Demokrasi: Kilas Balik Pemilu 2024

Tri Yuli Asih
Mahsiswa di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
30 April 2024 18:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tri Yuli Asih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tinta di jari usai ikut Pemilu 2024. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tinta di jari usai ikut Pemilu 2024. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi tentunya tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Mulai dari remaja, dewasa, hingga lansia tentunya tahu apa itu demokrasi.
ADVERTISEMENT
Demokrasi yang secara istilah dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Atau yang kerap kali disebut dengan pestanya rakyat. Ketika pesta demokrasi tiba, rakyat akan beramai-ramai datang ke TPS untuk memilih dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka yang dapat menyalurkan aspirasi rakyat.
Belum lama ini negara kita, Indonesia baru saja melaksanakan pemilihan umum (pemilu). Sebagai negara demokrasi, Indonesia menggunakan metode pemilihan umum (pemilu) untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif. Pemilu pada tahun ini mencakup pemilihan Presiden, DPR RI, DPRD Tingkat I, DPRD Tingkat II, dan DPD.
Jika dilihat lebih jauh tingkat partisipasi rakyat meningkat pada pemilu kali ini dibandingkan pemilu tahun 2019. Namun dibalik naiknya partisipasi rakyat, pesta demokrasi ini tidak berjalan dengan mulus, terdapat berbagai isu panas dan drama yang muncul menjelang hari pemungutan suara hingga setelah pelaksanaan pemungutan suara.
ADVERTISEMENT
Tapi mirisnya semakin ke depan semakin rendah pula nilai demokrasi di negara kita ini. Sebagai contohnya, pemilihan umum yang dilaksanakan tanggal 14 Februari lalu diwarnai dengan rentetan dan rangkaian problematika yang mengiringi jalannya demokrasi.
Banyak beredar berita di media massa tentang terjadinya protes di mana-mana, isu politik dinasti ramai dielu-elukan oleh rakyat, mahasiswa bergejolak memprotes sana-sini demi menyuarakan aspirasinya, terjadi penyerangan terhadap pendukung kelompok tertentu bahkan sebelum pemilu diselenggarakan, serta rakyat ramai berdemo demi menuntut keadilan, lebih lanjut film dokumenter tentang pemerintah juga mewarnai jalannya pemilu tahun ini. Lalu acara debat calon presiden dan wakil presiden yang dijadikan sebagai ajang sindir-menyindir.
Tidak sampai di situ saja, muncul berbagai isu lain setelah proses pemilihan suara berlangsung. Ketegangan kembali terjadi. Ketegangan ini dipelopori oleh para pendukung dari calon presiden dan wakil presiden yang tidak puas dan tidak percaya dengan hasil perhitungan suara. Mereka melakukan protes dengan alasan proses pemilihan diwarnai dengan banyak kecurangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contohnya dalam sidang sengketa pilpres, paslon 01 dan 03 sebagai pemohon berharap pilpres diadakan 2 putaran. Hal ini sebagai bentuk ketidakpuasan dan ketidakterimaan dari hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU. KPU sebagai komisi penyelenggara pemilu telah merilis hasil perhitungan suara pada 20 Maret 2024 dengan hasil yang menerangkan bahwa paslon 02 menang 1 putaran .
Apa yang terjadi dengan demokrasi di negara kita ini? Benarkah Indonesia ini adalah negara demokrasi? Bagaimana bisa semua orang seolah-olah merasa ingin menang sendiri. Benarkah semua ini demi negara Indonesia atau hanya demi kepentingan pribadi dan golongan? Apakah ini yang dinamakan haus akan kekuasaan? Mungkin kalimat-kalimat itu dapat mewakili pemikiran dan perasaan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Rakyat yang telah menentukan dan memilih. Hasilnya seperti yang telah dirilis oleh KPU. Bahkan KPU sebagai komisi penyelenggara pemilu memanfaatkan kemajuan IPTEK dengan bentuk aplikasi sirekap yang digunakan untuk mengunggah foto hasil penghitungan suara oleh KPPS yang dapat disaksikan langsung oleh rakyat melalui website resmi KPU. Hal itu sebagai bukti nyata dan bentuk transparansi yang diusahakan oleh KPU.
Jika pengertian demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Lalu mengapa masih mempermasalahkan soal keputusan rakyat? Bukankah hal-hal tersebut tidak sejalan dengan demokrasi Pancasila.
Demokrasi yang damai dan berkeadilan seakan-akan tergerus oleh isu yang menyelimutinya. Para pendukung ramai bersitegang menimbulkan opini di pihak lain. Lalu, jika seperti ini siapa yang harus dikeluhkan atau siapa yang harus disalahkan?
ADVERTISEMENT
Apakah rakyat atau pemimpin negara? Ataukah para jajaran petinggi negara?
Tentunya tidak. Semua bermula dari kesadaran diri sendiri. Pemahaman akan konsep demokrasi yang damai, bersih, dan berkeadilan perlu diajarkan untuk seluruh rakyat Indonesia. Terlebih lagi terhadap kesadaran untuk tidak saling menjatuhkan satu sama lain yang dapat memicu opini publik. Jika tidak, tentunya hal tersebut akan berdampak buruk pada generasi masa kini dan masa depan yang memiliki tingkat kepekaan tinggi terhadap media sosial.
Kita sebagai bangsa Indonesia sudah sepatutnya saling merangkul satu sama lain. Saling mendukung dan tidak saling berebut kekuasaan. Pemilu dan demokrasi Pancasila harus dilaksanakan dengan prinsip yang damai dan saling menghargai berbagai keputusan sehingga akan tercipta rasa kekeluargaan yang kuat pada bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kita belajar dari pesta demokrasi tahun ini untuk mewujudkan demokrasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Dengan suara rakyat yang menentukan hasil dari suatu demokrasi tanpa saling menjatuhkan, saling mengejek, saling menyerang, dan isu-isu buruk yang menyelimutinya.