkatan tarif masih relevan hingga saat ini.
Fakta tersebut cukup menggambarkan bagaimana sebuah negara dengan sistem ekonomi yang liberal sekalipun pada situasi tertentu akan mengaplikasikan kebijakan yang protektif. Namun perlu diingat bahwa pemberlakuan kebijakan tersebut tidak bersifat permanen. Melalui Infant Industry, para pelaku industri domestik yang baru memulai usahanya dapat beroperasi secara efisien dan akhirnya mampu bersaing melalui ekspansi perdagangan berupa ekspor. Kebijakan infant industry dapat dihapuskan setelah kondisi tersebut tercapai.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, penulis mengidentifikasi bahwa kebijakan infant industry sebagai salah satu upaya untuk melindungi komoditas dalam negeri. Negara memiliki wewenang dalam menjalankan praktik tersebut ketika sepakat bahwa situasi ekonomi domestik sedang tidak sehat akibat penetrasi produk impor yang berlebih.
Kendati demikian, penulis menyadari bahwa kebijakan proteksionisme sejatinya bersifat situasional dan parsial. Ada kala negara akan melakukan kebijakan yang bersifat protektif, namun pemberlakuan aturan tersebut tidak secara menyeluruh atau tidak pada semua bidang. Kebijakan tersebut juga bersifat temporer atau tidak selamanya untuk dipertahankan.