Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Fahrudin Faiz dalam Kajian Stoikisme dan Islam: Menghadapi Ketidakpastian Hidup
11 Maret 2025 9:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Tsalis Fahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada hari Selasa, 4 Maret 2025, Masjid UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar kajian keislaman dalam rangkaian program Ramadan Bil Jamiah (RBJ). Acara ini menghadirkan Dr. H. Fahrudin Faiz, S.Ag., M.Ag., seorang pengasuh Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman sekaligus Ketua Program Studi Doktor (S3) Aqidah dan Filsafat Islam di UIN Sunan Kalijaga. Dalam kajian tersebut, beliau menjelaskan bagaimana stoikisme dan ajaran Islam dapat menjadi panduan dalam menghadapi ketidakpastian hidup.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparannya, Dr. Fahrudin Faiz menekankan pentingnya memilih kebaikan dalam setiap tindakan. Dengan memilih kebaikan, seseorang tidak akan mudah merasa resah atau gelisah. Ia mencontohkan bahwa seseorang yang tidak berpuasa di tengah komunitas yang menjalankan ibadah tersebut mungkin akan merasa berdosa dan bersalah dengan sendirinya.
Oleh karena itu, melakukan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan akan membawa ketenangan dan keteguhan hati.
Lebih lanjut, beliau menyoroti pentingnya ketahanan dan resiliensi dalam menghadapi tantangan yang tidak terduga. Orang-orang hebat adalah mereka yang memiliki daya tahan tinggi dalam menghadapi kesulitan. Masa muda merupakan waktu yang tepat untuk memupuk ketahanan diri agar mampu menghadapi berbagai situasi yang mungkin muncul.
Ketika seseorang memiliki ketenangan dalam dirinya, ia akan lebih mudah menyelesaikan masalah, memahami tantangan yang dihadapi, dan tetap melakukan kebaikan. Jika mengalami kegagalan, yang terpenting adalah mampu bangkit kembali dan terus berusaha.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, ketenangan hidup dapat dicapai melalui pemahaman dan penerapan ilmu, ridho, amal sholeh, serta islah atau perbaikan diri secara terus-menerus.
Ilmu memberikan pemahaman dan arah dalam menjalani kehidupan, namun ilmu yang tidak diamalkan akan kehilangan nilainya. Ridho terhadap ketetapan Allah akan menumbuhkan keikhlasan dalam setiap langkah.
Sementara itu, amal sholeh dan usaha untuk selalu memperbaiki diri akan membuat seseorang semakin dekat dengan ketenangan batin. Dr. Fahrudin Faiz mengutip Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa ilmu tidak ada gunanya jika tidak diamalkan dan amal tidak memiliki nilai jika tidak dilandasi dengan keikhlasan.
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta menanyakan bagaimana cara bangkit dari kegagalan yang berulang. Dr. Fahrudin Faiz menjawab dengan merujuk pada teori Imam Al-Ghazali mengenai pembentukan diri sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, langkah pertama adalah menerima kegagalan dan mengakui kekalahan dengan hati yang teguh. Kemudian, seseorang harus meyakinkan diri bahwa ia mampu bangkit kembali tanpa ragu dan trauma.
Setelah itu, keberanian untuk memulai kembali harus disertai dengan konsistensi agar dapat mencapai hasil yang diinginkan. Doa dan usaha juga menjadi faktor penting, karena dalam Islam, usaha yang diiringi dengan doa akan membawa keberkahan.
Beliau mengingatkan bahwa Rasulullah sendiri pernah mengalami masa-masa sulit, seperti ketika kehilangan istrinya dan saat dilempari batu di Thaif.
Namun, beliau tetap tegar dan berserah diri kepada Allah dengan berkata, "Ya Allah, jika Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli." Sikap ini mencerminkan ketahanan mental yang luar biasa dalam menghadapi cobaan hidup.
ADVERTISEMENT
Selain itu, beliau menegaskan bahwa dalam menghadapi masalah, konflik atau tekanan sosial, seseorang harus memiliki ketahanan diri yang kuat atau resiliensi. Jika ada orang yang bersikap negatif terhadap kita, biarkan itu menjadi urusan mereka, sementara kita tetap fokus melakukan kebaikan.
Dalam psikologi, resiliensi dibagi menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah menyelesaikan masalah dengan cara menghadapinya secara langsung. Yang kedua adalah bertahan dalam lingkungan yang sulit tanpa kehilangan nilai-nilai positif. Dan yang terakhir adalah mengubah tantangan yang dihadapi menjadi motivasi untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.
Pada akhirnya, seseorang tidak boleh lari dari masalah, karena tantangan yang dihadapi merupakan cara Allah menempa diri agar menjadi lebih tangguh.
Dengan menerapkan ajaran stoikisme yang sejalan dengan Islam, seseorang akan lebih siap menghadapi ketidakpastian hidup, memiliki ketahanan dalam menghadapi cobaan, serta terus berusaha memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT