Menjaga Stabilitas Sosio-Ekonomi Pascaganti Untung Petani Tuban

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
21 Februari 2021 6:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sawah Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sawah Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
ADVERTISEMENT
PT Pertamina Persero dan Rosneft Oil Company (perusahaan minyak dan gas Rusia) melakukan kerja sama untuk membuat sebuah New Grass Root Refinery (NGRR) dengan kapasitas hingga 300 ribu barrel per hari.
ADVERTISEMENT
Proyek vital nasional ini menjadi salah satu upaya Indonesia untuk semakin menguatkan kemandirian energinya. Kilang ini ditargetkan dapat menghasilkan gasoline dengan standar Euro V dengan kapasitas 80 ribu barrel per hari, gasoil (biosolar) dengan kapasitas 100 ribu barrel per hari, dan avtur (bahan bakar pesawat terbang) dengan kapasitas 30 ribu barrel per hari (kontan).
Hadirnya proyek ini akan semakin memenuhi kebutuhan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor.
Proyek yang berlokasi di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur itu akan mengokupasi area seluas 821 hektare di mana 384 hektarenya adalah lahan warga sekitar, 328 hektare tanah milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan 109 hektare lahan milik Perhutani.
ADVERTISEMENT
Tahap early work yang saat ini sedang dilakukan mengharuskan PT Pertamina Rosneft untuk membebaskan lahan milik warga Desa Sumurgeneng tersebut dengan harga Rp 600-800 ribu per meter persegi.
Masyarakat Desa Sumurgeneng mayoritas telah bermukim di sana turun-temurun, sehingga mereka memiliki lahan yang cukup luas. Luas lahan warga terkecil yang dibebaskan oleh Pertamina Rosneft adalah seluas sekira 60 meter persegi dan luas lahan warga terbesar yang dibebaskan sekira 4 hektaree. Terdapat 225 KK yang menerima ganti untung imbas proyek NGRR PT Pertamina Rosneft ini.

Efek Kejut yang Berdampak

Warga Tuban yang mendadak kaya. Sumber: kumparan.com
Tak bisa dipungkiri apa yang terjadi pada masyarakat Sumurgeneng akan memberikan efek kejut di sana. Warga Desa Sumurgeneng sendiri mayoritas berprofesi sebagai petani dan tidak semua KK menerima ganti untung lahan. Ada sekitar 585 KK yang tidak merasakan apa yang dirasakan oleh tetangganya.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada beberapa hal yang akan terpengaruh pascakejadian ini, yaitu dari sisi sosial dan ekonomi. Sisi positif secara sosial, tentu saja peristiwa ini mengangkat status sosial warga yang memperoleh ganti untung dari proyek ini.
Akan tetapi, sisi negatif secara sosial pun akan muncul, yaitu ketimpangan sosial antara warga yang memperoleh ganti untung dengan warga yang tidak memperolehnya. Semula hampir semua warga berada pada posisi yang sama, kini seolah ada gap yang membuat mereka berada pada titik yang berbeda.
William Ogburn, seorang sosiolog Amerika, mengungkapkan bahwa ketimpangan sosial merupakan perubahan sosial yang melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
Ketimpangan sosial yang muncul perlu disikapi dengan cermat dan bijaksana karena jika tidak maka akan muncul kecemburuan sosial dan yang terburuknya adalah meningkatnya angka kriminalitas yang akan menurunkan kondusivitas lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Efek kejut di bidang ekonomi pun akan terbagi menjadi dua, yaitu efek positif dan negatif. Efek positif bagi warga para penerima ganti untung adalah tingkat ketahanan ekonomi dan daya belinya meningkat drastis, sangat drastis.
Hal ini seperti pedang bermata dua yang selain memberikan kebaikan untuk mereka namun juga memberikan ancaman tersembunyi jika apa yang diperoleh tidak dikelola dengan bijak, baik, dan benar.
Hilangnya sekian hektare lahan yang bisa jadi adalah sumber penghidupan mereka tentu saja bisa menutup mata pencaharian warga Desa Sumurgeneng. Salah satu hal yang dikhawatirkan terjadi juga adalah bergesernya mata pencaharian yang semula bertani menjadi non-pertanian.
Perlu urun rembug antara warga dan PT Pertamina-Rosneft agar warga desa yang lahannya sudah ditebus oleh perusahaan dapat memperoleh kanalisasi sumber penghasilan baru yang ajeg dan bermanfaat dan sebisa mungkin tidak menghilangkan kultur pertanian mereka.
ADVERTISEMENT

Modernisasi Pertanian Skala Mikro

Ilustrasi kilang Pertamina Balikpapan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Efek kejut dari perolehan harta yang begitu besar dan tiba-tiba dikhawatirkan tidak akan bertahan lama jika tidak dikelola dengan seksama. Oleh karenanya, masyarakat Desa Sumurgeneng harus menyadari hal ini dan bekerja sama dengan CSR (Corporate Social Responsibility) PT Pertamina-Rosneft untuk menciptakan sebuah modernisasi pertanian berskala mikro.
Salah satu kelemahan pertanian di Indonesia adalah bahwa pertanian kita masih banyak menggunakan metode konvensional sehingga kurang bisa bersaing dengan pertanian negara lain. Ambillah contoh Jepang, Korea Selatan, atau Taiwan, dengan keterbatasan lahan negara-negara tersebut berhasil memodernisasi pertanian menuju industrialisasi pertanian.
Industrialisasi pertanian modern bisa menjadi penopang perekonomian daerah yang lebih ajeg perolehan dan pendapatannya karena sudah terorganisir dan terstruktur dengan rapi.
ADVERTISEMENT
Desa Sumurgeneng yang akan berjalan beriringan dengan kilang modern ini seharusnya bisa menjadi daerah percontohan (pilot project) untuk bisa menerapkan modernisasi pertanian yang kelak bisa dikembangkan di luar daerah tersebut.