Quranic Productivity: Be Better Me

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
14 Juni 2022 9:27 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Quranic Productivity mengajak pembaca menggali nilai-nilai produktivitas yang terkandung di dalam Al-Qur'an.
Ilustrasi manusia. FOTO: pexels.com/Andrea Piacquadio
Filosofi produktivitas menyebutkan bahwa “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.”
ADVERTISEMENT
Filosofi ini cukup dekat dengan ungkapan yang senantiasa kita dengar. Ustadz Farid Nu’man Hasan membahas perihal ungkapan yang memiliki makna yang dekat dengan filosofi produktivitas tersebut, sebagaimana berikut (islamedia.id): “Imam Al-Khatib Al-Baghdadi menyampaikan”:
وَأَخْبَرَنَا ابْنُ رِزْقٍ ، قَالَ : أَنْبَأَ عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْبَرَاءِ ، ثنا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ ، ثنا الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ ، عَنْ رَجُلٍ ، رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّوْمِ فَقَالَ لِي : " مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ ، وَمَنْ كَانَ غَدُهُ شَرَّ يَوْمَيْهِ ، فَهُوَ مَلْعُونٌ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ النُّقْصَانَ مِنْ نَفْسِهِ فَهُوَ إِلَى نُقْصَانٍ ، وَمَنْ كَانَ إِلَى نُقْصَانٍ فَالْمَوْتُ خَيْرٌ لَهُ "
Terjemahan: Mengabarkan kami Ibnu Rizq, katanya: memberitakan kepada kami Utsman bin Ahmad, berkata kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Al Bara, berkata kepada kami Daud bin Rusyaid, mengabarkan kami Al Walid bin Shalih, dari seorang laki-laki: Aku melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mimpi, Beliau berkata kepadaku: Barang siapa yang harinya sama saja maka dia telah lalai, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat, barang siapa yang tidak mendapatkan tambahan maka dia dalam kerugian, barangsiapa yang dalam kerugian maka kematian lebih baik baginya. (Iqtidha’ul ‘Ilmi Al ‘Amal, No. 196).
ADVERTISEMENT
Hadits ini masuk ke dalam hadits palsu dan perkataan Rasulullah SAW ini diperoleh dari mimpi seorang laki-laki yang menurut Imam Zainuddin Al-’Iraqi bernama Abdul ‘Aziz bin Abi Ruwad (islamedia.id).
Marilah kita lepaskan ungkapan ini dari perkataan Nabi SAW, namun maknanya masih bisa kita petik, bahwa sejatinya hari-hari yang terlewati dalam hidup kita tidak boleh lebih buruk dari hari sebelumnya. Kita harus senantiasa berusaha menjadi pribadi baru yang lebih baik dari hari ke hari. Sejatinya kalimat ini merupakan hal yang seharusnya menghunjam dalam di hati setiap manusia.

Memanfaatkan Waktu Sebaik-baiknya

Allah SWT telah memberikan petunjuk yang jernih bagaimana seharusnya seseorang memanfaatkan waktunya.
وَٱلْعَصْرِ ١ إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ ٣
ADVERTISEMENT
Terjemahan: Demi masa.(1) Sungguh, manusia berada dalam kerugian,(2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.(3) [QS. Al-’Ashr (103):1-3].
Surat di atas mengisyaratkan sesuatu yang besar dan penting bahwa hidup manusia ini ada waktunya, ada batasnya. Ustadz Adi Hidayat pada salah satu ceramahnya menyampaikan tafsir dari surat ini. Al-’ashrun bermakna waktu yang mengiringi aktifitas manusia. Menariknya, ayat kedua menggunakan kata al-insaan.
Al-insaan sendiri bermakna manusia dengan seluruh totalitas aktivitasnya dan setiap aktifitas ini akan berkelindan dengan waktu.
Allah bersumpah dengan waktu yang mengiringi kehidupan manusia dan jika Allah sudah bersumpah dengan sesuatu maka itu bermakna bahwa hal tersebut sangatlah penting, seolah Allah mengisyaratkan kepada kita agar tidak menyia-nyiakan waktu yang telah Ia berikan.
ADVERTISEMENT
Hal ini tercermin pada ayat kedua yang menyatakan bahwa setiap manusia sesungguhnya berada dalam kerugian (khusrin). Akan tetapi, Allah pun memberikan rambu-rambu bahwa tidak semua manusia merugi. Ada mereka yang senantiasa beruntung.
Siapakah mereka yang beruntung itu? Pertama, merekalah orang-orang yang beriman. Mereka percaya bahwa Tuhan mereka adalah Allah, yang menciptakan, memberikan rezeki, merawat, mengampuni, dan membalas setiap perbuatan. Tiada satu pun Tuhan yang patut disembah selain Allah SWT. Mereka beriman kepada apa-apa yang Allah tetapkan. Mereka mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Kedua adalah orang yang beramal shalih. Amal shalih adalah perbuatan-perbuatan baik yang diniatkan ikhlas sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Amal shalih bisa dibedakan menjadi dua, yaitu amal yang dilakukan sebagai sebuah bentuk manifestasi peribadatan (hablum-minallah) dan amal yang dilakukan sebagai bentuk kontribusi sebagai makhluk sosial (hablum-minannaas).
ADVERTISEMENT
Ketiga, adalah mereka yang senantiasa menasehati untuk kebenaran dan kesabaran. Senantiasa berada di jalan yang benar membutuhkan effort yang tidak mudah, bahkan terkadang bisa jadi berliku dan beronak. Oleh karenanya, Allah mengisyaratkan agar setiap manusia bisa saling support dalam melestarikan kebaikan agar ketika salah satu lalai ada pihak lain yang bisa mengingatkan.

Berkompetisi dengan Diri Sendiri

Kita tidak sedang berkompetisi dengan siapapun, akan tetapi kenyataannya kita sedang berkompetisi dengan diri kita sendiri. Kita sedang berkompetisi dengan diri kita yang kemarin, bulan lalu, tahun lalu, dst. Kita sedang berlomba untuk senantiasa memperbaiki diri menjadi diri kita pada versi yang lebih baik, be better me, be better us.
Kesadaran akan hal ini akan membuat diri kita menjadi pribadi yang semakin produktif ke depannya.
ADVERTISEMENT
Allahu a’lam bish-shawwab.