Konten dari Pengguna

Cara Belajar Anak Disleksia

Tesa Tahara Apansa
Mahasiswi Pendidikan Islam Anak Usia Dini UIN Raden Fatah Palembang
5 Desember 2024 13:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tesa Tahara Apansa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.canva.com/design/DAGYYwvIcGY/_yOkfvQ19EX1QMzYBOayOQ/edit?utm_content=DAGYYwvIcGY&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
zoom-in-whitePerbesar
https://www.canva.com/design/DAGYYwvIcGY/_yOkfvQ19EX1QMzYBOayOQ/edit?utm_content=DAGYYwvIcGY&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
ADVERTISEMENT
Mengajarkan anak dengan disleksia pada usia dini membutuhkan pendekatan yang berbeda dari metode belajar konvensional, Karena anak penderita disleksia mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengenali huruf dan suara tertentu, maka pengajaran dini untuk anak penderita disleksia memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan metode pembelajaran tradisional. Namun, dengan pendekatan yang tepat, anak penderita disleksia juga dapat belajar secara efektif.
ADVERTISEMENT
1. Gunakan pendekatan multisensori
Anak-anak penderita disleksia sering kali belajar lebih baik bila lebih dari satu indra terlibat. Pendekatan ini menggabungkan indra visual, pendengaran, dan sentuhan untuk membantu anak memproses informasi dengan lebih efektif.
Beberapa teknik yang dapat Anda gunakan
a. Gunakan kartu huruf atau angka yang memiliki tekstur yang dapat dirasakan anak, sehingga anak dapat mengasosiasikan suara dan bentuk huruf dengan sensasi fisik. b. Bantu anak-anak mempelajari huruf dan angka dengan cara yang lebih sentuhan dengan menulis menggunakan jari Anda di pasir atau tanah. c. Dengarkan rekaman kata dan cerita untuk membantu anak mengasosiasikan suara dengan huruf dan kata.
2. Menggunakan Peta Pikiran dan Alat Visual
ADVERTISEMENT
Sangat membantu anak dalam mengorganisasikan informasi dalam bentuk gambar dan diagram. Visualisasi seperti gambar, simbol, dan warna membantu anak memahami hubungan antara kata dan konsep.
3. Mengajarkan fonik dengan cara yang menyenangkan
Anak penderita disleksia mungkin kesulitan mengenali hubungan antara huruf dan bunyi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajarkan fonik (sistem hubungan bunyi-huruf) dengan cara yang menyenangkan dan berulang-ulang.
4. Penggunaan Teknologi Asistif
Ada banyak aplikasi dan software yang dirancang untuk membantu anak penderita disleksia dan mempercepat proses belajar. Misalnya, Pembaca text-to-speech yang memungkinkan Anda membacakan teks dengan lantang kepada anak-anak. Anak-anak tidak harus hanya mengandalkan keterampilan pemahaman bacaannya sendiri. Aplikasi pembelajaran interaktif yang menggunakan gambar, audio, dan teks untuk memudahkan pemahaman.
ADVERTISEMENT
5. Fokus pada Penguatan Positif
Anak-anak penderita disleksia bisa menjadi frustrasi ketika mereka merasa tertinggal. Oleh karena itu, penting untuk selalu menyemangati mereka secara positif, menghargai upaya mereka, dan merayakan setiap keberhasilan, sekecil apa pun. Hal ini meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi mereka untuk terus belajar.
6. Membaca bersama secara rutin
Membaca bersama setiap hari dapat sangat membantu anak penderita disleksia. Bacalah sesuai kemampuan anak Anda dan perhatikan kata-katanya saat mereka membaca. Ini membantu mereka menghubungkan kata-kata tertulis dengan bunyi dan makna. Gunakan buku bergambar berukuran besar untuk membantu pemahaman. Cobalah membaca cerita yang sama beberapa kali untuk memperkuat pemahaman bacaan Anda.
7. Gunakan teknik pembelajaran berulang
ADVERTISEMENT
Anak penderita disleksia memerlukan lebih banyak pengulangan dan latihan dibandingkan anak tanpa disleksia. Coba ulangi aktivitas yang sama beberapa kali dalam konteks berbeda. Contohnya latihan rutin seperti membaca kata dan pengenalan huruf secara teratur membantu memperkuat daya ingat. Memberi anak lebih banyak waktu untuk mempelajari keterampilan baru tanpa terburu-buru.
Dengan pendekatan yang tepat, anak penderita disleksia dapat mengalami kemajuan pesat dalam pembelajarannya. Yang terpenting adalah memberikan dukungan emosional yang positif dan memastikan anak merasa diterima dan tidak tertekan untuk memenuhi standar yang sama dengan anak lainnya.
Tesa Tahara Apansa, mahasiswi Pendidikan Islam Anak Usia Dini UIN Raden Fatah Palembang.