Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kontroversi Cerpen "Langit Makin Mendung"
10 Juni 2022 15:50 WIB
Tulisan dari Tri Rizky Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada bulan Agustus 1968 majalah sastra Horison yang dipimpin H.B. jassin menerbitkan sebuah cerpen karya Kipandjikusmin dengan judul "Langit Makin Mendung". Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah sastra Indonesia sebuah karya dipermasalahkan dalam pengadilan dan melibatkan salah satu tokoh sastrawan paling berpengaruh di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Cerpen "Langit Makin Mendung" mengisahkan tentang perjalanan Nabi Muhammad karena sedih melihat kehidupan akhir zaman yang penuh dengan kemaksiatan dan persekutuan politik. Dengan izin Tuhan, Nabi Muhammad terbang mengelilingi bumi dengan menunggangi burak yang dikawal oleh malaikat Jibril. Kisah selanjutnya dari cerpen tersebut adalah gambaran dari perkembangan politik di indonesia yang kacau balau dengan tokoh dari Pemimpin Besar Revolusi (PBR) yang sibuk menghadapi persekutuan politik.
Cerpen karya Kipandjikusmin ini menimbulkan protes dari masyarakat yang beragama Islam khususnya di Sumatera Utara. Cerpen itu dianggap menghina karena mempersonifikasi Tuhan dan Nabi Muhammad serta merusak akidah umat Islam. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengambil kebijakan dengan melarang beredarnya majalah Horison edisi Agustus 1967 dan kantor majalah sastra Horison didemonstrasi oleh sekelompok orang yang sakit hati dengan cerpen tersebut.
ADVERTISEMENT
Akhirnya pada tanggal 22 Oktober 1968 Kipandjikusmin menyatakan mencabut cerpen tersebut dan menganggapnya tidak ada. Meskipun pengarang telah mencabut cerpen itu, majalah sastra Horison, dalam hal ini H.B. Jassin, masih harus berurusan dengan pengadilan karena merahasiakan identitas dari penulis cerpen "Langit Makin Mendung" dan tetap bersikukuh untuk mempertahankan etika jurnalistik. Dia berpendapat bahwa karya yang ditulis oleh Kipandjikusmin belum tentu mengandung cerita fiktif, tetapi hanya sebagai kritik sosial yang dituliskan ke dalam sebuah cerpen.
Pelarangan masyarakat yang kian membesar membuat H.B. Jassin duduk di kursi pengadilan untuk mempertanggungjawabkan pemuatan cerpen "Langit Makin Mendung" dan harus menghadapi tuntutan jaksa. Proses pengadilan ini berlangsung di Jakarta tahun 1969-1970. H.B. Jassin mendekam di jeruji besi selama satu tahun dengan 2 tahun masa percobaan. H.B. Jassin mengajukan banding, tetapi keputusan itu tidak pernah diperoleh sampai dia meninggal dunia pada 11 Maret 2000 di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Cerpen ini adalah bagian pertama dari sebuah cerita yang panjang. Akan tetapi, karena masalah tersebut bagian kedua dari cerpen tidak dimuat. Dampak dari majalah sastra Horison edisi Agustus 1968 mengakibatkan munculnya sebuah peristiwa penting dalam sejarah sastra Indonesia yang disebut "Heboh Sastra 1968".
Peristiwa ini menuai perdebatan para seniman dan sastrawan di media sosial. Ada yang berpendapat bahwa pemberedelan majalah sastra yang memuat cerpen "Langit Makin Mendung" tidak sesuai dengan prosedur pengadilan. Ada pula yang berpendapat bahwa pembredelan majalah sastra harus dilakukan karena dianggap telah menghina agama Islam. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa karya sastra dapat menimbulkan suatu dampak sosial yang dahsyat pada masanya.