Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Kesenjangan Kualitas Pendidikan Sebagai Ujung Tombak Dari Kurikulum Merdeka
12 November 2024 8:25 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Trias Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dilema berujung problematika dari kurikulum ini menjadikan beban berat bagi tenaga pengajar. Baru - baru ini banyak dikutip dari Berita Nasional Indonesia iNews TV yang meng-upload anak - anak SMP Negeri di Pangandaran belum sepenuhnya bisa membaca dengan lancar, begitu juga dengan video salah satu platfrom TikTok bernama @papa.groot yang memberi challenge berupa uang tunai dengan syarat bisa menjawab pertanyaan "sebutkan negara yang terletak di benua Eropa". Alhasil, jawabannya begitu jauh dan terkesan "di luar nalar". ini menandakan banyak siswa maupun siswi yang minim akan pengetahuan sosial maupun umum
ADVERTISEMENT
Di balik itu semua, kebijakan Pemerintah untuk menghapus UN dan faktor zonasi menjadi penyebabnya.
Faktor UN
Salah satu indikator penilaian yang dahulu menjadi syarat kelulusan kini dihapuskan. Penghapusan UN sendiri didasarkan pada Surat Edaran Kemendikbud No 1 Tahun 2021.
Menteri Pendidikan terdahulu, Nadiem Makarim, pada tahun 2021 meniadakan ujian nasional di seluruh Indonesia dan digantikan oleh Asesmen Nasional Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Alasan Nadiem saat menghapus UN adalah karena ingin menyamaratakan kesempatan bersekolah bagi anak-anak dari berbagai lapisan ekonomi.Hal ini sangat disayangkan sebab tanpa UN, Indonesia tidak punya tolak ukur untuk menilai kualitas pendidikan itu sendiri
Faktor Zonasi
Menjadi serba salah ketika menimbang dan memilih untuk sistem ini dihapuskan. Pasalnya, dengan berlakunya sistem tersebut yang dihitung sejak penetapannya tahun 2017 oleh Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy, banyak yang mengeluhkan bahwa sekolah hanya bisa menerima siswa tidak berdasarkan tes, melainkan berdasarkan jarak tempat tinggal ke sekolah, yang membuat anak - anak yang pintar dan berbakat harus "mengalah" dengan anak biasa - biasa saja atau bahkan kurang dari rata - rata sebab jarak rumahnya dekat ke sekolah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, juga sistem ini diberlakukan untuk mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah serta pemerataan akses pendidikan hingga mencoba menghilangkan praktik jual beli fasilitas sekolah atau pungli.
Rentetan masalah ini terus berlanjut hingga ke perguruan tinggi atau yang banyak mengenalnya sebagai "unpopular opinion" karena metode SNBP atau biasa disebut sebagai seleksi berdasarkan nilai atau prestasi di sekolah itu menjadi dasar kebanyakan yang masuk di jalur tersebut lebih mengutamakan siswa yang nilainya tinggi di sekolah. ini juga menjadi harapan guru-guru untuk bisa diterima di perguruan tinggi negeri impian sampai berfikiran bahwa "gimanapun caranya apapun jurusannya yang penting masuk negeri". Hal ini juga yang menyebabkan mahasiswa banyak yang salah jurusan Akibatnya, adalah banyak yang menganggap atau remeh tugas kuliah karena berfikiran sudah berhasil dengan apa yang menjadi keinginannya, yaitu masuk universitas negeri.
ADVERTISEMENT
Padahal, seperti kita ketahui bersama bahwa jurusan itu lebih penting daripada kampusnya karena dengan jurusan tersebut kita mempunyai gambaran ke depannya mau menjadi atau ingin seperti apa
Berbicara tentang Kurikulum Merdeka ini memang banyak problematika dari kebijakan yang dibuat. Karenanya, siswa - siswi kita di Indonesia khususnya tidak ada UN, tidak ada sistem ranking, kalau mau masuk sekolah yang dilihat bukan nilai tapi pakai zonasi wilayah, terus juga "tinggal kelas" atau bisa dibilang tidak naik kelas adalah hal yang sangat jarang terjadi terutama di sekolah - sekolah negeri di Indonesia
Mengapa demikian ? Sebab ketika ada murid yang tinggal kelas, tidak naik kelas itu akan berpengaruh pada penilaian terhadap sekolah tersebut, atau bisa dibilang menjadi "aib" bagi sekolah sekaligus merusak nama baik atau citra yang dimiliki. Jadi, itulah pendidikan kita saat ini : tidak ada tekanan, tidak ada dorongan, benar - benar siswa dimerdekakan, beginilah hasilnya.
ADVERTISEMENT
Merujuk ke dalam sistem pendidikan terbaik dunia yaitu Finlandia yang mencoba diterapkan ke dalam sistem pendidikan kita itu, menjadi suatu masalah sebab kita hanya mengadopsi atau mengambil bentuknya, aturannya saja, tapi tidak serta merta mengadopsi fasilitasnya, kesiapannya dan bekalnya seperti itu.
Kenapa Finlandia bisa menerapkan sistem tersebut dan berhasil. Sebab, di sana kesejahteraan sudah merata.
Fasilitas sekolah sudah mumpuni ditambah kualitas gurunya juga sangat bagus dan di Finlandia juga tanggung jawab terhadap pendidikan sudah dibangun di tingkat keluarga atau bisa dikatakan parenting - nya sudah dibangun di level keluarga.
Mengapa ini semua bisa menjadi masalah didalam pendidikan di indonesia ? karena, pada dasarnya kita tidak paham dengan situasi atau perkembangan pendidikan di Indonesia akibatnya "asal" dalam mengambil sistem atau bentuk pendidikan dari negara lain yang itu belum tentu bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia
ADVERTISEMENT
Ketimpangan pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah serius meskipun
Berbagai upaya reformasi telah dilakukan, termasuk penerapan kurikulum merdeka. tak terlepas dari itu juga, ketimpangan memiliki relevansinnya dengan nilai nilai yang terkandung di dalam Pancasila diantaranya adalah :
1. Kualitas Tenaga Pendidik serta luputnya peran pemerintah dalam menghargai jasa guru
• Masalah : Tidak semua guru memiliki keterampilan dan pemahaman yang cukup untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka secara efektif. Kurangnya pelatihan dan pendampingan menyebabkan kurikulum tidak optimal. Ditambah lagi sekarang Nasib guru yang serba salah ketika mengingatkan muridnya tapi malah berujung dengan "penjara" dan menjadi objek kekesalan orang tuanya yang tidak terima anaknya ditegur ketika ia melakukan kesalahan.
• Nilai Pancasila : Hal ini mengurangi penerapan sila ke-2, kemanusiaan yang adil dan beradab , karena akhir akhir ini banyak yang mendiskriminasi guru juga kurangnya apresiasi dari pemerintah dengan tidak adanya pengangkatan guru honorer apalagi yang mengajar di daerah terpencil.
ADVERTISEMENT
2. Ekonomi dan Dukungan Orang Tua
• Masalah: Anak-anak dari keluarga kurang mampu cenderung mengalami kesulitan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang membutuhkan biaya tambahan, Apalagi soal kenaikan UKT yang bisa jadi akan naik tahun depan dikarenakan tahun ini "batal naik" sebab terjadi tuntunan mahasiswa yang menolak kebijakan itu, Juga baru baru ini beredar kabar yang menyatakan bahwa mahasiswa atau mahasiswi ITB yang mendapat keringanan UKT diwajibkan untuk kerja part time di ITB yang dikirimkan lewat pesan email yang diterima oleh masing masing mahasiswa.
• Nilai Pancasila: Hal ini bertentangan dengan sila ke-5, karena menciptakan ketidakadilan sosial di bidang pendidikan, dimana hanya siswa dari keluarga mampu yang dapat mengakses pendidikan yang ideal.
ADVERTISEMENT
3. Akses dan kualitas pendidikan
• Masalah: Masih ditemukan banyak kesenjangan signifikan antara sekolah di kota besar dan di daerah terpencil. Sekolah di kota umumnya lebih siap dalam mengadopsi kurikulum merdeka karena memiliki fasilitas dan tenaga pendidik yang lebih memadai dibandingkan sekolah di daerah terpencil. Karena di daerah terpencil banyak sekolah yang terbengkalai terutama fasilitas seperti kursi, bangku dan tidak sedikit yang mengalami kebocoran air dari atas atap sekolah saat hujan tiba.
• Nilai Pancasila: ini bertentangan dengan sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menghendaki distribusi pendidikan secara adil dan merata termasuk juga membangun infrastruktur seperti jembatan penyeberangan yang nantinya bisa digunakan oleh siswa atau siswi yang hendak pergi ke sekolah tanpa harus menyebrang menggunakan perahu.
ADVERTISEMENT
4. Pemanfaatan Teknologi yang belum merata
• Masalah: Kurikulum Merdeka menekankan kepada para siswa atau siswi untuk menggunakan metode pembelajaran dengan berbasis proyek dan eksplorasi yang sering kali memerlukan akses ke teknologi. Di daerah terpencil, keterbatasan akses internet dan perangkat teknologi misalnya handphone menjadi hambatan besar
• Nilai Pancasila: ini bertentangan dengan sila ke-3, persatuan Indonesia, karena kesenjangan pemerataan teknologi ini justru menimbulkan jurang dan rasa dibedakan bedakan di berbagai daerah yang menyebabkan hilangnya rasa persatuan Indonesia.
5. Penerapan Nilai Pancasila dalam Kurikulum
• Masalah: meski Kurikulum Merdeka mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan berbasis nilai, penguatan dan nilai nilai Pancasila dalam praktik pembelajaran seringkali belum optimal, misalnya masih banyaknya siswa yang terlibat tawuran antar sekolah atau tindak kriminal lainnya.
ADVERTISEMENT
• Nilai Pancasila: Pendidikan yang menekankan nilai-nilai Pancasila harus diamalkan atau diaplikasikan secara konsisten dan menyeluruh misalnya melalui gorong-gorong, pendekatan kepada yang maha kuasa atau (siraman rohani) ini adalah salah satu bentuk dari implementasi sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia dan sila-1 yaitu ketuhanan yang maha esa sebab, ini dapat menjadi benteng bagi generasi muda agar tidak bertentangan dengan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kesimpulan: meskipun Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendidikan dan mendorong
pembelajaran yang lebih fleksibel dan relevan, implementasinya masih menghadapi banyak tantangan. Kesenjangan akses pendidikan, kualitas tenaga pendidik, keterbatasan infrastruktur teknologi, dan kondisi ekonomi yang beragam menjadi faktor- faktor yang memperparah kesenjangan.
Selain itu, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran belum sepenuhnya merata, yang dapat menghambat terciptanya pendidikan yang adil dan berkualitas bagi semua anak di Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi antara berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa Kurikulum Merdeka dapat di implementasikan dengan baik dan selaras dengan nilai-nilai Pancasila, demi tercapainya keadilan sosial dan persatuan nasional di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT