Konten dari Pengguna

Quranic Productivity: Menyelisik Makna Rezeki (1)

Tri Cahyo Wibowo
Instructor, coach, writer, and consultant of productivity. Civil servant at Jakarta Productivity Development Center (Pusat Pengembangan Produktivitas Daerah Provinsi DKI Jakarta).
17 November 2022 10:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Cahyo Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi harta. Sumber: pexels.com/Michael Steinberg
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi harta. Sumber: pexels.com/Michael Steinberg
ADVERTISEMENT
Quranic Productivity mengajak pembaca menggali nilai-nilai produktivitas yang terkandung di dalam Al-Qur'an.
ADVERTISEMENT
Setiap makhluk yang dilahirkan ke dunia ini telah dijamin rezekinya oleh Sang Pencipta, Allah SWT. Mulai dari amoeba pada level mikroskopis hingga paus biru yang merupakan mamalia terbesar yang hidup di bumi hingga saat ini telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT.
۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّۭ فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ ٦
Terjemahan: Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.1 Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfūẓ). (QS. Hud [11]: 6).
Apa itu rezeki? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rezeki bermakna segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan). Hal ini semakin memperjelas bahwa benarlah adanya rezeki memang disediakan oleh Tuhan, Allah SWT, untuk makhluknya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa rezeki adalah apa yang kita peroleh dan mampu kita manfaatkan/konsumsi. Jika ada sesuatu yang kita miliki namun tidak bisa kita manfaatkan/konsumsi, maka sesungguhnya itu bukanlah rezeki untuk kita.
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
Terjemahan: Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakikat dari hartamu, wahai manusia, hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kamu gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Muslim 7609).
Ustadz Adi Hidayat, Lc. MA di dalam salah satu ceramahnya menyampaikan bahwa mencari rezeki haruslah bergerak/ikhtiar.
ADVERTISEMENT
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩
Terjemahan: dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, (QS. An-Najm [53]: 39).
Ikhtiar tidak bisa ditempuh dalam hal yang negatif. Keadaan lurus, benar, tidak ada persoalan disebut halal yang berasal dari kata ahalla-yuhillu.
Dalam mencari rezeki carilah dengan cara yang halal, ikhtiar yang halal karena jika kita mencari dari yang selain itu maka akan timbul keresahan dan kesulitan di dalam hidup. Itulah mengapa Allah SWT melarangnya dan secara hukum fikihnya disebut haram.
Pelarangan ini bukanlah sikap semena-mena dari Allah melainkan kasih sayang-Nya yang tak terhingga. Ia menginginkan agar hamba-hamba-Nya dapat hidup damai, tenteram, dan selamat baik di dunia maupun di akhirat nanti.
ADVERTISEMENT
Ambillah contoh, jika kita dengan sengaja mengambil barang milik orang lain, tentu saja di dalam hati kecil kita akan merasakan keresahan yang begitu besar. Ini menandakan bahwa apa yang dilarang/diharamkan oleh Allah akan senantiasa bertentangan dengan hati nurani.
Secara fitrah, sesungguhnya diri kita menginginkan untuk melakukan apa-apa yang dicintai Allah dan menjauhi apa-apa yang dibenci Allah.
Setelah mengetahui bahwa kita perlu mencari rezeki yang halal maka berikutnya adalah menggunakan rezeki tersebut secara baik/menyehatkan (thayyib). Thayyib berasal dari kata thaba, sebagaimana orang yang membantu untuk menyehatkan seseorang/dokter disebut thabib.
Thayyib ini bisa berbagai rupa, semisal tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang/makanan yang halal, tidak melakukan pemborosan, dan hal lain yang baik dalam membelanjakan/mempergunakan harta yang telah didapat.
ADVERTISEMENT
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَـٰلًۭا طَيِّبًۭا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّۭ مُّبِينٌ ١٦٨
Terjemahan: Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
~Bersambung~