Konten dari Pengguna

Cat’s Eye Reflex: Gejala Khas Retinoblastoma yang Patut Diwaspadai

Tristira Urvina, dr
Resident of Ophthalmology Universitas Airlangga Writting Enthusiasm
5 Februari 2022 13:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tristira Urvina, dr tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cat's eye reflex pada Retinoblastoma (Dokumentasi pribadi penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Cat's eye reflex pada Retinoblastoma (Dokumentasi pribadi penulis)
ADVERTISEMENT
Tanggal 4 Februari diperingati sebagai World Cancer Day. Peringatan ini dilakukan dengan harapan semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap penyakit kanker. Kanker dapat terjadi akibat mutasi gen dan dapat mengenai semua organ tubuh, termasuk mata. Salah satunya adalah retinoblastoma.
ADVERTISEMENT
Retinoblastoma adalah keganasan mata yang paling umum terjadi pada anak-anak, dan merupakan salah satu penyakit yang berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Di negara-negara maju, retinoblastoma dianggap sebagai kanker yang dapat disembuhkan dengan angka harapan hidup mencapai 100%. Namun, prognosis pada negara berkembang seringkali lebih buruk.
Di Indonesia, terdapat 617 pasien retinoblastoma dari tahun 2003 hingga 2018. Di negara maju seperti Amerika, Inggris, dan negara Eropa lainnya, keganasan ini terdiagnosis lebih dini pada masa kanak-kanak, yakni kurang dari 2 tahun. Di negara berkembang, retinoblastoma didiagnosis pada usia yang lebih tua. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat, jauhnya tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan dan pilihan untuk datang ke pengobatan alternatif juga menjadi faktor penyebab keterlambatan diagnosis retinoblastoma.
ADVERTISEMENT
Retinoblastoma dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Penyakit ini diakibatkan oleh mutasi dari gen supresor tumor RB1, yang mengarah kepada transformasi sel retina primitif. 45% retinoblastoma adalah herediter atau keturunan. Anak-anak dengan retinoblastoma pada kedua mata memiliki risiko 50% membawa gen mutasi RB1 dan berisiko terkena tumor saat lahir.
Gejala yang paling sering muncul adalah leukokoria atau refleks mata putih saat disinari dengan cahaya dan "cat’s eye reflex" atau refleks mata kucing. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah strabismus atau mata juling disertai dengan kehilangan penglihatan akibat adanya gangguan pada retina atau saraf mata. Di negara berkembang, didapatkan proptosis atau bola mata yang menonjol, selulitis orbita, perforasi kornea, dan tampak massa pada mata. Hal ini dapat dipengaruhi karena adanya keterlambatan diagnosis sehingga pasien datang ke fasilitas kesehatan dengan stadium lanjut.
ADVERTISEMENT
Retinoblastoma dapat didiagnosis selama pemeriksaan mata oleh dokter umum atau dokter anak. Semua anak dengan kecurigaan tinggi terjadinya retinoblastoma harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mengonfirmasi diagnosis. Stadium penyakit dan prognosis ditentukan menggunakan TNMH (tumor, node, metastasis, heritable trait). Tujuan utama terapi pada retinoblastoma adalah menyelamatkan mata yang sehat, tidak memperburuk mata yang sakit, dan mencegah metastasis. Terapi terbanyak adalah “enukleasi” atau “eksenterasi” yakni pengambilan bola mata yang sakit untuk menyelamatkan jaringan-jaringan baik di sekitarnya dan mencegah perluasan tumor, dilanjutkan dengan kemoterapi.
Semakin dini pasien didiagnosis, maka prognosis penyakit juga akan semakin baik. Di Indonesia, angka kesembuhan retinoblastoma mencapai 20% dan dapat meningkat hingga 95% bila diterapi secara dini. Namun,dapat terjadi perburukan bila terdapat penyebaran tumor ekstraokular.
ADVERTISEMENT
Informasi yang masih terbatas serta kurangnya atensi terhadap penyakit ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Deteksi dini pada anak-anak dapat dilakukan dengan mudah oleh para orangtua. Apabila ditemukan gambaran seperti leukokoria atau cat’s eye reflex dapat segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk didiagnosis lebih lanjut dan mendapatkan terapi semaksimal mungkin. Dengan demikian, angka harapan hidup anak-anak dengan retinoblastoma juga dapat meningkat.
Referensi:
1.Lezama DA, Dalvin LA, Shields CL. Modern treatment of retinoblastoma: A 2020 review. Indian J Ophthalmol 2020; 68:2356-65.
2.Tan RJD, Umerez DC, Alindayu JIA, Conjares JMRM, Go DAD, Paulino RGT. Retinoblastoma in South Asia: A Scoping Review. Asian Pac J Cancer Care 2021; 6(4): 493-500.
3.AlAli A, Kletke S, Gallie B, Lam W. Retinoblastoma for Pediatric Ophthalmologists. Asia-Pac J Ophthalmol 2018;7:160–168.
ADVERTISEMENT
4.Fang X, Wang H, Ma X, Guo Y, Yang W, Hu S, YQiu, Zhao J, Ni X. Clinical Features of Children with Retinoblastoma and Neuroblastoma. J Ophthalmol 2020; 1-8.
5.Miranda GA, Simanjuntak GWS. Clinical Findings and Demography of Retinoblastoma in a Tertiary Hospital in a Remote Area in a Developing Country. Asian Pac J Cancer Care 2018; 3(2): 37-41.