news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Waspada! ‘No Pork, No Lard’ Belum Tentu Halal

Tsabita Fithriya
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah IPB University
Konten dari Pengguna
30 Maret 2022 15:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tsabita Fithriya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh chupanhstudio dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh chupanhstudio dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Mengonsumsi makanan halal bagi seorang muslim adalah suatu kewajiban. Halal artinya makanan yang dikonsumsi itu terbebas dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, namun bukan berarti semua makanan yang dijual di luar sana semuanya halal. Seorang muslim harus memperhatikan kehalalan pada makanan yang dikonsumsinya. Halal dan haram pada makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kehidupan seorang muslim seperti pada terkabulnya do’a, amal soleh, dan juga pada kesehatan diri masing-masing.
ADVERTISEMENT
Semua restoran berlomba-lomba untuk memasarkan makanan yang mereka jual dengan menarik. Banyak restoran menawarkan menu-menu halal yang tentu sudah melewati proses sertifikasi halal. Namun, restoran yang belum memiliki sertifikasi halal, sebut saja beberapa restoran All You Can Eat, tetap dapat menarik konsumen muslim dengan mengeklaim produknya sebagai produk yang ‘No Pork, No Lard’. Klaim ‘No Pork, No Lard’ pada produk makanan dapat diartikan bahwa makanan itu bebas dari daging babi dan minyak/lemak babi. Apakah hal itu sudah cukup membuktikan bahwa produk itu halal? Jawabannya adalah tidak, daging dan minyak babi hanyalah sedikit contoh makanan yang diharamkan oleh Islam.
Konsumen muslim yang awam akan berpikir bahwa jika sebuah restoran sudah mengeklaim makannya bebas dari daging babi dan turunannya, artinya makanan itu halal. Apalagi jika restoran itu mempekerjakan pramusaji yang menggunakan jilbab, mereka semakin mempercayai kehalalan makanan pada restoran tersebut. Padahal hal itu bukan indikator kepastian halal pada makanan.
ADVERTISEMENT
Bumbu yang digunakan pada saat memasak belum tentu menggunakan bumbu yang halal, contohnya adalah mirin. Mirin sering digunakan sebagai bumbu pada masakan. Mirin adalah bumbu yang masuk ke dalam golongan alkohol, artinya seorang muslim dilarang untuk mengkonsumsinya. MUI sebagai lembaga yang mengeluarkan fatwa dalam kehalalan sebuah makanan pun mengharamkan mirin serta bumbu masakan yang mengandung alkohol lainnya.
Klaim ‘No Pork, No Lard’ tidak membuktikan bahwa restoran menyediakan makanan halal. Seharusnya restoran memberikan kejelasan pada status kehalalan produknya, apabila tidak ada hal-hal haram di dalamnya maka restoran bisa melakukan sertifikasi halal. Sedangkan restoran yang masih menggunakan bahan-bahan haram juga memberikan pernyataan yang jelas terkait makanannya agar konsumen muslim dapat menghindarinya. Sebagai konsumen muslim kita juga harus hati-hati dalam memilih makanan, sebaiknya makan di restoran yang sudah jelas sertifikasi halalnya.
ADVERTISEMENT