Konten dari Pengguna

Menjaga Warisan Budaya: Pengalaman Ngalaksa bersama Jajaka Pinilih Sumedang

Romy Tri Prastiyo
Mahasiswa Industri Pariwisata UPI Sumedang, Duta Pariwisata Kabupaten Sumedang 2024
24 Desember 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romy Tri Prastiyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ngalaksa merupakan upacara adat yang diselenggarakan di Desa Wisata Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Awalnya, ngalaksa diselenggarakan setiap 3-4 tahun sekali. Namun, sejak tahun 1985, penyelenggaraannya menjadi rutin setiap tahun. Tahun ini, Ngalaksa dilaksanakan pada tanggal 2-7 Juli 2024. Upacara Adat Ngalaksa bertujuan sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah.
ADVERTISEMENT
Saya merasa sangat beruntung dapat menghadiri puncak acara Ngalaksa pada Minggu, 7 Juli 2024, dan berkesempatan membuat laksa bersama Jajaka Pinilih Kabupaten Sumedang. Ternyata, upacara adat Ngalaksa di Rancakalong tidak hanya melibatkan pembuatan laksa, tetapi juga diiringi alunan musik tradisional, yaitu tarawangsa.
Gambar 2 Tarawangsa Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 2 Tarawangsa Sumber: Dokumen Pribadi
Tarawangsa adalah alat musik tradisional Sunda yang termasuk dalam keluarga instrumen gesek, seperti biola. Alat musik ini sering dimainkan untuk mengiringi upacara adat Ngalaksa. Upacara Adat Ngalaksa tidak akan lengkap tanpa alunan merdu tarawangsa dan kacapi. Kedua alat musik ini menciptakan harmoni yang unik, menghasilkan suasana yang sakral dan khusyuk. Iringan musik ini bukan hanya sebagai pengiring, melainkan juga menjadi bagian integral dari upacara, memperkuat makna spiritual setiap proses pembuatan laksa.
Gambar 3 proses pembuatan laksa Sumber: Dokumen Pribadi
Tradisi pembuatan laksa di Sumedang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Bersama Jajaka Pinilih, kami turut melestarikan tradisi tersebut. Proses pembuatannya diawali dengan pemilihan bahan-bahan alami berkualitas, seperti tepung beras, garam, kelapa parut segar, dan air kapur. Bahan-bahan ini kemudian diolah secara manual, mulai dari pencampuran hingga pembungkusan dengan daun congkok. Setiap tahap memiliki makna dan filosofi yang turun-temurun dari generasi ke generasi. Dengan terlibat langsung dalam proses ini, kami semakin menghargai warisan budaya bangsa.
ADVERTISEMENT