Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Melihat Pengumbahan, Mengantar Tukik Mengarung Luas Samudra
17 Oktober 2018 0:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Trubus.id -- Pasir putih yang lembut, ombak tinggi menggulung, dan karang tinggi yang berserakan adalah lanskap kolosal Pangumbahan, pantai di pesisir selatan Ujung Genteng, Sukabumi. Pengunjung tak hanya melihat dari gambar atau mendengar cerita tentang penyu raksasa di sini, tetapi juga turut mempraktikkan langsung upaya pelestarian tukik.
ADVERTISEMENT
Sedini hari itu, Beben (38) berlari tergopoh-gopoh menghampiri jejak seretan penyu yang pulang bertelur. Dengan suara terengah yang samar dengan angin, Ia menjelaskan tak mudah untuk menyaksikan penyu bertelur seiring menurunnya populasi.
"Berbeda sewaktu saya kecil, paling di bulan yang pasti saja, yakni November dan Desember sehari cuma satu yang pulang, dulu bisa berpuluh-puluh," kata Petugas Konservasi Pangumbahan ini.
Baca Lainnya : Fenomena Red Tide, Kematian Penyu di Pantai Florida Melonjak
Kesunyian dan deru ombak pecah malam itu, satwa bernama latin Chelonia mydas ini menepi setelah lelah berkelana luas samudra. Perlahan satu persatu telurnya dikeluarkan hingga ratusan jumlahnya. Insting Chelonia sangat baik dalam menentukan posisi yang aman bertelur, setelah sebelumnya menggali lubang dengan kepak sayapnya.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, ada kaidah-kaidah yang mesti dituruti para pengunjung.
Pelestarian tukik (Foto: Trubus.id/Binsar Marulitua)
"jika ingin menyaksikan penyu bertelur tidak boleh berisik dan bebas sinyal handphone, harus sunyi, dan tidak boleh menyalakan lampu," ujar Kepala Monitoring Penyu Hijau Tinton Apriadi.
Tangan Beben dan pak Tinton pun cekatan menggangsir pasir membantu hewan ini mengubur rapat telur-telurnya agar tidak menjadi santapan pemangsa seperti biawak, ular, unggas dan anjing liar. Mereka pun memberi tagging dengan kode ilmiah untuk kemudian harinya memindahkan telur ke rumah penetasan Pangumbahan.
Baca Lainnya : Pulau Jemur, Lokasi Favorit Penyu Hijau Berkembang Biak
Pangumbahan ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5/KEPMEN-KP/2016 tanggal 5 Februari 2016. Pengunjung yang datang akan melihat petak-petak penetasan. Ada beberapa yang sengaja dikosongkan dan petak lain menyimpan ribuan telur.
ADVERTISEMENT
Di permukaan pasir, berdiri papan identitas telur, jenis penyu, jumlah telur dan tanggal pemendaman. Semua berderet rapi pada papan identitas bersama terteranya nama si pemendam.
Tukik bertelur (Foto: Trubus.id/Binsar Marulitua)
Penyelamatan hewan penyendiri ini bisa dilakukan pengunjung dengan berdonasi dan berperan aktif dalam pelestarian. Seperti turut menggali dan memendam telur penyu yang dikumpulkan para pengelola Pangumbahan. Keistimewaanya, pengujung juga bisa memberinya nama anak-anak penyu atau biasa disebut tukik untuk dilepas liarkan kemudian hari.
Setiap sore, tukik-tukik yang sudah dikarantina dalam penangkaran akan dilepasliarkan. Waktu pelepasan tukik antara pukul 17.00-17.30 WIB. Pengunjung juga diperbolehkan membantu pihak konservasi untuk melepaskan tukik-tukik.
Baca Lainnya : Habitat Penyu Semakin Terancam, Apa Penyebabnya?
Beginilah seharusnya binatang-binatang tersebut hidup. Bebas pulang dan pergi untuk bertelur tanpa takut dimangsa. Bebas untuk menikmati alamnya, hingga masa tuanya kelak 200 tahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Fragmen yang melintas penjelajahan bisa saja terputus takdir dan fenomena alam, atau Pangumbahan tetap tak dilupakan sebagai rumah terakhir untuk pulang. Silahkan berdiri pada setiap pertunjukan semesta di sini dan lestarikan. [NN]