Quranic Productivity: Mengedepankan Kualitas

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
Konten dari Pengguna
15 Juni 2022 21:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Quranic Productivity mengajak pembaca menggali nilai-nilai produktivitas yang terkandung di dalam Al-Qur'an.
Ilustrasi orang bekerja. FOTO: pexels.com/cottonbro
Berbisnis di era dewasa ini menuntut kita untuk bisa bersaing dengan cepat, tepat, dan akurat. Setiap bisnis pun ditantang untuk bisa beradaptasi dengan kondisi kekinian.
ADVERTISEMENT
Tiada yang dapat memungkiri bahwa satu hal penting agar produk yang kita pasarkan bisa diterima oleh pelanggan dan bertahan adalah ketika kita bisa menjawab permasalahan yang ada pada pelanggan.
Jika kita bisa menghadirkan solusi pada produk/jasa yang kita ciptakan/tawarkan dan sesuai dengan ekspektasi pelanggan, maka sangat mungkin produk kita bisa bertahan di pasaran, bahkan menjadi salah satu produk unggulan. Kita menyebutnya sebagai produk yang berkualitas.

Menjadi Muslim Profesional

Produk yang berkualitas hanya bisa dihasilkan oleh orang/produsen yang juga berkualitas, yaitu mereka yang profesional dalam mengerjakan pekerjaannya.
Islam sudah mengajarkan hal ini sejak lima belas abad yang lalu dan hal inipun selaras dengan konsep produktivitas.
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إن اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
ADVERTISEMENT
Terjemahan: Dari Aisyah RA, bersabda Rasulullah SAW : “Allah ʽazza wa jalla menyukai jika salah seorang di antara kalian melakukan suatu amal secara itqan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At–Tabrânî, dalam al-Muʽjam al-Awsat, No. 897, dan Imam Baihaqi dalam Sya’bu al-Îmân, No. 5312 (hidayatullah.com).
Sebenarnya, apa itu itqan? Itqan bermakna menyempurnakan atau mengerjakan dengan sempurna.
وَتَرَى ٱلْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةًۭ وَهِىَ تَمُرُّ مَرَّ ٱلسَّحَابِ ۚ صُنْعَ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ أَتْقَنَ كُلَّ شَىْءٍ ۚ إِنَّهُۥ خَبِيرٌۢ بِمَا تَفْعَلُونَ ٨٨
Terjemahan: Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan. [QS. An-Naml (27): 88].
ADVERTISEMENT
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita agar bisa bekerja dengan profesional apapun profesinya, karena dengan begitulah kita bisa memberikan produk dan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Indah bukan berbisnis/bekerja ala Rasulullah? Profesionalisme dikedepankan, di sisi lain ada pahala akhirat yang insya Allah menanti karena kita mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Betapa Rasulullah Muhammad SAW adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Bahkan, Allah pun mengisyaratkan hal tersebut di dalam Al-Quran.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍۢ ٤
Terjemahan: Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur. [QS. Al-Qalam (68): 4].
Allah memuji Rasulullah sebagai makhluk yang memiliki akhlak yang tinggi/agung. Hal ini tercermin dari keseharian beliau, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi Nabi/Rasul.
ADVERTISEMENT
Ketika kaum Quraisy hendak meletakkan kembali Hajar Aswad pasca perbaikan Ka’bah, mereka berselisih agar kabilah/suku merekalah yang diberikan privilege untuk meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempatnya semula. Hingga salah seorang mengusulkan agar kesempatan untuk peletakan Hajar Aswad diberikan kepada orang yang pertama kali masuk ke Ka’bah. Qadarallah, ternyata yang masuk pertama adalah Muhammad SAW, kala itu beliau belum diangkat sebagai Nabi, namun karena akhlaknya yang mulia dan memiliki gelar al-amin (yang dipercaya) maka mereka ridha jika Muhammad SAW yang meletakkan kembali Hajar Aswad.
Dengan sikap bijaksananya, beliau membentangkan sebuah kain dan meletakkan Hajar Aswad di atas kain tersebut, lalu masing-masing kabilah memegang kain dan membawa Hajar Aswad secara bersama-sama. Setelahnya, barulah Muhammad SAW meletakkan batu tersebut di tempat semula.
ADVERTISEMENT
Tak heran jika beliau sebelum menjadi Nabi pun sudah memperoleh gelar Al-Amin. Setidak-tidaknya ada empat sifat beliau yang bisa kita teladani sebagai seorang profesional.
Pertama sifat shiddiq yang bermakna benar atau senantiasa berkata jujur. Tiada pernah sekalipun keluar kata-kata dusta dari lisan Rasulullah SAW. Oleh karenanya, apapun profesi yang saat ini sedang kita jalani, kita harus senantiasa meniti jalan kejujuran.
Sifat kedua adalah amanah, yaitu kemampuan diri untuk bisa dipercaya dan tidak khianat terhadap kepercayaan yang telah diberikan. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang ingin dikhianati. Maka, menjadi orang yang mampu menjaga amanah akan membawa kita pada tingkat profesionalisme yang tinggi.
Ketiga adalah sifat tabligh atau dapat diartikan sebagai kemampuan menyampaikan/berkomunikasi. Masih banyak orang di luar sana yang tidak menghiraukan kemampuan berkomunikasinya, padahal hal ini sangat penting dimiliki agar pekerjaan yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik.
ADVERTISEMENT
Manusia adalah makhluk komunal yang harus senantiasa berkomunikasi satu dengan yang lainnya sehingga dapat dicapai pengertian dan pemahaman yang diinginkan. Kemampuan komunikasi yang baik pun dapat membantu untuk mengurangi kesalahan dan kesalahpahaman dalam bekerja.
Terakhir, sifat fathanah yang dapat diartikan pandai atau bijaksana. Cak Nun menyampaikan bahwa keempat sifat ini berlaku berurutan dan fathanah menjadi sifat utamanya, yaitu kemampuan untuk bisa menyelesaikan masalah dengan bijak dan memang ini dapat dimiliki melalui pengalaman-pengalaman hidup yang telah dilalui.
Allahu a’lam bish-shawwab.