Konten dari Pengguna

Meski Ada Larangan Impor Filet, Harga Bibit Patin Sulit Naik, Ini Alasannya

Trubus ID
Media online kekinian yang menyajikan informasi seputar gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan peristiwa terkait alam, lingkungan, sosial, serta pemberdayaan masyarakat untuk bumi kita yang lebih hijau dan lestari
31 Agustus 2018 15:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Trubus.id -- Sejak tahun 2011 silam, pemerintah melarang impor filet ikan patin. Regulasi ini seharusnya menguntungkan para peternak dan industri patin dalam negeri yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, permintaan bibit patin ternyata tidak terlalu berpengaruh dengan larangan impor filet patin itu sendiri. Hal itu disampaikan Sahban I. Setioko, salah satu pembudidaya lele dan patin segmen pembenihan di Bogor, Jawa Barat.
"Permintaan benih tidak terlalu berpengaruh dengan larangan import. Harga Bibit Patin paling sulit naik," jelasnya ketika dihubungi melalui pesan singkat oleh Trubus.id, Rabu (29/8).
Baca Lainnya : Produksi Meningkat Tajam, Ikan Patin Asal Indonesia Siap Diekspor ke Mancanegara
Ia menerangkan, harga bibit patin sulit naik karena terjadi perebutan pasar di antara para pembibit itu sendiri. Para pembibit ini bahkan berani menjual harga patin sangat murah untuk merebut pasar.
ADVERTISEMENT
"Kenapa sulit naik (harga bibit patin)? Kami punya komunitas, Republik Bibit Patin. Tapi kami sulit mengontrol harga jual. Menyamakan harga jual. Mereka para anggota tidak ingin menyatukan harga, mereka rebutan pasar dengan harga jual semau mereka. Dan pembeli selalu mencari harga murah, jarang yang membeli kualitas. Walhasil, patin yang dulu dengan biaya operasional rendah bisa jual (level petani) Rp100 per ekor ukuran 2 cm. Saat ini ada yang berani jual Rp60 per ekor ukuran 2 cm," jelasnya lagi.
Sahban menerangkan, saat ini pasar ikan patin terbanyak ada di daerah-daerah. Kebutuhan bibit memang meningkat untuk memenuhinya. Ia menerangkan, Banjarmasin, Palembang, Pekanbaru, Tulungagung, Jatiluhur dan sekitarnya (tapi sekarang ada larangan karamba) adalah sentra patin di Indonesia. Baru kemudian daerah lain bermunculan.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya terkait bibit yang banyak diminati, Sahban menerangkan,  Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus) masih mendominasi. 
"Jenis patin ini punya kelebihan cepat besar, kekurangannya warna daging tidak putih, paling 20% dari populasi yg dagingnya putih itu pun dengan teknik budidaya khusus, 80% warna putih kekuningan," terangnya lagi.
Baca Lainnya : Pemkot Kotamobagu Salurkan Bantuan 4 Ribu Ekor Bibit Ikan Patin pada Warganya
Namun ia menambahkan, belakangan BRPI (Balai Reset Pemuliaan Ikan) Sukamandi, Subang mengembangkan Patin hybrid antara Patin Siam dan Patin Jambal. Harapannya, mereka bisa mendapatkan patin dengan kecepatan pertumbuhan dan dapat warna daging yang diinginkan. Pemerintah sendiri memberi nama ikan patin hyrid ini dengan nama Patin Pasopati.
ADVERTISEMENT
"Namun Patin Pasopati ini sulit dibudidayakan, terutama tahap pembenihan. Sehingga gaung Pasopati, redup dengan sendirinya," terang Sahban.
Kemudian BRPI keluarkan produk baru yang diberi nama Patin Perkasa atau Patin suPER Karya Anak bangSA. Patin Perkasa ini adalah ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus Sauvage, 1878, sinonim Pangasius Hypophthalmus Sauvage, 1878; Pangasius Sutchi Fowler, 1937) yang unggul tumbuh cepat hasil seleksi. Patin perkasa juga tahan penyakit. Namun, warna daging tidak masuk hal yang diperhatikan. [RN]