Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Âİ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
RUU KSDAHE Masih Perlu Pendalaman
20 Januari 2019 0:05 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
Tulisan dari Trubus ID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menteri Siti juga menyebut pendalaman secara mendasar juga perlu dilakukan terkait dengan konstitusionalitas dan implementasi RUU tersebut.
Karenanya, dirinya yang mewakili pemerintah sekaligus koordinator dalam pembahasan RUU KSDAHE meminta waktu pada DPR untuk bersama-sama mempersiapkan RUU ini secara mendasar, komprehensif dan sistematis. Hal tersebut dilakukan mengingat penting dan strategisnya pengaturan tentang konservasi sumber daya alam.
Baca Lainnya :
Siti memberikan pandangannya terkait filosofi dasar konservasi, di mana pada Pasal 1 angka 1 RUU KSDAHE terjadi perubahan konsep pengelolaan konservasi menjadi perlindungan, pemanfaatan dan pemulihan. Sementara dalam Strategi Konservasi Dunia yang menjadi konsep dasar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.
ADVERTISEMENT
Hal kedua yang, menurut dia, masih perlu dibahas terkait Pasal 4 ayat (1) RUU KSDAHE yang membagi lingkung wilayah KSDAHE menjadi konserbasi yang dilakukan di wilayah darat, konservasi yang dilakukan di wilayah perairan dan konservasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pemerintah, lanjutnya, beranggapan bahwa sesungguhnya KSDAHE didasarkan atas ekosistem yang utuh, sebagai bentang alam yaitu lanskap dan ekosistem, satu dengan yang lain saling berkaitan atau Ecosystem Based Management. Sehingga pemisahan konservasi antara wilayah darat, perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil tidak selaras dengan keilmuan tentang prinsip-prinsip dasar ekologi.
Baca Lainnya :
Sedangkan terkait dengan konsep hak menguasai negara atas sumber daya alam, pada Bab III RUU ini berbunyi soal Hubungan Negara, Masyarakat Hukum Adat, serta Orang dengan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurut dia, judul bab tersebut memberikan pemaknaan bahwa negara, masyarakat hukum adat, dan orang berkedudukan sebagai subyek hukum yang setara.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada Pasal 6 ayat (2) huruf c. jo Pasal 8 ayat (2) justru menyerahkan sebagian pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau milik daerah, perguruan tinggi dan badan usaha milik swasta nasional.
Baca Lainnya :
Siti mengatakan, perlu ditegaskan kembali tentang hak penguasaan negara atas sumber daya alam sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penyerahan kewenangan pengelolaan KSDAHE kepada swasta atau korporasi jelas bertentangan dengan UUD 1945.
Ia berpendapat sebenarnya pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar serta jasa lingkungan pada zona atau blok tertentu dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Perlindungan Alam (KPA) telah berlangsung melalui perizinan sesuai UU Nomor 5 Tahun 1990. Sedangkan terkait dengan pengaturan masyarakat hukum adat menjadi tidak relevan dengan materi pokok pengaturan konservasi, selain juga karena Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat juga sedang berproses. [NN]
ADVERTISEMENT