Konten dari Pengguna

Punya Tanah yang Subur, Kenapa Indonesia Masih Impor Singkong?

Trubus ID
Media online kekinian yang menyajikan informasi seputar gaya hidup hijau yang ramah lingkungan dan peristiwa terkait alam, lingkungan, sosial, serta pemberdayaan masyarakat untuk bumi kita yang lebih hijau dan lestari
16 Desember 2018 0:10 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Franciscus Welirang mengatakan, impor singkong yang dilakukan Indonesia memang turun naik.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, impor singkong tertinggi terjadi pada 2016 yakni mencapai 940 ribu ton. Meski begitu tahun 2018 ini impor singkong terus mengalami penurunan.
Baca Lainnya :
"Impor kita naik turun, di 2015, 840 ribu ton, 2016 sebesar 940 ribu ton, di 2017 740 ribu ton. Di 2018 turun, sampai September tercatat 230 ribu ton. Kemungkinan sampai akhir tahu 400 ribu atau 500 ribu ton. Artinya Indonesia masih impor," Kata Franky sapaan akrabnya, di Jakarta, Rabu (12/12).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, impor singkong masih dilakukan karena kebutuhan singkong dalam negeri cukup besar. Terlebih singkong menjadi salah satu bahan baku industri hingga pangan untuk hewan ternak.
"Singkong ini dipakai untuk pabrik kertas. Indonesia adalah salah satu pemasok dunia untuk kertas dan singkong pasti dibutuhkan industri di Indonesia. Singkong itu dibutuhkan oleh industri tekstil kita. Industri bio ethanol, bio energi," bebernya.
Baca Lainnya :
Menurut Franky, hampir semua bagian dari singkong bisa diolah dan memiliki nilai tambah. Oleh sebab itu dirinya mendorong agar singkong bisa lebih banyak diproduksi di dalam negeri.
"Kulit singkong sendiri bisa digunakan. Ampasnya bisa digunakan untuk bio gas, itu untuk energi. Dn dia ampas lagi untuk pupuk. Semua ini harus punya nilai," pungkasnya. [NN]
ADVERTISEMENT