Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Implikasi RUU EBT Terhadap Masa Depan Ketahanan Energi Indonesia
26 Juni 2024 18:34 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari TUAH WAHYU BREGITA SEMBIRING tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kondisi Cadangan Energi
ADVERTISEMENT
Sektor energi memiliki peranan yang krusial dalam sektor ekonomi, politik, pertahanan, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam pengelolaannya diperlukan suatu kebijakan dari perencanaan, penggunaan, dan pengelolaan yang komprehensif dan berkelanjutan. Saat ini seluruh aspek kehidupan mengandalkan energi dari sektor minyak, gas bumi dan batubara yang dalam proses pembentukannya membutuhkan waktu jutaan tahun.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari EnergiInstitue hampir semua negara di seluruh dunia saat ini menggunakan energi, dan konsumsi tertinggi di dominasi oleh negara-negara maju seperti Kanada, Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu negara. sehingga muncul permasalahan baru yaitu tingkat produksi energi tidak mampu mengimbangi tingkat konsumsi di dunia saat ini.
Di Indonesia saat ini konsumsi energi per orang mencapai 9.854 kWh, hal ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara penghasil energi yang sama seperti Iraq, USA, China, dan Russia, yang berada di atas 10.000 kWh per orang.
Saat ini sektor transportasi memiliki tingkat konsumsi energi tertinggi di Indonesia diikuti dengan sektor Industri. Adapun demikian karena porsi konsumsi Indonesia saat ini masih didominasi oleh sumber energi yang tidak terbarukan berupa Bensin 25,95%, Solar/Biodiesel 21,34%, Listrik: 18,52%, Gas Alam: 9,85%, Batu bara: 9,66%, LPG 8,02%, dsb.
ADVERTISEMENT
Dalam Grafik 2.2 didapatkan juga bahwa secara linier tingkat produksi kian menurun dan berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi di Indonesia sehingga tingkat produksi tidak bisa mengimbangi tingkat konsumsi yang kian meningkat.
Dalam jangka Panjang penggunaan energi yang didominasi oleh sumber daya tak terbarukan menimbulkan suatu masalah yang serius sehingga diperlukan suatu penggunaan sumber daya energi terbarukan. Seperti air, angin, sinar matahari, gelombang air laut, panas bumi dsb. Dan saat ini Indonesia dalam menghadapi masalah tersebut juga sudah memanfaatkan energi terbarukan seperti pemanfaatan PLTA Waduk Cirata, PLTP Lahendong, PLTS Likupang, dll.
Namun tahap eksplorasi saja tidak cukup dalam pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan diperlukan kebijakan dan strategi yang komprehensif dalam mengelola sumber daya agar berkelanjutan karena dapat dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan salah satunya akibat dari ketidaktepatan dalam perencanaan infrastruktur terkait sumber daya alam yaitu oversupply pasokan energi Listrik. Isu ini adalah isu yang cukup kompleks dan memiliki pengaruh yang cukup luas baik konsumen, produsen, dan pemerintah. Alasan dibalik adanya permasalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19
Tekanan yang terjadi akibat dari pandemi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sektor ekonomi. Seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia mengalami perlambatan ekonomi sehingga banyak perusahaan yang mengurangi jam kerja.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan reserve margin dan demand yang menurun drastis. Khusus reserve margin untuk daerah Jawa-Bali masih dalam batas yang ideal. Namun daerah di luar Jawa-Bali mengalami penurunan demand yang drastis.
Proyek Listrik Skala Besar
Program pemerintah dalam melakukan eksplorasi energi terbaru ikan tidak diimbangi dengan kondisi supply demand pasokan energi di Indonesia. Akibat dari ketidaksesuaian perencanaan tersebut terjadi peningkatan kapasitas sehingga meningkatkan supply dalam waktu yang singkat.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak sesuai target menyebabkan konsumsi listrik juga tidak sesuai yang diharapkan. Solusi untuk menghadapi permasalahan tersebut yaitu pengembangan infrastruktur distribusi untuk menjangkau daerah-daerah yang belum tersentuh oleh aliran listrik.
ADVERTISEMENT
Serta kebijakan dalam perencanaan yang komprehensif agar tidak terjadi kepentingan kelompok tertentu dalam pengelolaan energi listrik ini. Seperti yang sudah di rencanakan oleh pemerintah melalui tupoksinya dalam membuat RUU Energi Baru Terbarukan, diharapkan dengan adanya undang-undang ini dapat mengatasi terkait permasalahan terkait ketahanan energi.
RUU Energi Baru Terbarukan
Dalam mewujudkan pembangunan sumber daya energi yang berkelanjutan, Kementerian Energi dan Sumber Daya dan kordinator teknisnya yaitu Direktorat Energi Terbarukan telah merencanakan suatu tata Kelola melalui rancangan undang-undang terkait energi terbarukan yang sedang dibahas Bersama DPR.
Dengan adanya regulasi ini diharapkan dapat menciptakan kondisi iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan adil sehingga seluruh manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Selain itu diharapkan agar terdapat kepastian hukum dan penciptaan iklim investasi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Substansi dalam RUU EBT lebih menjelaskan terhadap aspek kebijakan strategis di antaranya :
Tantangan Pengimplementasian RUU EBT
Mengimplementasikan RUU EBT merupakan suatu urgensi Indonesia saat ini, namun dalam mengubah RUU EBT menjadi undang-undang yang sah masih memiliki banyak tantangan di antaranya
Biaya Investasi yang tinggi
Indonesia dalam misi pencarian sumber daya energi terbarukan tidak hanya terkendala dalam SDM yang kurang memadai, dalam hal pembiayaan juga masih terkendala, biaya teknologi untuk mengubah sumber daya energi terbarukan menjadi siap pakai memiliki cost yang tinggi terlebih lagi saat ini APBN lebih difokuskan pada pemulihan ekonomi pasca pandemi, sehingga perlu menciptakan iklim investasi kompetitif agar mendorong investasi hijau di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Minimnya Infrastruktur
Salah satu hal yang masih menjadi persoalan adalah minimnya infrastruktur terkait fasilitas untuk mengembangkan EBT,tingginya biaya menuju akses lokasi dan biaya pendistribusian daripada manfaat yang diterima menyebabkan pengembangan EBT saat ini masih mengalami kendala.
Belum ada pemisahan substansi antara energi baru dan energi terbarukan
Terdapat perbedaan definisi antara energi baru dan energi terbarukan yang menjadi salah satu faktor penghambat dalam pengimplementasian EBT, sehingga perlu pemisahan karena cakupan terkait salah satu energi baru maupun energi terbarukan sangat luas dan masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga perlu pemisahan dan fokus pada satu substansi prioritas terlebih dahulu.
Kepentingan Politik yang masih kuat
Dalam pengesahan RUU EBT menjadi UU EBT diperlukan suatu proses politik melalui Lembaga legislatif yang disahkan oleh DPR, dalam prosesnya saat ini RUU EBT telah disetujui oleh semua fraksi di DPR dan menjadi agenda Program Legislasi Nasional dan direncanakan akan rampung tepat pada saat acara puncak KTT G20, namun sampai saat ini RUU tersebut belum secara resmi disahkan oleh DPR sampai waktu yang belum ditentukan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Sektor energi memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan dan ekonomi, namun saat ini dunia, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan besar karena ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan seperti minyak, gas, dan batubara. Konsumsi energi terus meningkat sementara produksi menurun, menciptakan ketidakseimbangan yang serius.
Indonesia khususnya memiliki konsumsi energi per orang yang relatif rendah dibanding negara penghasil sumber daya lainnya, dengan sektor transportasi dan industri sebagai pengguna utama. Namun, ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan memerlukan transisi ke energi terbarukan seperti air, angin, dan matahari untuk keberlanjutan jangka panjang.
RUU EBT diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang berkelanjutan, memperkuat riset dan inovasi teknologi, serta melibatkan masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Implementasi RUU EBT menjadi undang-undang yang sah merupakan urgensi, namun memerlukan proses dan komitmen politik bersama yang kuat.
ADVERTISEMENT